tirto.id - Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas menganggap Presiden Jokowi selama ini tidak mengindahkan sopan santun saat ketika mengambil keputusan atau kebijakan di bidang korupsi.
Direktur Pusako Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan setidaknya ada lima poin yang mengindikasikan Presiden tidak mengindahkan sopan santun tersebut. Pertama, partisipasi publik tidak dilibatkan dalam pembuatan revisi UU KPK.
"Bahkan KPK yang konon dianggap sebagai lembaga eksekutif juga tidak dilibatkan dalam pembahasan. Jika presiden memang sopan santun, seharusnya KPK dilibatkan," kata Feri dalam acara diskusi di Kantor ICW, Jakarta Selatan, pada Minggu (3/10/2019).
Kedua, Jokowi menyetujui revisi UU KPK, meski dalam pengesahannya di DPR diketahui tidak memenuhi syarat kuorum. Untuk diketahui, anggota yang hadir saat pengesahan revisi UU KPK di DPR tidak kuorum atau memenuhi absen minimal.
"Perhitungan kuorum harusnya kuorum 50 persen [dari jumlah anggota DPR] +1 orang. Namun, yang hadir hanya 107 orang. Sopan enggak presiden membiarkan ini semua?," tutur Feri.
Ketiga, Presiden membatalkan rencana bertemu dengan sejumlah pakar di bidang hukum untuk membahas pembuatan Perppu KPK secara mendadak.
Keempat, Presiden mengabaikan lima nyawa yang hilang dalam aksi #ReformasiDikorupsi di mana salah satu tuntutannya adalah membatalkan revisi UU KPK yang ada. Lima orang tersebut adalah Maulana Suryadi (23), Akbar Alamsyah (19), Bagus Putra Mahendra (15), Immawan Randi, dan Muhammad Yusuf Kardawi (19).
"Saya tidak melihat ada sopan santun terhadap nyawa anak bangsa," tegas Feri.
Terakhir, adalah soal revisi UU KPK yang telah disahkan. Dalam Pasal 69 a UU KPK disebutkan bahwa presiden sebagai satu-satunya orang yang dapat menunjuk dan melantik dewan pengawas. Namun, dalam pembentukan dewan pengawas periode selanjutnya, perlu ada panitia seleksi yang memiliki.
"Sementara presiden berikutnya harus melewati pansel. Harusnya malu dong," pungkasnya.
Presiden sebelumnya menegaskan tidak akan mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait UU No. 19 tahun 2019 mengenai Perubahan UU KPK.
"Kami melihat bahwa sekarang ini masih ada proses uji materi di MK (Mahkamah Konstitusi). Kita harus menghargai proses-proses seperti itu. Jangan ada, orang yang masih berproses, uji materi kemudian langsung ditimpa dengan sebuah keputusan yang lain," kata Jokowi dikutip dari Antara.
Saat ini setidaknya sudah ada tiga pihak yang mengajukan uji materi ke MK terkait UU No. 19 tahun 2019 yang telah menjalani sidang di MK.
"Saya kira kita harus tahu sopan santun dalam bertatakenegaraan," tambah Presiden.
Para penggugat UU No. 19 tahun 2019 yakni 25 advokat yang juga berstatus sebagai mahasiswa pascasarjana Universitas Islam As Syafi'iyah dan 18 mahasiswa gabungan sejumlah universitas di Indonesia serta seorang advokat bernama Gregorius Yonathan Deowikaputra yang mengajukan uji materil dan formil atas UU KPK ke MK.
Dalam permohonanya, pemohon tidak hanya mengajukan uji formil atas UU KPK hasil revisi, tetapi juga uji materil.
Penulis: Fadiyah Alaidrus
Editor: Ringkang Gumiwang