Menuju konten utama

Siapa Sosok AF yang Dituduh Polisi Pasok Senpi untuk 22 Mei?

Asmaizulfi alias Fifi ditangkap polisi atas dugaan menunggangi aksi 22 Mei. Dia adalah emak-emak pendukung Prabowo-Sandi dan istri purnawirawan.

Siapa Sosok AF yang Dituduh Polisi Pasok Senpi untuk 22 Mei?
Massa aksi menguasai jalan Anggrek Neli Murni. Bentrokan terjadi antara massa aksi dan polisi di flyover Slipi, Jakarta Barat (22/5/19). tirto/Bhagavad Sambadha

tirto.id - Polisi menetapkan enam tersangka baru yang diklaim menunggangi aksi 21-22 Mei 2019 di Jakarta. Salah satunya seorang perempuan berinisial AF, istri purnawirawan dan pendukung Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.

AF ditangkap pada Jumat 24 Mei 2019 di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan. Kadiv Humas Polri Irjen M. Iqbal dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Kemenko Polhukam, Jakarta, Senin (27/5/2019) kemarin mengatakan AF merupakan salah satu penjual senjata ke tersangka lain berinisial HK.

Transaksi pembelian senjata terjadi pada 13 Oktober 2018.

"Peran AF pemilik dan penjual senjata api ilegal revolver Taurus kepada tersangka HK. AF menerima duit hasil penjualan senpi Rp50 juta," Kata Iqbal.

Selain dari AF, HK juga membeli senjata dari AD. Dari AD, HK mendapat satu pucuk Meyer cal 22 seharga Rp5,5 juta. HK lantas menyerahkan Meyer tersebut kepada seseorang berinisial AZ.

Iqbal juga menyebut HK membeli dua pucuk senpi rakitan cal 22 seharga Rp15 juta dan satu senpi laras pendek seharga Rp6 juta yang diserahkan kepada TJ.

Total ada enam orang yang ditetapkan sebagai tersangka: HK, AZ, IR, TJ, AD, dan AF. Keenam orang ini berbagi peran: HK, AZ, IR, dan TJ diklaim polisi sebagai eksekutor pembuat rusuh dan berencana membunuh—tanpa menyebut nama—empat tokoh nasional dan seorang pimpinan lembaga survei. Sementara AD dan AF berperan sebagai penyuplai dan penjual senjata.

Iqbal belum bisa merinci motif enam tersangka ini merancang pembunuhan. Sejauh ini Iqbal baru bilang mereka sudah "mengantongi" satu nama yang bisa jadi merupakan aktor intelektual atau penyedia duit untuk HK membeli senjata.

Kelompok AF mungkin berbeda dengan dua kelompok sebelumnya diekspos polisi, kata Iqbal. Ketiga kelompok ini di luar 400-an orang yang ditetapkan sebagai tersangka karena bikin ribut di aksi 21-22 Mei. Meski demikian, bukan tidak mungkin ada keterkaitan di antara mereka. Itulah yang tengah diselidiki polisi sekarang.

Profil

AF punya nama lengkap Asmaizulfi seturut keterangan Karopenmas Polri Brigjen Dedi Prasetyo.

"Ya betul [Asmaizulfi]. Panggilannya Fifi," kata Dedi saat dikonfirmasi reporter Tirto, Senin (28/5/2019) malam.

Fifi atau Asmaizulfi sempat muncul pasca-Pilkada DKI Jakarta 2017. Fifi adalah ibu-ibu yang sempat menjadi sorotan pada 2018 saat videonya diunggah di Youtube. Hari itu, 12 September 2018, ibu-ibu yang tergabung dalam Gerakan Emak-Emak Peduli Rakyat atau Gempur berdemonstrasi di depan Mabes Polri di bilangan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.

Mereka menuntut Kepala Polri Jenderal Tito Karnavian mengusut pelaku persekusi Abdul Somad yang saat itu ditolak di beberapa tempat saat mengisi ceramah.

Fifi adalah koordinator lapangan massa pada hari itu. Dia juga merupakan Ketua Umum Gempur. Gempur resmi berdiri pada 16 November 2018 dan bermarkas di Jalan Rawa Badak Barat Nomor 2, Koja, Jakarta Utara.

