tirto.id - Konten animasi terus mengalami perkembangan dari masa ke masa. Sejarah perkembangan animasi dunia diduga sudah berlangsung sejak awal abad ke-20 bertepatan dengan populernya film tanpa suara.
Perkembangan konten animasi ini melibatkan berbagai proses penggunaan suara, tampilan, hingga teknologi yang lebih modern.
Saat ini, animasi telah berkembang menjadi bentuk seni yang sangat beragam dan ada di berbagai media, termasuk film, televisi, video game, dan konten internet.
Animasi akan akan terus berkembang seiring dengan berkembangnya inovasi teknologi dan kreativitas seniman. Hal ini membuat animasi menjadi salah satu bentuk seni yang paling memikat dan berpengaruh dalam sejarah dunia hiburan.
Lantas, bagaimana sejarah adanya animasi dan siapa pencipta animasi dunia?
Perkembangan Animasi Dunia
Dilansir dari Britannica, jika ditarik lebih jauh sejarahperkembangan animasi bermula sejak manusia menemukan teknik gambar bergerak menggunakan perangkat sederhana.
Alat yang dimaksud adalah phenakistoscope, yaitu sebuah piringan karton berputar yang bisa menghasilkan ilusi gambar bergerak jika dilihat di depan cermin.
Alat ini diciptakan oleh Joseph Plateau pada 1832 dan dikembangkan oleh Emile Reynaud untuk pertunjukkan di teater pada 1876. Alat ini kemudian dipercaya menjadi tonggak berkembangnya industri perfilman dunia termasuk animasi di dunia.
Terkait siapa pencipta animasi dunia masih belum bisa dipastikan saat ini. Namun, dikutip dari Master Class, banyak sejarawan film berpendapat bahwa orang pertama yang membuat film animasi adalah Émile Cohl pada 1908.
Ia menjadi orang pertama yang memproduksi konten animasi dengan teknik animasi tradisional. Lalu, apa animasi pertama di dunia? Animasi pertama di dunia diciptakan oleh Cohl, yaitu sebuah kartun buatan tangan berjudul Fantasmagorie (1908).
Selanjutnya, film animasi mulai diminati masyarakat dan diproduksi secara masif. Menurut Nina Tri Daniati, dkk. dalam Dasar-Dasar Animasi (2023) berikut ini pembagian era perkembangan animasi di dunia dari masa ke masa:
- Era Film Tanpa Suara (1900-1930)
- Era Keemasan Animasi (1930-1960)
- Era Animasi Televisi (1960-1980)
- Era Animasi Modern (1980-sekarang)
Era Film Tanpa Suara (1900 - 1930)
Sejarah perkembangan animasi juga sudah berlangsung sejak era film tanpa suara atau The Silent Era. Zaman film tanpa suara berlangsung sejak tahun 1900-an.
Selama era ini produk-produk film termasuk film animasi dihadirkan dalam bentuk ekspresif karena tanpa suara.
Salah satu contoh film animasi yang terkenal di era itu adalah Gertie the Dinosaur karya Winsor McCay pada tahun 1914. Film ini menampilkan karakter dinosaurus animasi pertama di dunia.
Film ini memperoleh banyak pujian karena berhasil menciptakan koneksi emosional dengan penonton bahkan tanpa suara.
Contoh film animasi tanpa suara lainnya adalah Steamboat Willie yang dirilis oleh Walt Disney pada 1928. Film ini menampilkan debut karakter ikoniknya, Mickey Mouse.
Film ini digadang-gadang menjadi film suara pertama yang sukses secara komersial dan membuka pintu bagi era keemasan animasi.
Era Keemasan Animasi (1930 - 1960)
Era keemasan animasi atau golden age of animation diperkirakan berlangsung mulai 1930 hingga 1960. Era ini dikenal disebut demikian karena masifnya produksi film animasi di masa itu.
Pada era ini, beberapa perusahaan animasi seperti Disney dan Warner Bros mendominasi pasar film kartun dunia.
Beberapa film Disney yang sukses bahkan berhasil menciptakan karakter ikonik seperti Snow White, Pinocchio, dan Cinderella
Sementara itu, Warner Bros dengan Looney Tunes juga berhasil menciptakan karakter populer seperti Bugs Bunny dan Daffy Duck.
Selama periode ini, teknologi animasi juga terus berkembang. Film animasi yang ada bukan hanya hadir dengan suara dan musikal, tetapi juga tampil dengan warna dan teknik animasi yang lebih canggih.
Era Animasi Televisi (1960 - 1980)
Pada tahun 1960-an, animasi mulai bisa dinikmati lewat program acara televisi seperti The Flintstones dan The Jetsons. Kedua acara televisi animasi itu sama-sama diproduksi oleh Hanna-Barbera Productions.
Ini adalah era di mana animasi menjadi lebih terjangkau dan tersedia untuk audiens rumahan. Selain itu, animasi Jepang atau anime, juga mulai menarik perhatian negara-negara di luar Jepang.
Beberapa contoh film animasi Jepang yang terkenal di era itu termasuk Shonen Ninja Kaze no Fujimaru, Princess Knight, Flying Phantom Ship, hingga Taro the Dragon Boy.
Di era ini juga, film animasi tak hanya dibuat berdasarkan kisah dongeng atau legenda lokal, tetapi juga komik terkenal. Misalnya, pada animasi Peanuts yang populer di tahun 1970-an berasal dari komik strip terkenal karya Charles M. Schulz.
Film animasi ini begitu populer di kalangan pemirsa mancanegara dan menghasilkan tokoh ikonik, seekor anjing cerdik bernama Snoopy.
Era Animasi Modern (1980 - sekarang)
Era animasi modern diperkirakan sudah berlangsung sejak 1980-an hingga hari ini. Era animasi modern ini ditandai dengan penggunaan teknologi canggih dalam membuat animasi seperti CGI.
Selain itu, jenis film animasi yang hadir tidak hanya dalam bentuk 2D saja, tetapi juga 3D, 4D, bahkan realitas virtual (VR).
Penggunaan CGI canggih pada film animasi pertama kali dilakukan oleh Pixar pada 1995 lewat filmnya berjudul Toy Story. Banyak orang menilai bahwa Toy Story membuka pintu bagi produksi animasi yang semakin realistis.
Tak hanya itu, perkembangan teknologi animasi dan cerita juga muncul di serial-serial televisi. Beberapa contoh serial animasi fenomenal di era animasi modern termasuk The Simpsons, Spongebob SquarePants, South Park, dan lain-lain.
Film-film ini tak hanya menghibur dari segi visual. Mereka menggabungkan humor yang cerdas dengan animasi yang beragam dan menarik bagi pemirsa dari berbagai usia.
Begitu pula animasi Jepang yang juga semakin mendunia. Ini menyusul dengan didirikannya Studio Ghibli oleh Hayao Miyazaki dengan film-film animasinya yang memenangkan berbagai penghargaan.
Beberapa contoh film animasi Studio Ghibli termasuk Castle in the Sky, My Neighbor Totoro, Kiki's Delivery Service, Howls Moving Castle, Grave of Fireflies, dan masih banyak lagi.
Editor: Dhita Koesno