tirto.id - Ketika menulis buku keenamnya, Aids to Scouting (1899), Robert Baden-Powell sedang berada di Perang Boer Kedua.Berbeda dengan kebanyakan buku panduan militer lainnya, buku ini lebih banyak mengajarkan kewaspadaan, juga kemampuan untuk meneroka dan mengintai. Di luar dugaan Baden-Powell sendiri, buku ini populer, terutama di kalangan guru yang mengajarkannya pada anak-anak didiknya, dan turut mengantarkan Baden-Powell menjadi pahlawan di Perang Boer Kedua.
Baden-Powell kemudian menulis ulang buku itu dan menjadi Scouting for Boys: A Handbook for Instruction in Good Citizenship yang pertama kali diterbitkan pada 1908. Pandangan Baden-Powell adalah: anak-anak muda akan jadi orang hebat jika punya aneka kemampuan bertahan hidup.
Jika Aids to Scouting lebih condong ke skill untuk kegunaan militer, maka Scouting for Boys lebih banyak mengambil perspektif seorang petualang alam bebas. Sepanjang sejarah penerbitannya, buku ini banyak mengalami revisi dan pembaruan. Banyak penulis lain ikut urun rembuk dalam pembuatan kontennya.
Ada banyak kemampuan yang diajarkan di buku ini, kebanyakan dikemas dalam bentuk kegiatan dan permainan. Hal ini membuat Scouting for Boys amat populer seperti kakak tuanya. Pembaca buku ini akan diajarkan dasar-dasar untuk mencari air, membaca jejak, pengobatan, hingga babagan self-discipline dan self improvement.
Buku ini lantas jadi pegangan wajib bagi gerakan kepanduan di seluruh dunia. Sebab, di luar perkara kemampuan bertahan hidup di alam bebas, Scouting for Boys juga mengajarkan prinsip-prinsip yang banyak berkaitan dengan kehormatan, juga patriotisme.
Prinsip hidup ini yang kemudian menjadi dasar bagi Scout Oath dan Scout Law, Sumpah Kepanduan dan Hukum Kepanduan.
On my honor I will do my best to do my duty to God and my country and to obey the Scout Law; to help other people at all times; to keep myself physically strong, mentally awake, and morally straight.
Demi kehormatanku, saya akan melakukan yang terbaik untuk melakukan tugas kepada Tuhan dan Negara dan untuk mematuhi Hukum Kepanduan: untuk membantu orang lain setiap saat, dan menjaga diriku kuat fisik dan mental, serta bermoral lurus.
Sedangkan untuk Hukum Kepanduan, ada 12 sifat yang menjadi pedoman agar menjadi anggota kepanduan yang baik. Mulai dari bisa dipercaya, loyal, suka menolong, hingga ceria.
"Seorang anggota kepanduan berusaha untuk mengamalkan 12 pedoman ini setiap harinya. Bukan tugas yang mudah, tapi seorang Pandu akan selalu mencoba," tulis situs Boy Scouts of America.
Belajar Menjadi yang Terbaik
Gerakan kepanduan ini lantas menyebar ke seluruh dunia, beradaptasi dengan beragam bentuk dan nilai-nilai lokal. Ini juga terjadi di Indonesia.
Salah satu gerakan kepanduan awal bisa dilacak ketika Mangkunegara VII membentuk organisasi kepanduan pertama Indonesia dengan nama Javaansche Padvinder Organisatie (JPO).
Lahirnya JPO ini kemudian menularkan semangat serupa, dan banyak juga yang berangkat dari semangat kedaerahan. Mulai bermunculan organisasi serupa, seperti Hizbul Waton (1918), Jong Java Padvinderij (JJP) pada 1923, Nationale Padvinders (NP), Nationaal Indonesische Padvinderij (NATIPIJ), Pandoe Pemoeda Sumatra (PPS).
Gerakan kepanduan mulai surut ketika Indonesia merdeka. Pada 1960, pemerintah berupaya mendorong organisasi kepanduan. Wujud konkritnya adalah ketika pada 9 Maret 1961 Presiden Soekarno mengumpulkan tokoh-tokoh dari gerakan kepanduan Indonesia. Soekarno mengatakan bahwa organisasi kepanduan yang ada harus diperbaharui, aktivitas pendidikan haruslah diganti, dan seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu
Untuk keperluan itu, Presiden membentuk panitia pembentukan gerakan kepanduan yang tediri dari Sultan Hamengkubuwono XI, Prof. Prijono. Dr. A. Aziz Saleh serta Achmadi. Peristiwa ini kemudian dikenal dengan Hari Tunas Gerakan Pramuka.
Dari usulan Sultan Hamengkubuwono XI, lantas tercetuslah nama Pramuka, terinspirasi dari kata poromuko atau pasukan terdepan dalam perang. Istilah pramuka ini kemudian diejawantahkan menjadi Praja Muda Karana yang berarti jiwa muda yang suka berkarya. Sebagai pedoman, Sumpah Kepanduan dan Hukum Kepanduan dimodifikasi menjadi Tri Satya dan Dasadarma Pramuka.
Akhirnya pada 14 Agustus 1961, pramuka lahir dan sejak saat itu dicetuskan sebagai Hari Pramuka. Sultan HB IX pun dipercaya menempati posisi tertinggi sebagai Ketua Kwartir Nasional, bahkan hingga 4 periode sampai tahun 1974.
Pada 1973, atas jasa-jasanya terhadap gerakan kepanduan di Indonesia, Sultan HB IX menerima Bronze Wolf Award, penghargaan tertinggi dari World Organization of the Scout Movement (WOSM) atau Organisasi Kepanduan Internasional.
Selain Sultan HB IX, salah satu orang Indonesia yang teguh memegang Sumpah Kepanduan sepanjang hidup adalah Bondan Winarno.
Pada Agustus 1967, di usia 16 tahun, Bondan menjadi ketua regu Rajawali Indonesia dalam Jambore Kepanduan Dunia XII di Idaho, Amerika Serikat. Saat itu, Jambore Kepanduan XII diikuti oleh 12 ribuan anggota kepanduan dari 105 negara. Di sana, Bondan memimpin anggota timnya untuk melewati ujian demi ujian. Mulai dari menjelajah, uji pengetahuan umum, tali menali, menangkap ikan, hingga membaca semapore dan kode morse.
Prinsip kepanduan betul-betul dipegang Bondan dalam menjalani hidup. Setiap profesi yang ia pilih, Bondan selalu mengusahakan yang terbaik. Ketika menjadi wartawan, tulisannya hidup, dan bisa menyelidik hingga dalam.
Lewat bukunya, Bre-X: Sebungkah Emas di Kaki Pelangi, ia sering disebut sebagai Bapak Wartawan Investigasi Indonesia. Sebagai seorang presenter kuliner, dengan pengalamannya keliling dunia dan kecintaannya terhadap dunia boga, ia meletakkan standar tinggi bagi presenter kuliner, yang sampai sekarang masih susah diikuti.
Maka tak heran kalau di bio Twitternya, Bondan menuliskan: on my honor, I will do my best.
Gerakan Kepanduan di Abad Digital
Di era kiwari, kerap muncul pertanyaan apakah gerakan kepanduan masih tetap relevan? Sejak beberapa tahun terakhir, banyak kritik --terutama di Amerika Serikat-- yang menyebut bahwa gerakan kepanduan, alias boy scout, adalah gerakan misoginis dan diskriminatif.
Apalagi, pada November 2020, muncul fakta yang menggegerkan di AS: setidaknya ada lebih dari 92.000 kasus pelecehan seksual dalam tubuh Boy Scouts of America (BSA), salah satu organisasi kepanduan terbesar di dunia dengan anggota kurang lebih 1,2 juta orang.
BSA juga melaporkan penurunan anggota. Salah satu faktor terbesarnya: pandemi. Sejak 2019, diperkirakan anggota BSA turun 62 persen, dan Girl Scouts turun hingga 30 persen. Diperkirakan, BSA ditinggal oleh 1,7 juta orang anggotanya.
Di sisi lain, banyak orang masih menganggap gerakan kepanduan mengajarkan banyak hal penting. Mulai dari nilai dan etika positif, mengajarkan berbagai skill bertahan hidup, dan mengerjakan banyak kegiatan-kegiatan sukarela semisal membersihkan pantai dan hutan.
Menulis untuk Wired, Dave Banks mendedah pro dan kontra terhadap gerakan kepanduan di era kini. Jika kritiknya untuk gerakan kepanduan sama dengan kritik banyak orang, Dave juga menuliskan kenapa kepanduan itu masih penting, dan bahkan jadi makin penting di era sekarang.
"Banyak orang berpendapat bahwa skill yang diajarkan di kepanduan ini tidak penting dalam kehidupan sehari-hari. Tapi justru itu, skill di kepanduan sangat berharga di masa krisis atau situasi berbahaya, dan karena skill itu tidak diajarkan di tempat lain, membuat kepanduan itu jadi lebih relevan ketimbang sebelumnya," tulis Dave.
Thomas Plante, profesor di Universitas Santa Clara dan dosen psikiatri tambahan di Universitas Stanford, juga punya pendapat serupa. Menurutnya, gerakan kepanduan masih amat penting karena banyaknya kemampuan yang sulit didapat anak muda di tempat lain. Apalagi, ujar Plante, kepanduan adalah salah satu kegiatan yang tidak membutuhkan banyak biaya, dan tidak memerlukan gawai.
Lantas, bagaimana dengan gerakan kepanduan, atawa pramuka di Indonesia? Kamu tentu punya jawaban masing-masing. Apapun itu, selamat hari pramuka!
Editor: Rio Apinino