tirto.id - Puluhan dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta berdemonstrasi menuntut pencairan tunjangan kinerja (tukin) dosen aparatur sipil negara (ASN) Kementerian Pendidikan Tinggi Sains dan Teknologi (Kemendiktisaintek) di depan Rektorat ISI Yogyakarta, Senin (3/1/2025) pagi.
"ISI bersatu, tidak bisa dikalahkan. Tukin turun, menjadi keharusan," ujar massa dosen sambil mengumandangkan yel-yel guna membakar semangat diiringi genderang yang ditabuh oleh mahasiswa, Senin (3/1/2025).
Aksi diawali dengan menyanyikan Indonesia Raya. Lalu, beberapa dosen melakukan orasi berisi tuntutan tentang tunjangan mereka yang belum dicairkan sejak tahun 2020. Suasana makin riuh saat beberapa dosen menari yang diberi judul 'Tari Tukin'. Aksi kemudian ditutup dengan menyanyikan lagu Padamu Negeri.
Aksi tersebut merupakan aksi solidaritas terhadap Aliansi Dosen ASN Kemendiktisaintek (Adaksi) yang digelar pada hari ini, Senin (3/1/2025). Adaksi menggelar aksi secara nasional dan dipusatkan di Jakarta. Perwakilan Adaksi Yogyakarta, Yudiaryani, membacakan isi tuntutan para dosen saat aksi berlangsung.
"Mencermati salah satu poin Asta Cita Presiden Prabowo untuk perkuat salah satunya dunia pendidikan dan berdasarkan salah satu quick wins Presiden Prabowo, maka kebijakan mengenai tukin dosen Kemendiktisaintek adalah mutlak," ujar Yudi.
Koordinator Adaksi wilayah Yogyakarta sekaligus dosen ISI Yogyakarta, Titis Setyono Adi, mengatakan aksi mereka merupakan aksi Adaksi di tingkat lokal.
"Kami di sini tidak bisa ke Jakarta makanya kami menyelenggarakan aksi seperti ini," ujarnya.
Titis mengatakan, para dosen belum menerima pembayaran tukin dalam kurun waktu sekitar 5 tahun atau sejak 2020 lalu. Padahal, dana tersebut sangat penting untuk menunjang penelitian dan kegiatan lain, yang selama ini belum terbayarkan. Ia mengaku dosen kerap menggunakan dana pribadi untuk kegiatan berkaitan penelitian.
"Bahkan untuk jurnal saja harus pakai dana sendiri. Sebagian informasi, dosen dibayar hanya gaji pokok dan lauk-pauk," ungkapnya.
Besaran gaji pokok ditambah dana lauk-pauk, kata Titis, cuma sekitar Rp2-3 juta per bulan. Oleh karena itu, dia bersama rekan-rekannya melakukan aksi atraktif menuntut pencairan tukin dosen ASN.
"Responsnya sangat atraktif, kami mendukung aksi di Jakarta. Seluruhnya. Jadi aksi ini sebagai aksi solidaritas kami terhadap dosen lain yang ada di Jakarta," sebutnya.
Titis membeberkan, ada sekitar 88 ribu dosen ASN yang tercatat di Kemndikbudaintek. Kisaran tukin, berbeda menyesuaikan golongan ASN dosen. "Ada yang AA sekitar 5 juta, lektor 8 juta, guru besar sekitar 12 jutaan per bulan. Maka kami minta untuk skema tiga yang dibayarkan. Bukan skema satu yang disetujui oleh Kemenkeu," tegasnya.
Sikap yang disampaikan oleh Adaksi dalam aksi ini adalah sebagai berikut:
1. Tukin bertujuan untuk meningkatkan kinerja dan profesionalisme ASN di lingkungan kampus dan hal itu akan berdampak pada peningkatan kinerja PTN secara komprehensif;
2. Bahwa di tahun 2025 harmonisasi antarkementerian dan DPR telah terjadi kesepakatan, maka tukin 2025 harus segera dicairkan secepatnya;
3. Tukin 2020-2024 merupakan hak dosen ASN Kemenristekdikti yang sekarang Kemendiktisaintek;
4. Berbagai arugumentasi hukum yang dijadikan alasan untuk meniadakan pencarian tukin 2020-2024 harus menjadi prioritas Pemerintahan Prabowo;
5. Dosen ASN Kemendiktisaintek telah menjalankan tugas Tri Dharma, namun kemaslahatan dan kesejahteraannya selalu diabaikan dan didiskriminalisasi;
6. Sungguh tidak adil bahwa ada sebuah lembaga riset yang hanya mengerjakan satu dari Tri Dharma, sudah mendapat tukin sejak lama;
7. Jangan sampai tukin tidak dibayar hanya karena ketidakpahaman pejabat Kemendiktisaintek era Nadhim Makarim mengenai proses birokramsi dan harmonisasi pencarian tukin dosen 2020-2024.
Penulis: Siti Fatimah
Editor: Andrian Pratama Taher