tirto.id - Cosmas Batubara wafat pada Kamis (8/8/2019) di Jakarta dalam usia 80 tahun. Sejarah hidupnya melintasi berbagai rezim. Cosmas adalah salah satu aktivis mahasiswa yang turut menumbangkan Orde Lama yang dipimpin Presiden Sukarno, sebelum menjadi politikus sekaligus menteri andalan Orde Baru ala Presiden Soeharto.
Kabar duka meninggalnya Cosmas Batubara diketahui dari salah satu cucu almarhum, Michael Manurung. Dikutip dari Antara, Michael mengabarkan bahwa kakeknya telah berpulang di RSCM Kencana, Jakarta Pusat. Cosmas Batubara wafat setelah berjuang melawan kanker darah dan sempat dirawat hingga ke Jepang.
Dikutip dari buku Apa & Siapa Sejumlah Orang Indonesia (1984), Cosmas Batubara dilahirkan di Purbasaribu, Simalungun, Sumatera Utara, pada 19 September 1938. Ia berasal dari keluarga biasa yang sederhana.
Ayah Cosmas bekerja sebagai mandor konstruksi jalan. Namun, sejak usia 8 tahun, Cosmas sudah menjadi anak yatim karena sang ayah meninggal dunia. Sedari itulah ia kemudian mencoba hidup mandiri, seperti pesan yang ditinggalkan ayahnya sebelum wafat.
Cosmas memulai pendidikan di Sekolah Rakyat (SR) di kampung halamannya, kemudian lanjut ke Sekolah Guru Bawah (SGB). Setelah lulus dari SGB, ia meninggalkan Purbasaribu menuju ibu kota dan meneruskan studi ke Sekolah Guru Atas (SGA) di Jakarta.
Dari sinilah Cosmas mulai menghidupi dirinya sendiri dengan bekerja sebagai guru di SD Strada sembari terus sekolah. Tamat SGA, ia lanjut ke Sekolah Tinggi Publisistik dan lulus. Selanjutnya, Cosmas diterima di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (Fisip UI).
Menumbangkan Orde Lama
Semasa menjadi mahasiswa, Cosmas menjelma sebagai sosok aktivis berpengaruh. Ia tergabung dalam Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) sejak 1962. Organisasi ini punya andil besar dalam perpolitikan nasional terlebih setelah terjadinya Gerakan 30 September 1965.
Karel Steenbrink dalam Catholics in Independent Indonesia 1945-2010 (2015) memaparkan, pada periode itu, Cosmas Batubara adalah Ketua PMKRI dan muncul sebagai salah satu tokoh mahasiswa yang mendorong dibubarkannya Partai Komunis Indonesia (PKI).
Cosmas turut menginisiasi terbentuknya Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia (KAMI) pada 25 Oktober 1965. KAMI merupakan gabungan dari beberapa organisasi, termasuk PMKRI, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), dan sejumlah gerakan lainnya.
Diungkap dalam Pengumpulan Sumber Sejarah Lisan: Gerakan Mahasiswa 1966 dan 1998 (2011) suntingan Erwiza Erman, Cosmas Batubara sangat menghormati Bung Karno, tapi tidak sepakat dengan gagasan Nasakom (Nasionalis, Agama, Komunis) yang digaungkan presiden kala itu.
“Menjelang terjadi G30S/PKI itu kita sudah menduga akan ada suatu gerakan yang tidak sejalan dengan kita, karena kita juga mencium tekanan-tekanan yang dilakukan oleh kelompok komunis di berbagai forum,” kenang Cosmas.
Hingga akhirnya, atas desakan berbagai kalangan, termasuk mahasiswa, pengaruh Sukarno mulai meluruh, sampai kemudian kendali pemerintahan diambil-alih oleh Soeharto, terlebih setelah menerima Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar.
Sosok Andalan Orde Baru
Turut serta dalam mengganyang PKI sekaligus meruntuhkan Orde Lama, Cosmas Batubara pun dilirik oleh Soeharto yang kemudian naik takhta sebagai presiden, begitu pula beberapa tokoh aktivis mahasiswa angkatan ’66 lainnya.
Sejak 1967, Cosmas bergabung dengan Golkar yang nantinya menjadi salah satu kekuatan utama Orde Baru. Ia bahkan terpilih sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Gotong Royong (DPR-GR) dari Fraksi Karya Pembangunan.
Dikutip dari pengantar dalam buku Cosmas Batubara: Sebuah Otobiografi Politik (2007), pria Batak ini berandil penting dalam membesarkan Golkar. Di Pemilu 1971 yang merupakan pemilihan umum pertama Orde Baru, Cosmas berperan besar memenangkan Golkar dengan angka mutlak.
Sejak 29 Maret 1978, Presiden Soeharto menunjuk Cosmas untuk menempati posisi menteri yang baru saja dibentuk, yaitu Menteri Muda Urusan Perumahan Rakyat di Kabinet Pembangunan III. Di kabinet selanjutnya, jabatan ini berganti nama menjadi Menteri Negara Perumahan Rakyat yang juga diemban Cosmas hingga 21 Maret 1988.
Berikutnya, Cosmas Batubara masih bertahan di kabinet, tapi kali ini sebagai Menteri Tenaga Kerja. Ia menuntaskan tugasnya hingga masa jabatannya usai pada 17 Maret 1993. Sebelumnya, tahun 1991, Cosmas terpilih sebagai Presiden International Labour Organization (ILO).
Setelah itu, Cosmas mulai mundur teratur dari panggung politik dan beralih ke ranah bisnis. Dirangkum dari Kontan, Cosmas Batubara adalah Komisaris PT Dharmala Intiland yang kemudian berganti nama menjadi PT Intiland Development. Ia juga duduk sebagai Wakil Komisaris Utama sekaligus Komisaris Independen PT Tunas Ridean.
Cosmas Batubara juga merangkap jabatan sebagai Komisaris Utama PT Multi Bintang Indonesia sejak 1998, selain tercatat pula pernah menduduki berbagai jabatan di sejumlah perusahaan lainnya.
Di antaranya sebagai Komisaris PT Ciputra Development, Komisaris PT Metropolitan Kentjana, Direktur Utama PT Agung Podomoro Land, Komisaris Utama PT Sunter Agung, Komisaris Utama PT Alam Hijau Teduh, Komisaris PT Jakarta Relaty, Komisaris PT Indofica, Komisaris Utama PT Mandiri Eka Abadi, Komisaris Utama PT Jaya Lestari Persada, dan lain-lain.
Selain itu, hingga wafatnya, Cosmas Batubara juga menjabat sebagai rektor di Podomoro University yang didirikan oleh Yayasan Pendidikan Agung Podomoro. Salah satu perguruan tinggi di Jakarta ini menjadi bagian dari Agung Podomoro Group bekerja sama dengan Babson Global Inc. Amerika Serikat.
Kesehatan Cosmas Batubara mulai melemah saat ia diketahui mengidap salah satu jenis kanker darah. Sempat dirawat intensif di salah satu rumah sakit di Jepang, namun Cosmas kemudian menginginkan pulang ke tanah air.
Hingga akhirnya, mantan aktivis sekaligus politikus andalan Orde Baru ini wafat di Jakarta pada 8 Agustus 2019 kemarin, meninggalkan istri bernama RA Cypriana Hadiwijono serta anak-anak dan cucu-cucunya. Jenazah Cosmas Batubara akan dikebumikan di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan.
Penulis: Iswara N Raditya & Rachma Dania
Editor: Abdul Aziz