Beberapa nama pengawasnya yang terkenal adalah Habib Muchsin Alattas, mantan Ketua Umum DPP Front Pembela Islam; dan Japto Seorjasoemarno, tokoh Pemuda Pancasila, sayap paramiliter era Orde Baru.

Muchsin Alattas berkata Gempur memang bertujuan politis, lebih tepatnya: mengkampanyekan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno sebagai capres-cawapres 2019-2024 dari rumah ke rumah, terutama di wilayah Jakarta.

"Mereka berperan secara politis, akan tetapi memiliki kapasitas sebagai emak-emak," kata Muchsin kepada reporter Tirto.

Pada 18 Juli 2018, Fifi bersama emak-emak lain juga pernah mendemo Joko Widodo di depan Istana Negara. Fifi dkk saat itu menyebut diri dari Barisan Emak-Emak Militan Indonesia, dan demonya dinamakan ‘Aksi 187’, meniru penamaan 'Aksi 212'—mobilisasi massa yang sukses memenjarakan Basuki Tjahaja Purnama, kolega Jokowi.

Fifi, selaku koordinator aksi 187, menuntut pemerintahan Jokowi menurunkan harga bahan pokok hingga tarif dasar listrik. Ia memakai mobil komando FPI, mobil yang sama saat dipakai Gempur dalam aksi di depan Mabes Polri.

Fifi juga merupakan istri Mayor Jenderal (Purn) Moerwanto Soeprapto, Ketua Yayasan Citra Handadari Utama, yang pernah menjabat Sekjen Departemen Sosial masa Orde Baru. Yayasan ini pernah bersengketa dengan Kementerian Sosial atas kepemilikan lahan seluas 0,8 hektare dan pengelolaan Gedung Cawang Kencana di Jakarta Timur.

Mengurut kasus tersebut, lahan seluas 0,8 hektare itu dimiliki oleh Departemen Sosial yang dikelola Yayasan Dana Bhakti Kesejahteraan Sosial. Dilaporkan Detik.com, Yayasan ini mendirikan Gedung Cawang Kencana dari dana judi Sumbangan Dana Sosial Berhadiah/Porkas, yang sangat terkenal pada 1980-an.

Pada 1999, Moerwanto, suami Fifi, mengalihkan pengelolaan gedung dan lahan tersebut ke yayasan miliknya, lalu disewakan ke pihak ketiga sehingga merugikan keuangan negara Rp726 juta, menurut putusan Mahkamah Agung pada Oktober 2014. Moerwanto divonis bersalah dan menjalani hukuman 4 tahun penjara.

Moerwanto sempat berulah lagi saat hendak dieksekusi, pada Desember 2014. Ia sempat menolak dijebloskan ke Lapas Sukamiskin dan menolak dinyatakan bersalah.

"Tadi dia sempat ancam mau nembak-nembak. Dia, kan, mantan jenderal, dia mengaku masih punya anak buah," ujar Jhony Manurung, Kajari Jakarta Timur kala itu seperti diberitakan Detik.com.

Terkait identitas ini, Dedi bilang belum menemukan keterkaitan antara kemampuan Fifi menyediakan senjata dan statusnya sebagai istri purnawirawan jenderal bintang dua.

"Belum ada arah ke sana. Masih didalami," pungkas Dedi.

Sementara itu, Wakil Ketua DPR sekaligus Waketum Gerindra Fadli Zon menampik dugaan polisi soal keterlibatan purnawirawan jenderal dalam kerusuhan saat aksi massa pada 21-22 Mei lalu.

"Saya melihat apa yang terjadi kemarin itu [aksi massa 21-22 Mei] memang masyarakat, kok, yang datang menuntut haknya," kata Fadli di Gedung DPR RI, Jakarta, kemarin.

Menurut Fadli, massa yang berdemonstrasi adalah masyarakat yang berpikir kritis karena semua informasi bisa didapat lewat gawai. "Kalau zaman dulu, kan, info sangat terbatas, televisi saja cuma ada satu [stasiun] ya, kan. Tidak ada informasi yang lain," ujar Fadli.

Baca juga artikel terkait AKSI 22 MEI atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Hukum
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Rio Apinino & Mufti Sholih