tirto.id - Komisi III DPR RI secara aklamasi setuju Komjen Polisi Idham Azis sebagai Kapolri. Ia menggantikan Tito Karnavian yang ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Dalam Negeri (Mendagri) di Kabinet Indonesia Maju pemerintahan Jokowi-Ma'ruf 2019-2024.
Idham Azis diajukan Presiden Jokowi ke DPR RI sebagai calon tunggal dan menjalani uji kelayakan dan kapatutan (fit and proper test) di Komisi III yang membidangi hukum, pada Rabu, 30 Oktober 2019. Keputusan Komisi III ini akan dibawa ke rapat paripurna DPR untuk pengambilan keputusan tingkat dua.
“Aklamasi untuk menyetujui Komjen Idham Azis sebagai Kapolri," kata Ketua Komisi III DPR RI Herman Hery, di ruang rapat Komisi III, Gedung DPR, Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (30/10/2019).
Idham Azis pun mengapresiasi pelaksanaan uji kelayakan dan kepatutan yang berlangsung singkat, tak lebih dari tiga jam ini. Ia juga berjanji akan melaksanakan tugas sebaik-baiknya.
“Saya berikan komitmen laksanakan tugas dengan baik dan tanggung jawab dengan slogan pengabdian terbaik untuk institusi Polri,” ucap Idham.
Profil dan Jejak Idham Azis sebelum Jadi Kapolri
Idham Azis lahir di Kendari, Sulawesi Tenggara, pada 30 Januari 1963. Lulusan Akpol 1988 ini berpengalaman dalam bidang reserse dan anti-teror. Ia tercatat pernah terlibat dalam penanganan kasus terorisme, di antaranya: Bom Bali II, Operasi Camar Maleo untuk menangkap kelompok Santoso, hingga Operasi Tinombala di Poso.
Salah satu prestasi Idham Azis dalam penanganan anti-teror saat ia terlibat dalam operasi melumpuhkan “gembong” Jamaah Islamiya, Azhari dan kelompoknya di Batu, Jawa Timur, pada November 2005.
Idham saat itu menjabat Kepala Unit Riksa Subden Investigasi Densus Polri. Atas prestasi itu, suami dari Fitri Handari itu bersama kolega dia, seperti Tito Karnavian, Petrus Reinhard Golose, Rycko Amelza Dahniel mendapat penghargaan dari Kapolri Jenderal Polisi Sutanto.
Idham bersama Tito, Golose, Rycko, dan M. Syafei kemudian mendapat kenaikan pangkat luar biasa dari Kapolri. Saat itu, Idham dan empat anggota Densus 88 lainnya berpangkat AKBP menjadi Komisari Besar Polisi (Kombes Pol).
Pada periode 2014-2016, Idham Azis menjabat Kapolda Sulawesi Tengah (Sulteng). Daerah hukum yang ia pimpin dianggap “rawan” aksi teror oleh kelompok Mujahidin Indonesia Timur (MIT) pimpinan Santoso.
Saat menjadi Kapolda Sulteng, Idham pun terlibat dalam dua operasi gabungan TNI-Polri untuk menangkap kelompok Santoso, yaitu: Operasi Camar Maleo (2014-2016) dan Operasi Tinombala (2016).
Saat Tito menjabat Kapolri menggantikan Jenderal Polisi Badrodin Haiti, karier Idham semakin melejit dan ditarik ke Mabes Polri. Pada Maret-September 2016, Idham menjadi Inspektur Wilayah II Inspektorat Pengawasan Umum Polri. Lalu, ia menjabat Kepala Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Mabes Polri pada September 2016 hingga Juli 2017.
Tak berhenti di situ, Idham Azis pun menjadi Kapolda Metro Jaya (Juli 2017 hingga Januari 2019), jabatan yang juga pernah diemban Tito Karnavian.
Bedanya, Tito menjadi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) sebelum diajukan Jokowi sebagai calon tunggal Kapolri, sedangkan Idham menjadi Kepala Bareskrim Mabes Polri sebelum menggantikan Tito.
Idham Gagal Tangani Kasus Novel Baswedan
Namun, di balik karier Idham Azis yang terbilang “lancar,” ia gagal menangani kasus penyerangan terhadap penyidik KPK Novel Baswedan. Kasus ini bergulir ketika Idham menjabat Kapolda Metro Jaya.
Perkara ini hingga Idham Azis diangkat sebagai Kepala Bareskrim Mabes Polri pada Januari 2019, tidak kunjung menemukan titik terang. Bahkan ketika Idham diajukan sebagai calon tunggal Kapolri oleh Presiden Jokowi, kasus Novel ini tetap tak tuntas.
“Idham Azis sejak jadi Kapolda hingga Kabareskrim merupakan orang yang bertanggung jawab dalam kasus Novel dan sampai sekarang terbukti tidak ada perkembangan siapa pelaku penyerangan,” kata Alghiffari Aqsa, kuasa hukum Novel Baswedan ketika dihubungi reporter Tirto, Rabu (30/10/2019).
Rekam jejak itu, kata Alghiffari, seharusnya jadi catatan penting dalam pencalonan Idham menjadi Kapolri bila Komisi III DPR menjalankan tugasnya secara objektif.
Sebab, kata dia, yang harus dilakukan polisi jika gagal adalah jujur kepada publik dan Presiden Joko Widodo, sehingga TGPF Independen segera dibentuk.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Maya Saputri