tirto.id - Perdana Menteri Kamboja, Hun Sen memiliki rencana untuk berkunjung ke Myanmar meskipun pada diplomat sudah memperingatkan kalau Myanmar punya "semua bahan untuk perang saudara".
Al Jazeera melaporkan, Hun Sen yang kini menjadi ketua Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) disebut akan berkunjung ke Myanmar pada Jumat dan Sabtu. Langkah Hun Sen tentunya mendapat kritik karena berisiko melegitimasi pemimpin kudeta di Myanmar.
Sejak junta militer Myanmar melakukan kudeta dan menggulingkan pemerintah sipil, sedikitnya 1.435 orang tewas dalam tindakan keras pasukan keamanan terhadap mereka yang memprotes kudeta. Di sisi lain, pertempuran pun meletus di daerah perbatasan antara militer dan kelompok bersenjata etnis yang menentang perebutan kekuasaan.
Menteri Luar Negeri Kamboja, Prak Sokhonn yang telah ditunjuk menjadi utusan khusus ASEAN untuk Myanmar, mengambarkan prospek negara itu dengan mengerikan.
“Krisis politik dan keamanan di Myanmar semakin dalam, dan telah menyebabkan (sebuah) krisis ekonomi, kesehatan dan kemanusiaan. Kami merasa bahwa semua bahan untuk perang saudara sekarang ada,” katanya.
“Sekarang ada dua pemerintahan, ada beberapa angkatan bersenjata, orang-orang sedang menjalani apa yang mereka sebut gerakan pembangkangan sipil dan (ada) perang gerilya di seluruh negeri,” tambah Prak.
Prak membantah kritik dari kelompok hak asasi kalau kunjungan Hun Sen akan melegitimasi kekuasaan militer. Dia mengatakan: "perhatian langsung kerajaan adalah untuk memperbaiki situasi di Myanmar."
Sementara itu, dikutip Channel News Asia, Prak Sokhonn mengatakan, kunjungan Hun Sen akan berfokus pada peta jalan perdamaian dan "konsensus lima poin" yang disepakati oleh para pemimpin ASEAN tahun lalu.
Kunjungan tersebut, kata dia, bertujuan "membuka jalan bagi kemajuan" dengan "menciptakan lingkungan yang kondusif untuk dialog inklusif dan kepercayaan politik di antara semua pihak terkait."
Sebelumnya, kunjungan utusan khusus ASEAN ke Myanmar telah ditunda setelah junta militer menolak mengizinkan mereka bertemu dengan pemimpin sipil Aung San Suu Kyi yang digulingkan.
Sebagai tanggapan, blok tersebut mengeluarkan pemimpin junta Myanmar dari pertemuan tingkat tinggi Oktober, sebuah teguran terhadap mereka.
Editor: Iswara N Raditya