tirto.id - Lebih dari 4.000 penduduk telah mengungsi dan lebih dari 700 orang melarikan diri ke Thailand setelah terjadi pertempuran antara pasukan junta militer Myanmar dan cabang milisi Pasukan Pertahanan Nasional Karenni (KNDF).
Seperti diberitakan Eleven Myanmar, pertempuran yang terjadi di dekat Lay Kay Kaw itu dimulai sejak hari Rabu, 15 Desember 2021. Itu adalah sebuah kota yang melambangkan perdamaian.
Pada tanggal 16 Desember, lebih dari 700 warga setempat melarikan diri ke sisi perbatasan Thailand. Mereka melintasi Sungai Moei. Sedangkan 4.000 orang lainnya dilaporkan mengungsi.
Thailand juga telah meningkatkan keamanan di perbatasan. 700 orang yang melarikan diri itu sudah ditempatkan di sebuah gudang di tepi Sungai Moei.
Menurut pengakuan seorang pengungsi yang turut melarikan diri ke Thailand, pertempuran itu terjadi di dekat desa Mae Htaw Thale, letaknya di jalan menuju Lay Kay Kaw.
"Saya juga mendengar suara tembakan senjata berat. Kami takut karena dekat dengan desa. Jadi kami menyeberangi sungai dan melarikan diri ke Thailand."
Menurut pengakuan seorang pedagang pasar, keamanan di pintu masuk desa Mae Taw Thale sudah diperketat. Orang-orang tidak diizinkan keluar karena pertempuran.
"Tentara sedang memeriksa di jembatan yang merupakan pintu masuk ke desa Mae Htaw Thale. Warga sipil tidak bisa pergi. Hanya kendaraan militer yang bisa lewat, jadi mereka harus memutar," kata seorang pedagang pasar.
Pengungsi Jalan Kaki Selama Seminggu
Radio Free Asia (RFA) melaporkan, pekerja bantuan mengatakan lebih dari 330 perempuan dan anak-anak termasuk di antara para pengungsi yang dipaksa berjalan melalui hutan selama hampir seminggu untuk mencapai perbatasan Thailand.
Para pengungsi yang setengahnya adalah perempuan dan anak-anak berjalan kaki selama hampir seminggu demi menyelamatkan diri.
Salah satu pengungsi, Mu Mu menggambarkan perjalanan yag sulit sebab terhambat oleh hujan lebat. Selain itu, mereka kesulitan tidur dan memasak makanan.
“Saya sering harus makan nasi setengah matang dan sangat sulit berjalan di jalan pegunungan kecil pada malam hari,” katanya.
“Pada beberapa titik, saya sangat lelah sehingga saya tidak bisa berjalan lagi, dan saya harus merangkak. Saya tidak begitu muda lagi. Suatu kali, saya tertinggal di lembah dan saya harus berteriak minta tolong lagi dan lagi.”
Editor: Iswara N Raditya