Menuju konten utama

Sentuhan Jack Ma yang Belum Terasa di Industri e-Commerce Indonesia

Asosiasi e-Commerce Indonesia (idEA) belum merasakan dampak signifikan dari keberadaan Jack Ma sebagai penasihat e-commerce Indonesia.

Sentuhan Jack Ma yang Belum Terasa di Industri e-Commerce Indonesia
Pemimpin Alibaba Group, Jack Ma bertemu dengan Presiden Jokowi di Ruang Garuda, Istana Kepresidenan Bogo, pada hari Sabtu (1/9/18). FOTO/Setkab.go.id

tirto.id - Pada Agustus tahun lalu, pemimpin Alibaba Group cum salah satu orang terkaya di dunia, Jack Ma, menerima pinangan pemerintah Indonesia sebagai penasihat e-commerce. Tawaran ini sebelumnya diajukan langsung oleh Presiden Joko Widodo pada September 2016.

Pemerintah menggandeng Jack Ma untuk memberikan masukan kepada steering committee e-commerce Indonesia yang dipimpin Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution.

Setelah itu informasi mengenai peran Jack Ma dalam menumbuhkembangkan bisnis e-commerce di Indonesia terbilang minim, sampai kemudian muncul lagi ketika Asian Games 2018. Ia datang menonton upacara penutupan ajang olahraga empat tahunan itu, kemudian menggelar beberapa pertemuan dengan beberapa pejabat negara.

Ia bertemu dengan Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara dan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Minggu (2/9/2018). Sehari sebelumnya dia bahkan menemui Presiden Joko Widodo di Istana Bogor.

Saat bersama Jokowi, Jack Ma mengungkapkan rencananya membantu UMKM (Usaha Mikro Kecil dan Menengah) dan wirausaha muda Indonesia.

"Kami [Jack Ma dan Jokowi] berdiskusi banyak hal. Diskusi kami seputar pembangunan sumber daya manusia untuk keperluan e-commerce, contohnya seperti orang-orang Indonesia yang bergerak di sektor internet," kata Jack Ma di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Minggu (2/9/2018).

Meski telah membantu pemerintah Indonesia setahun lebih, akan tetapi peran Jack Ma dirasa belum signifikan. Hal ini diungkapkan Ketua Umum Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) Ignatius Untung.

Menurutnya hal ini disebabkan karena segala masukan yang disampaikan Jack Ma masih akan dipilah oleh pemerintah untuk selanjutnya digodok menjadi regulasi. Dan ini yang belum terealisasi.

"Sehingga bagi kami [asosiasi] untuk bisa merasakan dampaknya secara langsung agak sulit. Bagaimanapun juga, keputusan tetap ada di tangan pemerintah," ungkap Untung kepada Tirto, Senin (3/9/2018) pagi.

Menurutnya masih agak sulit bagi pemerintah untuk memahami apa yang perlu dilakukan dalam industri baru ini, padahal di sanalah kunci buat mengembangkan bisnis e-commerce. Ia mencontohkan cepatnya pertumbuhan sektor bisnis ini di Cina atau Korea Selatan karena insentif pemerintahnya.

"Tapi itu wajar, karena ini industri baru," tambahnya.

Dengan kedatangan Jack Ma, Untung berharap pemerintah dapat ilmu yang banyak dan benar-benar tahu apa yang mesti dilakukan.

"Dengan mendengar orang yang sukses dan berpengalaman di e-commerce, serta ada interaksi dengan beliau, semoga pemerintah bisa jadi lebih terbuka. Karena memang industri ini berbeda dengan industri-industri tradisional," kata Untung.

Salah satu yang menurutnya penting adalah mendirikan semacam institusi pendidikan yang fokus mengembangkan sumber daya manusia di bidang e-commerce. Menurutnya sektor ini masih sangat minim dan sulit buat diandalkan bisa bersaing.

Jack Ma tahu itu memang penting. Dalam pertemuan dengan para menteri, Minggu (2/9/2018) kemarin, ia menyebut "sedang mempertimbangkan itu" [lembaga pendidikan khusus e-commerce] tanpa menyebut waktu pasti. Namanya: Jack Ma Institute.

infografik jack ma

Apa yang dikatakan Untung sejalan dengan keterangan Geoffrey Lew Dermawan, SVO Trade Partnership Merchant Sales Operation and Development Blibli.com. Menurutnya yang mesti dilakukan pemerintah adalah membuat peraturan e-commerce yang jelas. Peraturan ini harus mengutamakan pebisnis lokal.

"Kami menunggu penerapannya akan mendorong usaha lokal seperti apa," kata Geoffrey dalam Konferensi e-Commerce Indonesia, Juli lalu, dikutip dari Antara.

Menurut Thomas Lembong, kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), nilai investor di sektor e-commerce tiap tahun kira-kira mencapai US$2 miliar sampai US$3 miliar atau setara 15 sampai 20 persen dari total investasi yang masuk.

Angka pasti sulit didapat karena banyak pelaku usaha di sektor ini masih belum melaporkan data realisasi investasinya, demikian kata Lembong April lalu.

Baca juga artikel terkait E-COMMERCE atau tulisan lainnya dari Damianus Andreas

tirto.id - Bisnis
Reporter: Damianus Andreas
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Rio Apinino