Menuju konten utama
Revisi UU Terorisme

RUU Terorisme Versi Pemerintah Dinilai Belum Akomodir HAM

Panja revisi UU Terorisme menilai, draf yang diajukan pemerintah masih belum mengakomodir berbagai hal yang selama ini dinilai krusial dalam penanganan terorisme, seperti soal pelanggaran hak asasi manusia (HAM), hak korban terorisme, dan kejahatan terorisme di dunia maya.

RUU Terorisme Versi Pemerintah Dinilai Belum Akomodir HAM
Ilustrasi. Polisi berjaga-jaga saat dilakukan penggeledahan sebuah kios telepon genggam sebagai tindak lanjut dari penangkapan dua tersangka terduga teroris di Sangkrah, Pasarkliwon, Solo, Jawa Tengah, Kamis (13/8). Antara foto/Maulana Surya.

tirto.id - Usulan draf revisi Undang-Undang Terorisme yang diajukan pemerintah dinilai belum mengakomodir beberapa hal, salah satunya perlindungan hak asasi manusia (HAM). Pasalnya, dalam banyak kasus, selama ini pelanggaran HAM menjadi isu yang sangat krusial.

Pernyataan itu ditegaskan Ketua Panitia Kerja (Panja) revisi Undang-Undang Nomor 15 tahun 2003 tentang Pemberantasan Terorisme, M. Syafi'i. “Ada banyak yang belum terakomodir, misalnya siapa yang disebut teroris, ini menjadi bias,” ujarnya, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (25/5/2016).

Menurut Syafi'i, dalam banyak kasus pemberantasan terorisme, banyak orang yang ditangkap dan mendapatkan kekerasan dari aparat. Bahkan, lanjut Syafi'i, data Komnas HAM menunjukkan bahwa ada lebih dari 120 orang tewas sebelum terbukti sebagai teroris bahkan identitasnya ada yang anonim.

“Karena itu kami menilai perlu kejelasan (siapa yang disebut teroris dan perlindungan HAM terduga teroris),” kata dia.

Politikus Partai Gerindra itu menekankan bagaimana penegakan HAM bagi mereka yang ditangkap mulai proses penangkapannya hingga pengadilan termasuk perlindungan terhadap aparat dalam menjalankan tugasnya.

Selain itu, menurut dia, terhadap korban, perlu diperjelas siapa yang menanggung risiko sebelum ada kompensasi dan siapa yang menetapkan seseorang disebut korban. “Lalu siapa yang akan eksekusi terhadap hak-hak seorang sebagai korban," katanya.

Syafi'i mengatakan, Panja Revisi UU Terorisme juga menyoroti mengenai transparansi program termasuk pemberian dana bagi keluarga terduga teroris yang tewas dalam proses penangkapan.

Dia menekankan, harus ada nomenklatur yang jelas dalam pemberian dana itu karena harus dipertanggungjawabkan sumber dananya. “Maka kami menilai perlu dewan pengawas sehingga ada yang mengawasi terkait operasional dan audit,” kata dia.

Menurut dia, perlu penanganan yang profesional untuk menghindari penyelewengan keuangan dari aparat dalam upaya pemberantasan korupsi.

Selain itu, menurut dia, belum diatur terkait kejahatan siber dalam dunia terorisme, karena aliran dana teroris bisa dari mana saja dan siapa pun. (ANT)

Baca juga artikel terkait TERORIS

tirto.id - Hukum
Sumber: Antara
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz