Menuju konten utama

Sejarah Jerman Barat dan Jerman Timur serta Reunifikasi pada 1990

Sejarah Jerman Barat dan Jerman Timur serta reunifikasi Jerman pada tahun 1990 berkaitan dengan Perang Dunia II dan Perang Dingin.

Sejarah Jerman Barat dan Jerman Timur serta Reunifikasi pada 1990
Tembok Berlin. foto/istockphoto

tirto.id - Sejarah terbentuknya negara Jerman yang berdiri saat ini tidak terlepas dari peristiwa reunifikasi di tahun 1990. Reunifikasi atau penyatuan Jerman Barat dan Jerman Timur ditandai peleburan negara Republik Demokratik Jerman ke dalam negara Republik Federal Jerman.

Reunifikasi Jerman yang terjadi pada 3 Oktober 1990 itu didasari traktat "2 Plus 4" yang diteken di Moskow pada 12 September 1990. Traktat "2 Plus 4" adalah perjanjian yang disepakati oleh enam negara, yakni Republik Federal Jerman dan Republik Demokratik Jerman serta 4 pemenang Perang Dunia II, yakni AS, Inggris (Britania Raya), Uni Soviet, Prancis.

Sejarah Jerman Barat dan Jerman Timur berdiri memang berkaitan dengan Perang Dunia II. Ketika Nazi Jerman yang dipimpin Adolf Hitler tumbang pada 1945 dan Perang Dunia II berakhir, wilayah Jerman dibagi dan diserahkan kepada 4 negara Sekutu sebagai pemenang perang.

Wilayah Jerman timur diduduki oleh Uni Soviet, Jerman utara oleh Inggris, Jerman selatan menjadi pendudukan Amerika, dan Jerman Barat diserahkan pada Prancis. Traktat "2 Plus 4" dan reunifikasi Jerman pada 1990 secara resmi mengakhiri status pendudukan 4 negara itu.

Sejarah Jerman Barat dan Jerman Timur

Pembagian wilayah Jerman kepada 4 negara tersebut tidak berlangsung lama. Hal ini karena para pemenang Perang Dunia II terbelah menjadi 2 blok besar: kubu Uni Soviet versus kubu AS.

Dikutip dari Germany 1945-1990: A Parallel History (2004) karya Jurgen Weber, pada 23 Mei 1949, berdiri Republik Federal Jerman dengan wilayah di Jerman Barat yang dipengaruhi oleh AS, Inggris, dan Prancis.

Pendirian Republik Federal Jerman tersebut memicu wilayah timur yang dikuasai Soviet melakukan hal serupa. Pada 7 Oktober 1949, berdiri Republik Demokratik Jerman.

Wilayah Jerman kemudian terbelah menjadi dua, baik secara administratif, politik ataupun ideologi. Jerman Barat condong kepada blok AS serta dipengaruhi oleh liberalisme-kapitalisme. Sebaliknya, Jerman Timur memihak pada blok Uni Soviet yang berhaluan komunis. Keberadaan kedua negara baru ini turut memanaskan perang dingin antara blok AS vs Uni Soviet.

Berlin yang secara geografis termasuk wilayah timur Jerman pun ikut terbagi mengikuti pembagian Jerman Timur dan Jerman Barat tersebut. Kota Berlin Barat menjadi ibu kota Jerman Barat, sedang Berlin Timur menjadi wilayah Jerman Timur.

Pemerintahan 2 negara itu berlangsung selama hampir 3 dekade, sebelum akhirnya memutuskan melakukan reunifikasi pada 1990. Selama tiga dekade berdirinya Jerman Barat dan Jerman Timur, terjadi perbedaan sangat kontras dalam perkembangan kedua negara.

Berkat dukungan Amerika Serikat dan Inggris, Jerman Barat berkembang menjadi negara dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Sementara itu, kondisi ekonomi di Jerman Timur yang berada di bawah pengaruh Uni Soviet justru sebaliknya.

Perbedaan taraf ekonomi dan kualitas hidup kedua negara itu pun memicu migrasi besar-besaran penduduk Jerman Timur ke Jerman Barat sejak 1950-an. Migrasi ini pada akhirnya disikapi dengan keras oleh pemerintah Jerman Timur.

Oleh karenanya, tulis Thomas Flemming dan Hagen Koch dalam The Berlin Wall: Division of a City (2014), pada 13 Agustus 1961 pemerintah Blok Timur mulai membangun tembok pembatas antara wilayah Kota Berlin barat dengan Berlin timur. Pembatas ini dikenal sebagai Tembok Berlin.

Pemerintah Blok Timur berdalih tembok pemisah tersebut merupakan upaya melindungi warganya dari pengaruh-pengaruh yang dapat mengganggu berdirinya rezim sosialis Jerman Timur. Namun, tujuan utama pendirian tembok itu sebenarnya adalah mencegah migrasi warga ke Jerman Barat.

