tirto.id - Pengamat pendidikan Itje Chodijah menilai, Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan skema zonasi yang diberlakukan pada tahun ini, berpotensi mengalami praktik jual beli kursi. Hal tersebut sekaligus merespons temuan Ombudsman terkait pelaporan kecurangan yang terjadi selama PPDB.
Menurutnya, kecurangan tersebut tetap bisa terjadi meski Kemendikbud sudah berupaya menghilangkan praktik pungutan liar atau jual beli bangku dalam proses PPDB melalui penetapan Permendikbud No.51/2018 tentang skema zonasi.
"Maling selalu lebih pintar apalagi dengan masyarakat yang merasa menang kalau bisa sogok. Merasa menang kalau menemukan cara jitu, dan berbisik-bisik beritahu yang lainnya," ujarnya di Jakarta, Rabu (19/6/2019).
Ia mengatakan, pratik-praktik kotor tersebut, kemungkinan dilakukan oleh masyarakat yang tidak rela anaknya tidak bersekolah di sekolah favorit. Sebab, skema zonasi memang diperuntukan untuk membuat semua sekolah menjadi favorit.
"Kadang-kadang sekolah itu membantu image orangtuanya. Orang tua akan bangga jika anaknya bersekolah di sekolahan yang menurutnya favorit. Itu yang saya rasa orang tua punya keinginan untuk melakukan itu," tuturnya.
Menurutnya, persoalan persepsi masyarakat seperti itu perlu dibenahi. Agar ke depannya masyarakat sadar bahwa dengan skema zonasi semua sekolah akan merata kualitasnya dan favorit semua.
"Kalau pendidikan sudah dikotori tipu-tipu, kita mau merujuk kemana lagi?" ujarnya.
Sebelumnya, Kepala Ombudsman Kantor Perwakilan Jawa Barat, Haneda Sri Lastoto mengatakan sejumlah laporan yang ditemukan tersebut mengindikasikan adanya jual beli kursi antara pihak sekolah dan orang tua calon siswa. Ombudsman, menurutnya, masih mengumpulkan bukti dari sang pelapor.
Apabila laporan soal adanya jual beli kursi benar terjadi, kata dia, maka akan menjadi pukulan bagi pelayanan pendidikan masyarakat yang seharusnya berlangsung dengan baik.
"Itu merupakan kelemahan yang sangat mendasar, sistem zonasi dan sistem daring atau online itu salah satunya berfungsi untuk memastikan bahwa dalam mekanisme PPDB tidak ada interaksi langsung. Itu kan tujuannya untuk menghilangkan itu [pungli]," ujarnya di Bandung, Selasa (18/9/2019), seperti dikutip Antara.
Menurutnya, persoalan pungli tak lepas dari label sekolah favorit yang masih mengendap di benak para orang tua murid. Kota Bandung sendiri, ada beberapa SMA yang dicap sebagai sekolah favorit, di antaranya adalah SMA Negeri 3 dan 5 Bandung.
"Ini masalahnya, kan memang publik memberi stigma sendiri, dan kemudian dibenarkan sekolah favorit itu. Akhirnya menaikkan gengsi sekolah itu. Problemanya justru di situ," ujarnya.
Penulis: Alfian Putra Abdi
Editor: Alexander Haryanto