tirto.id - “Ini gedung warga. Bukan gedung Rivay,” demikian orasi penghuni Rusunami Klender pada Oktober 2018. “Mereka penghianat. Mereka telah melukai hati warga Rusunami Klender.”
Demonstrasi itu menentang Rivay R. Syam menjadi Ketua Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (P3SRS). Di beberapa dinding, warga menempelkan poster. Isinya, protes terhadap P3SRS yang condong melayani kepentingan komersial pengembang ketimbang penghuni. Rivay dituding memalsukan tanda tangan warga demi mempercepat pembongkaran Rusunami Klender guna dibangun kembali menjadi apartemen.
Warga membentuk P3SRS tandingan bernama Paguyuban Warga Rumah Susun Klender. Rubinah, perempuan 73 tahun, didapuk menjadi ketua paguyuban. Sudah 7,5 bulan ia memimpin penolakan terhadap revitalisasi Rusunami Klender.
Jika Rusunami Klender diubah menjadi apartemen, Rubinah mencemaskan biaya iuran pengelolaan apartemen (IPL) melonjak. Rusunami 78 blok dengan total 1.280 unit di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur, itu dibangun untuk menampung warga berpendapatan rendah; sebagian besar pensiunan PNS. Rusunami ini diresmikan oleh Presiden Soeharto, 33 tahun lalu.
"Biaya Rusun Klender [Rp20 ribu per bulan] sudah cocok dengan penghasilan penghuni yang terbatas," kata Rubinah kepada Tirto, pekan lalu.
Medio Maret 2019, Rusunami Klender nyaris dibongkar. Paguyuban menghalanginya. Warga beralasan masih berhak menempati Rusunami Klender karena sertifikat hak guna bangunan (HBG) berlaku hingga 2030.
Rencananya, di atas Rusunami Klender, dibangun 16 menara apartemen. Penghuni lama diperkirakan hanya menempati dua menara. Sisanya akan dijual oleh Perusahaan Umum Pembangunan Perumahan Nasional (Perum Perumnas).
"Mau cari untung (Perumnas)," ujar Rubinah.
Rubinah mengetahui hal itu selain dari Rivay, juga dari surat Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan. Surat bernomor 93/-1.711.51 itu memuat izin prinsip yang disahkan Anies; bahwa lahan seluas 100.151 meter persegi akan dibangun apartemen.
Rubinah menaksir perobohan hingga pembangunan apartemen tak akan selesai dalam waktu dua tahun. Sementara warga harus beradaptasi dengan lingkungan baru hingga apartemen berdiri. Mereka cemas soal tempat tinggal mendatang yang belum tentu dekat dengan tempat kerja, sekolah anak, pasar, dan pelbagai aktivitas lain yang menunjang penghidupan mereka.
Sekretaris Dirjen Penyediaan Perumahan Kementerian PUPR Dadang Rukmana menegaskan jika hunian vertikal dihancurkan, bangunan baru minimal sama atau lebih bagus. Maka, pelibatan persetujuan warga sangat penting.
"Intinya masyarakat tidak boleh diusir," ujarnya.
Klaim Bangunan Tak Laik Huni
Perum Perumnas berdalih bukan pihak yang memprakarsai revitalisasi Rusunami Klender. Tri Endar Wahyudi dari Perum Perumnas mengungkapkan inisiatornya adalah pengurus P3SRS di bawah Rivay R. Syam dan Sunarto.
“Saya belum melaksanakan audit struktur Rusun Klender. Beda hal dari Rusun Kacang yang sudah ada hasil audit dan dinyatakan tidak laik huni,” kata Tri Endar.
Namun, Rivay ngotot bahwa Rusunami Klender harus dirobohkan guna dibangun apartemen, dengan alasan kondisi bangunan sudah tak layak huni.
Rivay berkata perombakan menjadi apartemen sudah siap. Ia mengklaim mendapatkan dukungan 60 persen dari penghuni—prasyarat yang diatur dalam pasal 65 ayat (2) dalam regulasi rumah susun.
Berdasarkan data P3SRS Rusunami Klender pada April 2019, warga yang setuju revitalisasi sebanyak 771 orang, tidak setuju 47 orang (3,67 persen), dan abstain 17 orang (1,33 persen). Selain itu, ada 445 orang (34,77 persen) yang belum mengembalikan formulir.
Dalam nota kesepahaman antara P3SRS dan Perumnas, menurut Rivay, warga mendapatkan hunian gratis sesuai luas unit lama. Selain itu, warga dijanjikan biaya sertifikat gratis, izin HGB rusun menjadi 50 tahun, dan mendapatkan kompensasi Rp20-Rp30 juta per tahun untuk biaya sewa sementara selama pembangunan apartemen.
"Kalau bangunannya runtuh, hilanglah hak [HGB] kami," kata Rivay.
Akan tetapi paguyuban warga menuding perombakan Rusunami Klender dilakukan atas persetujuan sepihak. Mereka mengaku tidak dilibatkan. Maka, Rubinah dan rekan-rekannya menganggap izin prinsip yang diterbitkan Anies Baswedan batal demi hukum.
"Kami menemukan kejanggalan," kata Rubinah.
Rubinah curiga persetujuan revitalisasi dilakukan P3SRS dengan cara perwakilan antar blok (PAB) melalui ketua RW. Terlebih, sebagian dari mereka rangkap jabatan menjadi pengurus P3SRS.
"Ketua RW dimanfaatkan P3SRS untuk memuluskan proses pembangunan apartemen," tuturnya.
Memang izin prinsip yang dikeluarkan Anies mengacu pada permintaan warga di luar kelompok Rubinah. Beberapa di antaranya Sutjipto Hadinoto (Ketua RW01 Malaka Jaya), Bambang Suryatno (Ketua RW02 Malaka Jaya), Sunardi DS (Ketua RW01 Malaka Sari), Lidiana Endah (Lurah Malaka Jaya), Jarden Dawana (Lurah Malaka Sari), dan Sunarto (mantan Ketua P3SRS Klender sebelum Rivay). Mereka menandatangani persetujuan revitalisasi tertanggal 23 September 2017.
Tri Endar Wahyudi membantah surat persetujuan warga untuk revitalisasi bersifat manipulatif dan disertai pemaksaan. Tri Endar adalah kepala proyek peremajaan Rusunami Klender dan Tanah Abang dari Perum Perumnas. Ia juga membantah terlibat dalam dugaan manipulasi itu.
“Saya yakin enggak palsu. Dalam proses sosialisasi tidak ada penolakan sama sekali,” katanya kepada Tirto, pekan lalu. Ia menganggap tak ada protes paguyuban pimpinan Rubinah.
Rekam Jejak Buruk Perum Perumnas
Ada dana segar yang akan berputar ketika Rusunami Klender dirombak total. Martinus, penghuni Rusunami Klender, menganggap ada banyak pihak yang berusaha mendapatkan percikan dana itu. Ia mencurigai pihak itu adalah pengurus P3SRS dan orang-orang Perum Perumnas.
Kecurigaan itu wajar. Martinus menganggap, selama ini, pengelolaan Rusunami Klender tak transparan. Misalnya, lapangan bola yang semula fasilitas bermain warga, tiba-tiba tidak termasuk fasilitas bersama.
Shinta Mareti Purwaningtyas yang meneliti Rusunami Klender untuk kepentingan tesis Fakultas Hukum Universitas Indonesia tahun 2011 menemukan pergantian HGB individu baru menyebabkan dua lapangan bola hilang.
Dalam riset Shinta, Perumnas berdalih dua lapangan bola tidak termasuk dalam sertifikat induk Rusun Klender. Namun, perusahaan pelat merah itu tidak bisa menunjukkan bukti. Alasannya, sertifikat induk Rusun Klender hilang di kantor BPN Jakarta Timur. Runyamnya, Perumnas menyatakan di atas lapangan bola akan dibangun apartemen.
Martinus menuding Perumnas sempat memasarkan empat menara Rusunami Klender kepada konsumen. Penjualan dilakukan sales perusahaan pelat merah itu sekitar 10 tahun lalu.
"Lapangan bola sempat dipasarkan. Malah sudah ada yang membayar uang muka Rp44 juta, tapi sampai sekarang mangkrak," tuding Martinus.
Tri Endar Wahyudi menuding isu status hukum lapangan bola sebagai fasilitas bersama diembuskan oleh penghuni yang tidak sepakat perombakan Rusunami Klender. Ia menegaskan pemakaian lapangan bola yang terlalu sering membuat warga menganggapnya sebagai tanah bersama.
“Tanah bersama, ya gedung P3SRS. Lapangan bola bukan tanah bersama,” klaim Tri Endar dengan merujuk berita acara penyerahan pengelolaan atas tanah bersama dan benda bersama di Rusunami Klender.
Rubinah menyatakan pengelolaan Rusunami Klender sudah bobrok. Kawasan seluas 6 hektare itu menjadi tidak terawat. Atap rusun bocor. Gorong-gorong rusak. Suplai air bersih tidak ada. Sementara iuran sekitar 25 juta per bulan dari para penghuni tak pernah dirasakan oleh warga.
Setiap warga minta perbaikan direspons oleh P3SRS pimpinan Rivay R. Syam dengan dalih tak ada dana. Padahal, ujar Rubinah, pemasukan tak cuma dari iuran warga tapi dari sewa rumah duka, gereja, dan fasilitas lain di Rusunami Klender.
"Uang sewa rumah duka dan gereja ke mana?" gugat Rubinah.
======
Wan Ulfa Nur Zuhra membantu laporan ini lewat visualisasi data apartemen dan rusun DKI Jakarta.
Penulis: Reja Hidayat
Editor: Dieqy Hasbi Widhana