tirto.id - Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan, berencana untuk membentuk satuan tugas (satgas) guna mengatasi barang impor ilegal. Langkah tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut pertemuan dengan sejumlah asosiasi Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) yang rata-rata mengeluhkan banyaknya barang-barang ilegal.
Pria yang akrab disapa Zulhas itu mengatakan, pembentukan satgas nantinya untuk mengecek pemasaran barang-barang impor ilegal di pasaran. Pembentukan Satgas nantinya akan melibatkan lembaga perlindungan konsumen, sejumlah asosiasi hingga penegakan hukum.
"Jadi, keluhannya rata-rata banyak barang-barang yang ilegal, tentu tindak lanjutnya kita akan bikin bareng-bareng sama asosiasi untuk buat satgas," ujar Zulkifli di sela Rapat Kerja dengan Komisi VI DPR RI di Jakarta, Senin (8/7/2024).
Kendati begitu, Zulhas enggan merinci kapan waktu pembentukan satgas tersebut. Alasannya karena masih akan dilakukan rapat lanjutan dengan akan mengundang pemangku kepentingan terkait mengenai hal tersebut.
"Baru tadi kita rapat, besok masih ada lanjutan lagi, saya juga mengundang Kadin, mengundang Hipmi, asosiasi-asosiasi lainnya kita undang dulu. Tapi benang merah kesepakatan mereka sebetulnya yang menghancurkan itu barang-barang ilegal," tutur Zulhas.
Sekretaris Jenderal Hippindo, Haryanto Pratantara, menjelaskan pihaknya memang menginginkan adanya pembentukan satgas. Langkah tersebut perlu dilakukan untuk melakukan pencegahan penyelundupan barang ilegal di pelabuhan jalur tikus, maupun pelabuhan resmi, serta menerapkan penegakan hukum terhadap pihak pemerintah yang turut melakukan pelolosan produk impor ilegal ke pasar domestik.
Pembentukan satgas barang impor ilegal ini disambut baik oleh Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Nusantara (KSPN), Ristadi. Hanya saja, Ristadi mendorong pelaksanaan satgas harus betul-betul dilakukan secara serius dan tidak hanya sekali gebrakan. Satgas harus berani menindak ilegal-ilegal impor besar, bukan hanya yang kecil-kecil saja.
“Berani tindak ilegal-ilegal impor yang kakap bukan yang kecil saja, law enforcement bagus. Maka barang-barang ilegal akan berkurang di pasaran dan lambat laun akan diisi oleh barang-barang produsen dalam negeri,” ujar dia kepada Tirto, Selasa (9/7/2024).
Menurut Ristadi, jika pemerintah serius dan berani melakukan itu, maka aktivitas produksi di Tanah Air akan menggeliat. Pada gilirannya pabrik-pabrik bisa beroperasi kembali dan menghindari Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Pengamat ekonomi dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Solo, Ernoiz Antriyandarti, melihat pembentukan satgas barang impor ilegal memang bisa menjadi salah satu solusi. Akan tetapi sangat mungkin efeknya hanya sementara dan insidentil.
“Untuk mengatasi impor ilegal, yang diperlukan adalah sistem yang berkelanjutan. Sistem yang efektif menutup semua celah masuknya barang impor ilegal,” ujar wanita akrab disapa Riris tersebut kepada Tirto, Selasa (9/7/2024).
Untuk menerapkan sistem berkelanjutan tersebut, diakui Riris memang akan sulit dan complicated, tetapi bukan mustahil untuk mewujudkannya jika semua pihak yang berkaitan serius memberantas barang impor ilegal. Terlebih masuknya barang impor impor ilegal tidak hanya merugikan industri dalam negeri, tetapi juga merugikan negara.
“Pendapatan negara menurun karena pajak dan bea masuk yang seharusnya diterima, hilang begitu saja. masuk ke kas negara. Rentetan dampak impor ilegal adalah pembangunan ekonomi menjadi terhambat,” terang dia.
Bukan Langkah Baru
Direktur Kebijakan Publik Center of Economic and Law Studies (Celios), Media Wahyudi Askar, mengatakan pembentukan satgas barang impor ilegal bukanlah langkah baru. Pasalnya, inisiatif serupa telah sering dilakukan sebelumnya. Tanpa adanya satgas pun, kata dia, pemerintah sebenarnya telah memiliki sumber daya yang memadai untuk menindaklanjuti barang impor ilegal.
“Pemerintah kan sudah memiliki berbagai tim di lapangan, termasuk bea cukai, kepolisian, dan instansi terkait lainnya, yang bertugas mengawasi dan menindak pelanggaran impor ilegal,” kata Media kepada Tirto, Selasa (9/7/2024).
Namun, masalah utamanya memang sering kali terletak pada koordinasi antar instansi dan implementasi di lapangan. Pemerintah juga seharusnya, kata Media, sudah tahu korupsi di antara petugas lapangan dan kepentingan tertentu sering menjadi penghambat utama dalam penegakan hukum terkait impor ilegal.
“Satgas malah bisa menjadi tambahan birokrasi yang tidak menyelesaikan akar masalah,” ujar dia.
Alih-alih menyelesaikan, satgas ini justru seolah menjadi ‘jalan buntu’ pemerintah untuk mengatasi permasalahan terjadi di lapangan. Pembentukan satgas atau tim yang bersifat ad hoc belakangan dilakukan pemerintah untuk pelbagai persoalan. Tapi apakah ini akan efektif? Belum tentu juga. Karena ini akan sangat tergantung dengan satgas itu sendiri dan akar permasalahan yang terjadi.
Lihat saja, pembentukan Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih Negara Dana BLBI (Satgas BLBI) beberapa tahun lalu. Sejak 2021 dibentuk, Satgas BLBI hanya berhasil menyelamatkan aset BLBI Rp30,2 triliun, jauh dari target Rp110,45 triliun. Padahal masa kerja satgas akan berakhir pada 31 Desember 2024.
Tetapi, karena masih banyak hak obligor dan debitur yang belum diselesaikan, pemerintah akhirnya sedang menyiapkan rancangan Peraturan Presiden (Perpres) sebagai dasar perpanjangan masa kerja satgas BLBI.
Selain diamanatkan untuk menuntaskan piutang negara yang masih belum kembali, Satgas BLBI juga diminta untuk melengkapi ketentuan Pasal 26 Ayat 6 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2022 tentang tentang Pengurusan Piutang Negara oleh Panitia Urusan Piutang Negara. Di mana melalui peraturan ini Satgas diminta untuk segera memanfaatkan dan mendayagunakan aset yang dikuasai BLBI agar bernilai ekonomi.
Bukan hanya BLBI, pembentukan satgas judi online (judol) juga tidak tidak menyentuh akar masalah. Karena lewat satgas judol, pemerintah hanya berfokus pada pencegahan dan pemulihan masyarakat yang kecanduan judi online.
Wajar menjadi sebuah keraguan sejumlah pihak soal keseriusan satgas memberantas masalah hulu judi online. Pasalnya pemerintah selalu berfokus pada pembenahan di hilir dalam menangani masalah judi online, seperti melakukan pemblokiran situs atau rekening. Penindakan hukum yang diambil pun dirasa perlu lebih dimaksimalkan agar tidak cuma menyasar aktor apalagi penjudi dari kalangan masyarakat.
Dari beberapa kasus di atas, tentu pembentukan satgas dalam hal membatasi barang impor ilegal malah menjadi tambahan birokrasi yang tidak menyelesaikan akar masalah. Padahal, kata Media, yang harus dilakukan adalah reformasi internal Kementerian Perdagangan, mengoptimalkan pengawasan internal di berbagai instansi terkait dan memperkuat mekanisme audit untuk memastikan kepatuhan dan transparansi.
“Pada saat yang sama, butuh penguatan kerjasama dengan negara-negara tetangga dan organisasi internasional untuk mengidentifikasi dan mencegah masuknya barang impor ilegal melalui jalur lintas batas,” pungkas Media.
Di luar itu, Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah, mengatakan dengan adanya satgas minimal asosiasi bisa memberikan masukan yang lebih cepat dan tepat kepada pemerintah. Karena di dalam satgas sendiri akan terdiri dari asosiasi, sehingga bisa memberikan contoh ataupun informasi di dalam tim.
“Dan menurut kami satgas itu mempunyai target. Dan itu yang kita harapkan dapat membantu pemerintahan dalam percepatan penyelesaian satu masalah,” pungkas dia kepada Tirto, Selasa (9/7/2024).
Penulis: Dwi Aditya Putra
Editor: Anggun P Situmorang