Menuju konten utama

Siklon Seroja Bukan Terakhir jika Krisis Iklim Tak Segera Ditangani

Krisis iklim yang memburuk tiap tahun dinilai berkorelasi dengan alih fungsi kawasan menjadi lahan tambang, industri properti wisata, sawit, dll.

Siklon Seroja Bukan Terakhir jika Krisis Iklim Tak Segera Ditangani
Warga bersama anaknya duduk di dekat truk tangki yang terguling akibat banjir bandang di Adonara Timur, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Selasa (6/4/2021). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/wsj.

tirto.id - Mario Lawi tak pernah menyangka bila satu hari setelah Malam Paskah tahun ini akan berakhir dengan bencana.

Rencana Mario cukup sederhana hari itu: menjemput sang ibu dari rumah sakit untuk kemudian kembali ke rumah. Cuaca ternyata tak bersahabat. Hujan deras mengguyur Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, pada sore hari hanyalah permulaan dari amuk badai siklon.

“Untung saya bisa membawa ibu dengan selamat sampai rumah,” ucapnya lewat sambungan telepon.

Hujan dan angin menyapu kencang. Sinyal telepon terputus. Kupang dan daerah lain seketika berubah mencekam.

“Sebetulnya kondisi di Kupang relatif enggak terlalu parah dibandingkan kabupaten. Di sana rumah rusak dan korban banyak,” tuturnya. “Ini pengalaman pertama yang pernah dialami masyarakat di sini. Sebelumnya enggak pernah terjadi kayak gini.”

Delapan belas dari 22 kabupaten/kota di NTT, dan sebagian Nusa Tenggara Barat, terdampak siklon tersebut: rumah dan fasilitas umum rusak dan ratusan korban jiwa. Lebih dari sepekan beberapa daerah masih terisolasi dan belum teraliri listrik.

WASPADA DAMPAK SIKLON TROPIS SEROJA

Petugas BMKG mengamati pergerakan siklon tropis Seroja melalui citra satelit Himawari di Stasiun Klimatologi BMKG Karangploso, Malang, Jawa Timur, Selasa (6/4/2021). ANTARA FOTO/Ari Bowo Sucipto/foc.

Seroja adalah siklon pertama yang mampu tiba di daratan, menurut Herizal, Deputi Bidang Klimatologi di Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG). Penyebabnya, suhu air laut terus merangkak naik.

“Siklon tropis itu sebetulnya jarang masuk [Indonesia] kalau kondisinya normal,” ungkapnya. “Mereka [masuk] selalu di luar lintang 10 di perairan Indonesia. Nah, ini karena suhu [perairan] hangat, maka jadi mendorong. Dan jadi seperti itu karena tidak bisa dilepaskan dari faktor perubahan iklim.”

Bencana Meningkat Seiring Krisis Iklim

Sepanjang Januari-Maret tahun ini saja, setidaknya terjadi 763 gelombang bencana di seluruh Indonesia, menurut BNPB, yang menyebabkan ratusan orang meninggal dunia, jutaan lain mengungsi, serta membikin rusak ribuan infrastruktur umum.

Dalam catatan yang sama, BNPB menyebut bencana alam disebabkan faktor hidrometeorologi, suhu dan cuaca ekstrem seperti hujan lebat plus angin kencang, mendominasi temuan tiga sampai empat bulan belakangan.