Menuju konten utama

Rahasia di Balik Kekinian Zara

Perusahaan retail pakaian seperti Zara memiliki strategi khusus untuk memenangkan persaingan di pasar yang ketat. Zara di bawah kendali Ortega telah menjadi perusahaan yang menggurita di penjuru dunia, berkat resep kekinian yang diterapkannya.

Rahasia di Balik Kekinian Zara
Zara di pusat perbelanjaan Hong Kong. Zara adalah pakaian dan aksesoris Spanyol yang berbasis di Arteixo, Galicia. [Foto/Shutterstock]

tirto.id - Kaum urban penggila belanja barangkali mengalami sensasi kebingungan kala melewati gerai Zara. Para penggila belanja perlu berhenti sejenak atau perlu mundur selangkah-dua langkah untuk menengok kembali ke toko Zara. Kemudian muncul perasaan kagum, bagaimana gerai-gerai Zara langsung menyediakan baju-baju yang seminggu sebelumnya sempat dipakai oleh para model di atas catwalk?

Jawabannya ada di Artexio, kota kecil di barat laut Spanyol dekat Samudera Atlantik, yang dikelilingi oleh perkampungan nelayan. Sebuah bangunan besar yang didominasi oleh kaca di pusat Kota Artexio menjadi markas Zara. The Cube, sebuah nama yang disematkan untuk kantor Zara. Di dalamnya ada kesibukan para desainer dan pembuat fashion terkemuka. Dari tangan dan ide kreatif mereka lah kesuksesan Zara tak terbendung hingga kini.

Zara dikenal sebagai sebuah perusahaan baju dan aksesoris untuk kaum adam dan hawa yang sejak dua dekade belakangan telah sukses memperkenalkan “fast fashion”, sebuah konsep yang menjadi studi dari Nelson Fraiman, seorang profesor di Columbia Business School. Pada 2010, Nelson menulis sebuah kajian tentang bagaimana Zara mengelola rantai pasokan seantero dunia.

Nelson mula-mula mengilustrasikan kondisi perusahaan lain yang mendistribusikan pakaiannya ke seluruh dunia. Sebanyak 40-60 persen rancangan baju sudah disiapkan enam bulan sebelum musim pemasaran tiba. Saat musim benar-benar telah tiba, rancangan baju sudah mencapai 80 persen, artinya kurang lebih sejumlah itulah baju yang telah diproduksi dan siap dipasarkan,

Strategi ini memiliki kelebihan, yakni perusahaan bisa berfokus antara proses produksi dan proses distribusi, terlebih bagi perusahaan yang tak memiliki pabrik sendiri, sehingga pasokan baju mesti diselesaikan di awal dan tepat waktu. Kelebihan lainnya adalah bisa menakar harga dengan lebih pasti sebab tak perlu mengeluarkan biaya ekstra bagi produksi baju yang buru-buru harus selesai.

Namun, strategi semacam itu menurut Nelson memiliki kekurangan yang cukup fatal. Perusahaan memang telah membentengi diri dengan persiapan pasokan yang cukup di awal musim, tetapi yang terjadi setelahnya bagaikan pertaruhan.

Persoalan bisa muncul, ketika baju yang diproduksi tidak klop dengan selera pasar. Hasilnya adalah segunung stok baju di gudang yang tak laku dijual. Agar tidak semakin rugi, maka terpaksa memotong harga yang penting bisa balik modal. Tentu perusahaan sekaliber Zara tak ingin mengalami hal buruk semacam itu.

Infografik Zara

Gerak Cepat dan Tanggap

Zara selalu mempersiapkan rancangan baju-bajunya hanya 15-20 persen pada enam bulan sebelum musim pemasaran tiba. Di awal musim mereka hanya menyelesaikan 50 persen dari rancangan tersebut. Saat musim yang ditunggu-tunggu telah tiba, mereka baru menerapkan konsep “fast fashion” yakni memproduksi baju secara cepat sesuai dengan tren yang sedang diminati oleh pasar.

Zara paham bahwa tren dalam satu musim tak kaku, melainkan fleksibel. Penerapan strategi ini memerlukan kecermatan melihat situasi dari para pembuat kebijakan dan sesegera diteruskan ke ruang produksi untuk dieksekusi. Jika ada tren baru, para desainer bergerak cepat untuk membuat rancangannya, diproduksi dengan cermat, lalu didistribusikan ke gerai-gerai Zara di seluruh dunia.

Kemampuan ini membuat Zara istimewa dan selalu memuaskan para konsumennya yang gila terhadap tren. Kekhasan ini sekaligus memberi penjelasan mengapa baju-baju yang dipamerkan di sebuah pagelaran busana akan hadir di gerai Zara dalam waktu singkat. Zara mampu menghasilkan produk baru dan sampai di gerainya dalam waktu 15 hari saja. Bandingkan dengan perusahaan lain yang rata-rata memerlukan waktu hingga 6 bulan.

Zara memiliki jaringan distribusi yang kuat dan bisa diandalkan. Ia bisa mengantarkan barang-barang dari pusat markasnya ke seluruh gerai Zara di penjuru Eropa hanya butuh waktu 24 jam saja. Sedangkan untuk gerai di kawasan Amerika Utara atau Asia bisa dicapai kurang dari 40 jam. Intinya, Zara selalu bisa diandalkan untuk urusan fashion yang kekinian.

Disiplin terhadap ketepatan waktu antar ke gerai-gerai Zara, membuat konsumen sudah hafal jam berapa gerai Zara memiliki stok produk pakaian terbaru. Produk terbaru Zara datang ke gerai tiap dua kali dalam seminggu. Kurang lebih ada 10.000 desain baru setiap tahunnya. Jumlah ini bisa berkurang atau bertambah sesuai dengan tren yang beredar dan sedang dinikmati oleh konsumen.

Dengan strategi super tanggap ini, Zara juga berani mematok harga produknya tanpa diskon. Zara meraup hingga 85 persen dari harga penuh produknya. Bandingkan dengan perusahaan lain yang hanya berkisar di angka 60-70 persen.

Pergantian yang cepat dari pakaian yang dikeluarkan Zara membuat efek eksklusif. Bagi yang telat membeli, maka stok langsung habis. Biasanya hanya menyisakan 10 persennya saja. Sementara perusahaan lain bisa tersisa 17-20 persen, yang berujung pada diskon harga.

Bermodal strategi yang unik dan disiplin, Zara menjadi merek pakaian tersukses di dunia. Nilai merek Zara dihargai 10,7 miliar dolar AS per Mei 2016. Hingga kini, ada 2.100 gerai Zara di seluruh dunia, yang menjamah kurang lebih 86 negara. Pada 2105, Zara telah menambah 77 gerai baru termasuk di Australia Kota-kota besar di Amerika Serikat seperti Los Angeles, New York, San Diego, Houston, dan Las Vegas juga disambangi Zara.

Di Balik Zara

Orang di balik kesuksesan Zara tak lain adalah sang pendiri, Amancio Ortega dan Rosalia Mera, yang mendirikan Zara pada 1975 silam. Zara kemudian berada di bawah bendera Inditex yang juga membawahi sejumlah merek ternama seperti Massimo Dutti, Pull and Bear, Oysho, Uterque, Stradivarius, dan Bershaka. Zara jadi mereka yang mendatangkan keuntungan paling besar, kontribusinya mencapai 66 persen dari 20,7 miliar dolar AS 2012 atau senilai 13,6 miliar dolar AS.

Revolusi strategi produksi dan distribusi ala Zara telah dimulai Ortega sejak era 1980-an. Ia mulai mengubah desain, manufaktur dan proses distribusi untuk mengurangi jeda pengiriman dari waktu pemesanan. Ortega juga peka terhadap tren baru dalam cara yang lebih cepat.

Terobosan ini telah membuat Zara yang awalnya dari sebuah toko kecil di pusat Kota A Coruna, Galicia, Spanyol menggurita ke penjuru dunia. Zara mulai dikenal sebagai rujukan bagi orang-orang yang mencari baju sesuai kekinian.

Pada 1980-an, perusahaan Ortega mulai melakukan ekspansi internasional melalui Porto, Portugal. Pada 1989 mereka memasuki Amerika Serikat dan Perancis pada 1990. Gerai Zara paling banyak berada di Spanyol mencakup 329 gerai dan Prancis 114 gerai. Sementara di Indonesia, Zara hanya ada 13 toko, dimana yang terbanyak berada di mal-mal Jakarta dan sisanya ada di Bandung, Surabaya, dan Bali. Ekspansi yang masif membuat keuntungan bagi sang pemilik Zara. Menurut laman Forbes, per 19 Oktober 2016 kekayaan Ortega mencapai 76 miliar dolar AS dan menempatkannya sebagai miliarder terkaya di dunia setelah Bill Gates.

Kenyataan ini telah membuat Direktur Louis Vuitton Fashion, Daniel Piette menyebut Zara sebagai peritel yang paling inovatif dan sangat efektif di dunia saat ini. Itu semua diraih dari sebuah kerja keras seorang Ortega.

Baca juga artikel terkait FASHION atau tulisan lainnya dari Akhmad Muawal Hasan

tirto.id - Gaya hidup
Reporter: Akhmad Muawal Hasan
Penulis: Akhmad Muawal Hasan
Editor: Suhendra