tirto.id - Kunjungan Raja Salman ke Indonesia dalam sembilan hari justru membuktikan adanya corak keber-Islam-an yang berbeda kepada dunia. Raja Salman menunjukkan fakta lain tentang Arab Saudi yang selama ini dikenal ortodok dan konvensional kepada rakyat Indonesia. Melalui kunjungan kenegaraannya ia menunjukkan sikap Islam yang moderat.
Presiden Joko Widodo merasakan betapa kemesraan yang diberikan Raja Salman kepadanya merupakan bentuk persahabatan erat antara sesama negara mayoritas Muslim.
"Saya menuruni tangga Istana Bogor bersama Raja Salman bin Abdulaziz seusai penganugerahan Tanda Kehormatan Bintang Republik Indonesia Adipurna. Tanda kehormatan ini atas jasa Raja Salman yang luar biasa dalam membangun dan memelihara hubungan baik kedua negara," tulis Presiden Jokowi dalam akun Facebook resminya, seperti dilansir dari Antara, Jumat (3/3/2017).
Di mata Jokowi, Raja Salman telah menunjukkan keIslaman yang saling bersahabat tanpa memandang asal muasal. Ia menggenggam erat tangan Presiden Jokowi, pemimpin sebuah negara yang begitu penuh keberagaman.
"Pada genggaman erat Raja Salman bin Abdulaziz terasa benar adanya kehangatan, kepercayaan dan kedekatan antara Kerajaan Arab Saudi dan Indonesia: hubungan antarbangsa yang telah melampaui berabad-abad masa," kata Presiden Jokowi.
Sebagai penjaga dua kota suci, Mekah dan Madinah, Raja Arab Saudi Salman bin Abdul Aziz Al-Saud layak ditempatkan sebagai salah satu pemimpin paling berpengaruh di dunia.
Raja yang bergaris keturunan Wangsa Saud itu menjadi Raja Arab Saudi ketujuh setelah pendahulunya Raja Abdullah wafat pada 2015. Ia kemudian memimpin Arab Saudi yang selama ini menjadi poros Islam Sunni dan selalu dianggap memiliki iklim kebebasan beragama yang sangat terbatas.
Kunjungan Raja Salman ke Indonesia juga membuka penilaian yang mengejutkan tentang Islam. Raja yang lama menjabat sebagai Gubernur Provinsi Ryadh itu bahkan tetap mau bersalaman dengan perempuan yang bukan muhrim.
Ia tertangkap kamera bersalaman dengan sejumlah menteri perempuan di antaranya Puan Maharani, Retno Marsudi, dan Nila Moeloek.
Dengan demikian, ia menunjukkan betapa Islam adalah agama yang teduh, penuh, persahabatan, dan jauh dari keinginan untuk mencari konflik.
Raja yang berusia 81 tahun itu menunjukkan keberIslamannya yang teduh sekaligus menunjukkan pada dunia tentang Islam yang moderat. Dalam keluarganya misalnya ada putri Raja yang tidak mengenakan hijab sebagaimana perempuan Arab pada umumnya.
Ia berkali-kali meminta bertemu dengan cucu Bung Karno sekaligus menyatakan keinginannya untuk bersahabat lebih dekat dengan Indonesia. Hal itu dinyatakannya setelah jamuan makan siang di Istana Kepresidenan Bogor.
"Semoga kunjungan ini dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan hubungan kedua negara kita di berbagai bidang, dan dapat mencapai harapan dan keinginan kedua bangsa kita yang bersahabat," kata Raja Salman.
Salman yang pernah menjabat sebagai Menteri Pertahanan Arab Saudi pada 2011 itu juga memberikan bantuan beasiswa kepada masyarakat Indonesia tanpa syarat agama.
Penerimaan pada pluralisme Raja Salman juga tampak dalam beberapa hal di antaranya pada tulisan "God Bless You" disertai aksara Arab di atasya pada badan pesawat kerajaan, menjadi arti bahkan Raja Arab Saudi pun punya toleransi besar bahkan untuk menggunakan bahasa Inggris.
Apalagi GBU selama ini dikenal lebih banyak digunakan oleh kaum Nasrani sebagai ucapan salam penutup.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin mengatakan, Islam moderat adalah Islam yang tetap menjalankan tauhid, namun dalam praktiknya tetap toleran. Bahkan, Islam yang moderat pun harus mampu hidup berdampingan dengan damai bersama umat lainnya, tidak hanya di Indonesia namun juga belahan dunia.
"Islam yang moderat mempertahankan ketauhidan, namun tetap toleransi. Karena Indonesia begitu heterogen, beragam suku, agama dan budaya," kata Lukman.
Moderat sekaligus mengandung makna yang obyektif, tidak ekstrim, dibangun atas dasar pola pikir yang lurus dan berada di tengah atas sesuatu.
Pada praktiknya kemudian, Islam sebagai satu sistem ajaran dan nilai, sepanjang sejarahnya, memang tidak menafikan kemungkinan mengambil istilah-istilah asing untuk diadopsi menjadi istilah baru dalam khazanah ke-Islam-an.
Maka kunjungan Raja Salman pun sangat diharapkan mampu membuka khazanah dan pemahaman tentang Islam yang merupakan rahmat bagi lingkungan.
Penulis: Mutaya Saroh
Editor: Mutaya Saroh