tirto.id - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) menyatakan, putusan Mahkamah Konstitusi yang mengabulkan permohonan uji materi sejumlah pasal dalam UU Administrasi Kependudukan (Adminduk) perlu ditindaklanjuti dengan perbaikan sistem kependudukan dan catatan sipil (Dukcapil) oleh Kemendagri.
Komisioner Komnas HAM, Sandrayati Moniaga menyatakan, tanpa perbaikan sistem dukcapil tersebut, maka mustahil diskriminasi yang selama ini dialami oleh para penghayat kepercayaan dapat diantisipasi.
Karena itu, Sandrayati mendesak agar Direktur Jenderal (Ditjen) Dukcapil Kemendagri segera menyusun sistem pembaruan yang disesuaikan dengan penerapan Kartu Tanda Kependudukan Elektronik (e-KTP). Sebab dengan sistem e-KTP, semua data yang dibutuhkan harus tersedia secara online.
“Jangan sampai nanti penghayat kepercayaan mendaftar e-KTP, tapi di kolom agama pilihannya masih enam agama saja yang ada,” kata Sandrayati saat dihubungi Tirto, Rabu (8/11/2017).
Tak hanya itu, Sandrayati menyatakan, data Dukcapil tersebut juga berpengaruh terhadap data-data lainnya, seperti akta kelahiran dan buku nikah. Untuk menyesuaikan dengan sejumlah dokumen tersebut, maka sistem Dukcapil harus segera diperbarui agar sesuai dengan putusan Mahkamah Konstitusi.
“Diskriminasi yang kerap terjadi adalah perkara pernikahan dan status agama anak, jadi ini penting untuk disegerakan,” kata Sandrayati menekankan.
Baca juga:
Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, pihaknya akan melaksanakan keputusan MK soal sejumlah pasal dalam UU Adminduk yang dinilai diskriminatif tersebut. Namun, Kemendagri butuh waktu untuk melakukan pendataan terlebih dahulu.“Kemendagri melalui Ditjen Dukcapil akan memasukan kepercayaan tersebut ke dalam sistem administrasi kependudukan,” kata Tjahjo dalam rilis pers yang diterima Tirto, Selasa kemarin.
Untuk mendapatkan data kepercayaan yang ada di Indonesia, Tjahjo menyatakan, Kemendagri akan berkoordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
“Setelah data kepercayaan kami peroleh, Kemendagri memperbaiki aplikasi SIAK dan database serta melakukan sosialisasi ke seluruh Indonesia atau 514 kabupaten/ kota,” kata Tjahjo.
Selain itu, Tjahjo juga akan mengajukan usulan perubahan kedua atas UU Administrasi Kependudukan untuk mengakomodasi putusan MK yang dimaksud.
Perlu Revisi UU Adminduk?
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR, Zainuddin Amali mengatakan, pihaknya akan melakukan revisi terhadap UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan. Sebab, putusan MK yang mengikat tersebut tidak dapat dilakukan tanpa melalui revisi UU.
“Kalau tidak direvisi bagaimana mau melaksanakan putusan itu sehingga harus ada panduan undang-undangnya, karena undang-undang sekarang tidak memungkinkan,” kata Amali, seperti dikutip Antara, Rabu (8/11/2017).
Pernyataan Amali ini sebagai respons atas putusan MK yang mengabulkan permohonan uji materi para pemohon terkait Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU No 23 tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) yang dinilai diskriminatif terhadap penghayat kepercayaan.
Hakim Mahkamah yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat menilai, kata “agama” yang ada pada Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Adminduk tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk kepercayaan.
Majelis hakim juga menyatakan Pasal 61 ayat (2) dan 64 ayat (5) bertentangan dengan UUD45 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Baca juga:
- UU Adminduk Diskriminatif Bagi Penganut Aliran Kepercayaan
- Tetua Baduy Minta Sunda Wiwitan Ada di Kolom Agama E-KTP
Dia mengatakan rapat tersebut akan diadakan setelah masa reses selesai akan ditanyakan bagaimana cara Kemendagri menindaklanjuti putusan MK tersebut.
Namun demikian, Sandrayati mengatakan, untuk melaksanakan putusan MK tersebut, Ditjen Dukcapil dan Kemendagri tidak perlu menunggu adanya revisi UU Adminduk terlebih dahulu. Sandrayati beralasan, putusan MK sudah bisa menjadi landasan hukum yang berlaku.
“Seperti putusan MK [soal] hutan adat, itu kan tidak perlu menunggu ada revisi undang-undangnya,” kata Sandrayati.
Dalam konteks ini, Sandrayati mengatakan, Komnas HAM sangat mengapresiasi keputusan MK yang membatalkan sejumlah pasal UU Adminduk yang dinilai diskriminatif, sehingga dengan putusan tersebut penghayat kepercayaan dapat mencantumkan aliran mereka di kolom agama e-KTP.
“Kami menganggap keputusan MK tersebut sebagai langkah yang maju dalam menghapus diskriminasi pada penghayat kepercayaan,” kata Sandrayati.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz