tirto.id - Presiden Joko Widodo kembali mempercayakan tugas penting kepada Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan untuk menangani COVID-19. Luhut akan memimpin kembali penanganan COVID-19 di Pulau Jawa-Bali di tengah lonjakan kasus Corona yang kian meningkat.
“Betul Menko Maritim dan Investasi telah ditunjuk oleh Bapak Presiden Jokowi sebagai Koordinator PPKM Darurat untuk Pulau Jawa dan Bali," kata Juru Bicara Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Jodi Mahardi saat dikonfirmasi reporter Tirto, Selasa (29/6/2021) malam.
Jodi juga menjawab pemerintah akan menerapkan PPKM darurat dalam menangani COVID-19. Namun, ia tidak merinci bentuk penanganan COVID-19 selama PPKM darurat. Akan tetapi, ia memastikan bahwa kebijakan pemerintah akan berkaitan dengan sektor esensial.
“Supermarket, mal dan sektor-sektor esensial lainnya akan tetap beroperasi dengan jam operasional yang dipersingkat dan prokes yang ketat," kata Jodi.
Terbaru, Kemenko Maritim dan Investasi di bawah komando Luhut sudah menerbitkan rancangan penanganan COVID-19. Dalam dokumen yang berjudul “Intervensi Pemerintah dalam Penanganan COVID-19” yang terbit pada 30 Juni 2021 memaparkan data situasi penanganan COVID di Jawa-Bali hingga rekomendasi upaya penanggulangannya.
Jodi saat dikonfirmasi ulang reporter Tirto pada 30 Juni mengakui dokumen tersebut resmi draf yang disiapkan Kemenko Maritim. Ia bahkan mengaku, “Ini penyusunannya sudah melibatkan berbagai asosiasi profesi kedokteran.”
Namun detail pertimbangan dan pelaksanaan konsep tersebut belum bisa dipastikan, kata Jodi. Alasannya, kata dia, Kemenko Maritim di bawah komando Luhut masih menunggu keputusan resmi Jokowi.
Kenapa Jokowi Pilih Luhut?
Penunjukan Luhut ini bukan kali pertama. Pada 13 September 2020, Jokowi juga menunjuk Luhut sebagai Ketua Penanganan COVID-19 untuk Pulau Jawa-Bali. Kala itu, sumbangan kasus aktif 10 provinsi mencapai 71,8% dari kasus aktif nasional. Kemudian pada 20 September 2020 persentase menurun menjadi 70,4% dan kembali turun pada 27 September 2020 mencapai 67,6%.
Meski begitu, persentase kasus kesembuhan dari 10 provinsi yang menjadi tugas Luhut itu juga mengalami penurunan bila dibandingkan secara nasional. Pada 13 September sumbangan 10 provinsi untuk kasus sembuh sebesar 80,15% dari kasus kesembuhan nasional turun pada 27 September menjadi 79,35%.
Ahli Komunikasi Politik Universitas Padjajaran Kunto A. Wibowo melihat aksi Jokowi menunjuk Luhut sebagai bentuk kepercayaan pribadi Jokowi kepada mantan Dubes RI di Singapura itu. “Luhut punya track record bahwa dia akan selalu tampil di depan atau ditunjuk oleh Pak Jokowi, dipercaya Pak Jokowi ketika keadaan semakin genting," kata Kunto kepada reporter Tirto.
Sebagai catatan, Luhut memang sudah seringkali mendapat "pekerjaan berat" dari Jokowi. Sebut saja instruksi Jokowi kepada Luhut untuk meningkatkan investasi kuartal ketiga pada 2020. Kemudian tim Global Maritime Fulcrum Task Force alias penanggung jawab bidang investasi untuk menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Belt and Road Initiative di Cina selama 24-27 April 2019 yang berhasil membawa banyak investor negeri Panda.
Luhut juga pernah menduduki kursi strategis sebagai Kepala Staf Kepresidenan di periode pertama Jokowi. Di periode kedua, Luhut sempat menjadi PLT Menteri Perhubungan saat Budi Karya positif COVID-19 dan PLT Menteri Kelautan dan Perikanan saat Edhy Prabowo ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Kunto menduga, penunjukan yang dilakukan Jokowi juga berdasarkan kemampuan Luhut serta kepentingan jenderal bintang 4 itu yang tidak punya motif tertentu di pemerintahan.
Akan tetapi, sepak terjang Luhut tidak sepenuhnya membawa hasil baik. Sebagai contoh, kasus COVID-19 belum hilang sepenuhnya hingga 2021. Justru, kata Kunto, Indonesia mengalami lonjakan pada Januari 2021.
Kunto juga menyoroti alasan pemerintah tetap berkukuh memberikan kewenangan kepada menteri koordinator. Menurut Kunto, Menteri Kesehatan lah yang seharusnya menjadi panglima dalam penanganan COVID-19, sehingga sesuai dengan tugas pokok. Namun ia menunggu langkah ke depan Luhut apakah mampu menangani COVID atau tidak.
“Kalau masalahnya adalah investasi, ya ayok ini ada menteri investasi. Ini kan masalahnya kesehatan yang akhirnya merembet ke semua sektor dan harusnya kesehatan yang jadi panglima, bukan lagi investasi atau ekonomi yang jadi panglima,” kata Kunto.
Apakah Luhut Mampu Tangani Tsunami COVID?
Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Husein Habsyi enggan mengomentari tentang penunjukan Luhut sebagai Ketua Penanganan COVID Jawa-Bali. Namun ia menekankan bahwa Indonesia saat ini perlu penanganan dengan kekuatan komando yang kuat.
“Pak Luhut ditunjuk ya tentu itu hak presiden dalam memastikan itu. Ya paling tidak kita harus bisa menempatkan posisi bahwa saat ini kondisi memang perlu adanya komando yang jelas. Mungkin Pak Presiden melihat beliau ini memiliki kemampuan itu,” kata Habsyi kepada reporter Tirto, Rabu (30/6/2021).
Pendapat Habsyi bukan tanpa alasan. Kasus COVID-19 saat ini tengah mengalami lonjakan signifikan. Berdasarkan data terkini, yakni Data Satgas COVID-19 per Rabu (30/6/2021), kasus harian konfirmasi positif bertambah 21.807 pasien dengan penambahan kasus aktif 10.533 atau ditotal 239.368.
Kondisi tempat tidur nasional pun berada di angka 72 persen berdasarkan pernyataan Jokowi, Rabu (30/6/2021). Situasi tersebut, dalam pandangan Habsyi, sudah dalam kondisi darurat. Masyarakat pun mengalami kepanikan karena takut rumah sakit kolaps. Belum lagi indikasi banyak warga isolasi mandiri yang terpaksa keluar karena tidak mampu ditampung di tempat isolasi.
Di sisi lain, pemerintah juga mengalami tantangan dalam testing dan tracing. Pemerintah sulit menegakkan regulasi penanganan COVID. Kemudian kehadiran varian baru juga membuat lonjakan kasus meningkat, sementara target vaksinasi tidak kunjung tercapai.
Padahal, kata Habsyi, pemerintah sudah punya beragam infrastruktur penanganan COVID seperti Satgas COVID nasional hingga tim di level daerah. Oleh karena itu, kata dia, pemerintah butuh sosok komando yang firm dalam penanganan COVID.
Jika berbasis sepak terjang, Habsyi tidak memungkiri kemampuan Luhut. Pensiunan tantara itu memimpin langsung dalam penanganan COVID dan pengambilan keputusan berusaha dilakukan secara komprehensif. Ia melihat stakeholder seperti Satgas COVID-19 hingga Kemenkes dikelola dan diselaraskan dengan baik oleh Luhut.
Habsyi mencontohkan bagaimana Luhut sigap dalam menyediakan alat pelindung diri (APD) ketika tenaga kesehatan kesulitan memperoleh APD. Luhut bahkan mengelola hingga proses distribusi dengan baik. Kemampuan pengambilan keputusan dan strategi seperti itu yang dibutuhkan di masa pandemi saat ini.
“Artinya mungkin sekarang ini Pak Presiden melihat untuk kondisi yang seperti ini diperlukan figur seperti beliau [Luhut]” kata Habsyi.
