Menuju konten utama

Setnov Kembali Diperiksa KPK untuk Kasus E-KTP Hari Ini

KPK menjadwalkan pemanggilan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi dalam proyek pengadaan e-KTP hari ini.

Setnov Kembali Diperiksa KPK untuk Kasus E-KTP Hari Ini
Setya Novanto saat memberikan keterangan kepada wartawan di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta. ANTARA FOTO/M Agung Rajasa.

tirto.id - Ketua DPR RI Setya Novanto (Setnov) kembali diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi dalam proyek pengadaan KTP-Elektronik (e-KTP) hari ini, Jumat (7/7/2017).

"KPK melakukan pemanggilan pada hari ini untuk Setya Novanto yang diperiksa untuk tersangka AA (Andi Agustinus)," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah.

Setya Novanto sudah menjalani pemeriksaan pada 13 Desember 2016 dan 10 Januari 2017 untuk dua orang yang saat ini sudah menjadi terdakwa yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan (PIAK) Kemendagri Sugiharto.

KPK juga sudah memanggil dan memeriksa beberapa anggota DPR yang diduga terkait, mengetahui informasi atau pun bisa menyampaikan klarifikasi mengenai indikasi aliran dana proyek e-KTP. Ketua KPK Agus Rahardjo memberi sinyal akan ada tersangka baru dalam kasus korupsi proyek e-KTP, tapi enggan menyebut kapan tepatnya diumumkan tersangka baru kasus ini.

Pekan ini KPK sudah memeriksa beberapa pemimpin dan anggota Komisi II DPR periode 2009-2014, termasuk Yasonna H Laoly yang kini Menteri Hukum dan HAM, Ganjar Pranowo yang sekarang Gubernur Jawa Tengah, dan Olly Dondokambey yang kini Gubernur Sulawesi Utara.

Selain itu KPK memeriksa anggota DPR fraksi PKB Abdul Malik Haramain, anggota DPR dari fraksi PDI-Perjuangan Arief Wibowo, mantan ketua DPR Marzuki Ali dan juga pemimpin Badan Anggaran DPR saat pembahasan anggaran e-KTP, Mechias Markus Mekeng.

Nama Setya Novanto selain disebut di surat dakwaan, saat pembacaan surat tuntutan Irman dan Sugiharto juga kembali disebutkan.

Saat pembacaan tuntutan pada 22 Juni 2017 disebutkan ketika Andi Agustinus alias Andi Narogong menawarkan kepada Irman dan Sugiharto untuk bertemu dengan Setnov demi kelancaran proyek e-KTP dengan mengatakan "Kalau berkenan Pak Irman nanti bersama Pak Giarto akan saya pertemukan dengan Setya Novanto."

Lalu Irman bertanya "buat apa?" dijawab oleh Andi Agustinus "Masak nggak tahu Pak Irman? Ini kunci anggaran ini bukan di Ketua Komisi II, kuncinya di Setya Novanto", dan dibalas oleh Irman "O..begitu".

Menurut jaksa penuntut umum KPK, menindaklanjuti kesepakatan itu, beberapa hari kemudian sekitar pukul 06.00 WIB di Hotel Gran Melia Jakarta para terdakwa bersama-sama dengan Andi Agustinus dan Sekretaris Jenderal Kementerian Dalam Negeri Diah Anggraini bertemu dengan Setya Novanto. Dalam pertemuan itu Setno menyatakan dukungannya dalam pembahasan anggaran proyek penerapan e-KTP.

Beberapa hari kemudian Irman dan Andi Agustinus menemui Setya Novanto di ruang kerjanya di Lantai 12 Gedung DPR RI.

Dalam pertemuan tersebut Irman dan Andi Agustinus meminta kepastian kesiapan anggaran untuk proyek penerapan KTP Elektronik. Atas pertanyaan tersebut, Setya Novanto mengatakan "Ini sedang kita koordinasikan, perkembangannya nanti hubungi Andi".

Atas bantuan Setnov, konsorsium PNRI yang terdiri atas Perum PNRI, PT LEN Indusgtri, PT Quadra Solution, PT Sucofindo dan PT Sandipala Artha Putra dapat memenangkan proyek KTP-e dengan nilai kontrak Rp5,841 triliun.

Sampai 2 Agustus 2012, Sugiharto telah melakukan pembayaran tahap 1-3 pada tahun 2011 serta pembayaran tahap 1-2012 yang seluruhnya berjumlah Rp1,979 triliun.

Berdasarkan laporan Andi Agustinus dan Anang S Sudihardja kepada Sugiharto, sebagian uang yang diterima tersebut diberikan kepada Setya Novanto dan anggota DPR lainnya yang kemudian memicu perselisihan antara Andi Agustinus dengan Anang karena tidak bersedia memberikan uang lagi.

Atas perselisihan itu, Irman lalu memerintahkan Sugiharto mengadakan pertemuan dengan Andi Agustinus dan direktur utama PT Quadra Solution Anang S Sudihardjo di Senayan Trade Center guna mencari solusi atas perselisihan tersebut, namun keduanya tidak mencapai kesepakatan.

Oleh karena itu Andi Agustinus marah sambil mengatakan "Kalau begini saya malu dengan SN (Setya Novanto), ke mana muka saya dibuang, kalau hanya sampai di sini sudah berhenti".

Berdasarkan fakta-fakta hukum itu, jaksa berkesimpulan bahwa dengan adanya pertemuan antara para terdakwa, Andi Agustinus, Diah Anggraini dan Setya Novanto di hotel Gran Melia telah menunjukkan bahwa telah terjadi pertemuan kepentingan (meeting of interest).

Pertemuan kepentingan ini melibatkan Andi Agustinus yang merupakan seorang pengusaha yang berkepentingan untuk dapat mengerjakan proyek, para terdakwa selaku birokrat pada Kemendagri yang bertugas melaksanakan pengadaan barang/jasa serta Setya Novanto selaku Ketua Fraksi Partai Golkar yang mempunyai pengaruh dalam proses penganggaran pada Komisi II DPR RI, yang pada saat itu diketuai oleh Burhanuddin Napitupulu yang juga berasal dari fraksi Golkar.

Pertemuan tersebut, menurut jaksa, merupakan perbuatan permulaan untuk mewujudkan delik, karena pada dasarnya setiap orang yang hadir dalam pertemuan tersebut menyadari dan menginsyafi pertemuan tersebut bertentangan dengan hukum serta norma kepatutan dan kepantasan.

Dalam perkara ini Andi Agustinus disangkakan pasal 2 ayat 1 atau pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan keuangan negara hingga mencapai Rp2,3 triliun.

Dalam perkara ini, sudah ada dua orang terdakwa yang dibawa ke persidangan dan menjalani sidang tuntutan yaitu Irman yang dituntut tujuh tahun penjara dan Sugiharto yang dituntut lima tahun penjara. Sedangkan Andi Agustinus alias Andi Narogong dari pihak swasta masih menjadi tersangka di KPK.

KPK juga menetapkan Miryam S Haryani sebagai tersangka dalam kasus dugaan memberikan keterangan tidak benar pada persidangan perkara proyek KTP-E dan politikus Partai Golkar Markus Nari menjadi tersangka perintang penyidikan, persidangan, dan memberi keterangan tidak benar pada sidang kasus KTP-e dengan terdakwa Irman dan Sugiharto dan penyidikan kasus memberikan keterangan tidak benar untuk tersangka Miryam S Haryani.

Baca juga artikel terkait KORUPSI E-KTP atau tulisan lainnya dari Maya Saputri

tirto.id - Hukum
Reporter: Maya Saputri
Penulis: Maya Saputri
Editor: Maya Saputri