Sejarah Runtuhnya Tembok Berlin

Memasuki periode 1970-an, tensi antara blok sosialis Jerman Timur dengan blok liberalis Jerman Barat mulai mengendur. Kanselir Jerman Barat waktu itu, Willy Brandt, mengambil kebijakan untuk memulihkan hubungan diplomatik dengan Jerman Timur.

Namun, meskipun hubungan diplomatik membaik, Jerman Timur tetap mempertahankan kebijakan ketat perihal batas negara. Tembok Berlin sebagai simbol pemisahan Jerman Barat dan Timur juga masih dijaga rapat. Perjalanan dari Jerman Timur ke Jerman Barat pun dipersulit.

Meskipun demikian, keinginan penduduk Jerman Timur untuk pergi ke Jerman Barat tetap tinggi. Mobilisasi warga Jerman Timur ini kian membesar saat Uni Soviet mengalami kemunduran pada dekade 1980-an.

Pada dekade itu, Uni Soviet mengalami kemunduran lantaran korupsi dan perang dingin yang tidak berbuah hasil. Puncaknya, pada 1985, pemimpin Soviet, Mikhail Gorbachev, menerapkan kebijakan politik bernama Glasnost dan Perestroika.

Kebijakan tentang reformasi birokrasi dan keterbukaan informasi itu menjadi awal kejatuhan rezim komunis Uni Soviet. Tak lama kemudian, warga Jerman Timur mulai aktif memprotes rezim pro-Uni Soviet di negaranya dengan menunjukkan ketidakpercayaan publik dan menuntut reformasi.

Situasi politik Jerman Timur memanas saat puluhan ribu warga turun ke jalan menuntut reformasi pemerintahan pada 9 Oktober 1989 di Leipzig. Demonstrasi massa di Leipzig tersebut menular ke Berlin. Hampir 1 juta warga Jerman Timur ikut demonstrasi yang bertajuk Revolusi Alexanderplatz di Berlin pada 4 November 1989.

Desakan masyarakat sipil berbuah keputusan pemerintah Jerman Timur untuk melonggarkan izin bagi warganya yang ingin bepergian ke Jerman Barat. Pada 9 November 1989, Günter Schabowski, juru bicara Politbiro Republik Jerman Timur dari Sozialistische Einheitspartei Deutschlands (SED), membuat konferensi pers terkait kebijakan pelonggaran izin tersebut.

Dalam konferensi pers, Schabowski menjelaskan bahwa penduduk di Jerman Timur diperbolehkan untuk melakukan perjalanan ke Jerman Barat melalui pos-pos tertentu termasuk lewat kota Berlin. Persyaratan dan pengecekan pun ditiadakan.

Kebijakan baru tersebut memicu reaksi besar. Jutaan orang Jerman Timur berbondong-bondong datang menuju perbatasan di Berlin. Meski sempat terjadi cekcok antara massa sipil dan penjaga di pos perbatasan, akhirnya pos penjagaan dibuka.

Banyak massa yang datang memanjat Tembok Berlin dan membongkar beton tembok dengan palu. Peristiwa yang menjadi awal kejatuhan Jerman Timur ini disebut sebagai runtuhnya Tembok Berlin.

Sejarah Runtuhnya Jerman Timur dan Reunifikasi Jerman

Usai runtuhnya Tembok Berlin, Pemimpin Jerman Timur, Erich Honecker dipaksa mundur. Desakan ini membuat Honecker melepas jabatannya pada Oktober 1989 dan diikuti dengan pembentukan parlemen darurat Jerman Timur.

Parlemen darurat kemudian menghelat pemilu terbuka pertama dalam sejarah Jerman Timur pada 18 Maret 1990. Pemilu ini dimenangkan oleh Aliansi untuk Jerman (dalam bahasa Jerman, Allianz für Deutschland) yang disokong oleh gerakan pro-demokrasi.

Parlemen baru yang terpilih pada pemilu 1990 tersebut mendukung dan meratifikasi ide reunifikasi Jerman yang mulai menguat sejak runtuhnya Tembok Berlin.

Keinginan untuk melakukan reunifikasi kemudian direalisasikan melalui perundingan "Empat Plus Dua" yang dilakukan Jerman Barat dan Jerman Timur, beserta 4 negara pemenang Perang Dunia II.

Perundingan "Empat Plus Dua" pertama dilakukan di Ottawa, Kanada pada Februari 1990. Setelah itu, pertemuan lanjutan pada 12 September 1990 di Moskow menyepakati traktat Empat Plus Dua.

Melalui traktat tersebut, Jerman Barat dan Jerman Timur bersepakat untuk bersatu lagi menjadi sebuah negara. Sebulan berselang, Jerman Timur resmi melebur ke Jerman Barat.

Maka, pada 3 Oktober 1990, Republik Demokratik Jerman (Jerman Timur) resmi bubar. Negara ini melebur ke dalam Republik Federal Jerman.

Baca juga artikel terkait SEJARAH NEGARA atau tulisan lainnya dari Rizal Amril Yahya

tirto.id - Pendidikan
Kontributor: Rizal Amril Yahya
Penulis: Rizal Amril Yahya
Editor: Addi M Idhom