Namun Habsyi berpesan, Luhut sebaiknya mengambil kebijakan berdasarkan data lapangan dalam berupaya menyelesaikan pandemi. Kemudian, manajemen informasi perlu dikelola dengan baik karena tidak sedikit hoaks mengganggu penanganan COVID seperti masalah hoax vaksinasi.
Kemudian, kata dia, Luhut harus memperhatikan kemungkinan penambahan tenaga relawan untuk edukasi masyarakat, Satgas RT/RW dalam penanganan isolasi mandiri atau suplai daya tracer karena tenaga medis sudah kewalahan dalam menangani pasien COVID.
“Kemudian juga ketegasan aturan-aturan, sanksi, denda ini perlu diperkuat juga. Artinya kan undang-undang wabah ada sebenarnya menegaskan kalau di saat ini orang-orang yang bisa berbahaya bagi orang lain karena penyakit tertentu bisa dikenakan denda atau sanksi. Hal seperti itu perlu dipertegas juga," tutur Habsyi.
Habsyi menambahkan, “Kita khawatir pada saat kasus tinggi banyak OTG (orang tanpa gejala), sebenarnya kontak erat berkeliaran, dilarang gak mau atau kabur dari tempat-tempat isolasi, hal seperti itu harus ada ketegasan. Artinya kalau perlu dikenakan sanksi.”
Ahli kebijakan publik dari Universitas Indonesia Roy Valiant Salomo melihat, penunjukan Luhut karena ia adalah orang kepercayaan Jokowi serta dinilai bisa menangani banyak masalah. Ia tidak mempermasalahkan pemilihan Luhut untuk menjadi ketua penanganan COVID-19 di Jawa-Bali.“Justru yang saya ingin kritisi dari kebijakan-kebijakan penanganan COVID ini adalah hal-hal yang di beberapa waktu tertentu tidak sepanjang masa, itu kelihatan keraguan dari pemerintah atau ketidaksolidan dari pemerintah dalam membuat kebijakan,” kata Roy kepada reporter Tirto, Rabu (30/6/2021).
Menurut Roy, permasalahan penanganan COVID di Indonesia tidak benar sejak awal. Ia mencontohkan bagaimana pemerintah tidak memilih opsi lockdown sejak awal penanganan COVID-19 pada 2020. Namun, kata Roy, kondisi penanganan COVID yang amburadul di 2020 masih bisa dimaklumi karena semua negara tidak siap menghadapi COVID-19.
Akan tetapi, penanganan COVID kali ini seharusnya berbeda. Pemerintah sudah belajar cukup lama dalam penanganan pandemi ini. Masalahnya, kata Roy, pemerintah masih terlihat tidak satu suara dan masih gamang dalam penanganan COVID ini. Ia mencontohkan bagaimana pemerintah berbeda suara ketika lebaran yakni ketika ada menteri membolehkan perjalanan atau wisata, sementara menteri lain melarang ada mobilitas.
Kebijakan yang tidak jelas berimbas pada pelaksanaan penanganan COVID, kata dia. Ia mencontohkan bagaimana aparat yang melakukan penyekatan pada saat Lebaran kebingungan.
Dalam pemantauan Roy, masyarakat berdalih bukan pulang kampung, tetapi berekreasi ketika larangan mudik berlaku. Ketidakkonsistenan berimbas akhirnya memengaruhi karakter warga yang tidak sepenuhnya patuh dengan kebijakan pemerintah.
Selain itu, kata dia, Luhut juga dihadapkan dengan kepala daerah yang tidak sepenuhnya melaksanakan aturan penanganan COVID. Roy mencontohkan insiden Rizieq Shihab yang seharusnya menjalani isolasi usai dari Arab Saudi. Akan tetapi, Rizieq justru langsung kembali ke masyarakat tanpa isolasi. Gubernur DKI Anies Baswedan sebagai kepala daerah bukan melarang, justru menemuinya.
Oleh karena itu, Roy beranggapan tantangan penanganan COVID yang akan dilakukan Luhut tidak hanya sebatas kerja sama, tetapi juga penerapan konsistensi bersama dengan pemerintah daerah.
“Konsistensi dalam melaksanakan tentu pertama dalam konsistensi dan firm, solid dalam membuat kebijakan dan konsistensi dalam menerapkan kebijakan. Itu yang harusnya dikejar oleh pemerintah,” kata Roy.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz