tirto.id - Isu penyadapan antara Ketua MUI Ma'ruf Amin dan Susilo Bambang Yudhoyono--sebagaimana ditudingkan pengacara Ahok dalam sidang Senin kemarin--semakin panas. Sejumlah politisi di DPR turut angkat bicara mengenai isu sensitif tersebut. Mereka menyebut isu penyadapan itu harus ditelusuri supaya jelas sumber penyadapan legal atau ilegal.
Politisi PKS sekaligus Anggota Komisi 1 DPR RI, Sukamta, turut angkat bicara. Menurutnya persoalan itu sangat serius sehingga harus diperjelas dengan alat bukti. “Kan kalau seseorang tahu dapat telepon, tahu isinya, ini kan berarti ada peluang terbesar dari penyadapan. Kalau itu dilakukan oleh orang sipil apakah itu yang bersangkutan atau penasihat hukumnya itu illegal menurut UU ITE pasal 31, semua bentuk penyadapan itu dilarang kecuali oleh aparat hukum yang berwenang," ujarnya kepada Tirto.id, di Gedung DPR, Selasa (1/2/2017).
Sukamta berpendapat jika pihak Ahok mendapatkan data dari aparat, berarti yang melakukan penyadapan dan membocorkannya telah melakukan keberpihakan kepada salah satu kontestan pilkada.
“Karena aparat negara, bukan aparat pemerintah dibiayai oleh APBN diatur oleh UU untuk tidak berpihak. Jadi ini persoalan yang sangat serius yang harus diikuti. Seharusnya UU ITE pasal 31, ayat 123, mengatur soal penyadapan itu, ayat 4-nya, itu mengatakan bahwa tata cara penyadapan dan intersepsi itu harus diatur dengan UU,” ungkapnya.
Lebih lanjut, ia mengkritik penasihat hukum Ahok yang memperlakukan ulama dengan tidak semestinya. Menurutnya, Ma’ruf Amin dihadirkan sebagai saksi ahli terkait dengan keahliannya soal-soal agama. Mestinya, kata dia, yang dipersoalkan adalah untuk apa dia dipanggil dengan otoritas keagamaannya,bukan untuk dipermalukan dengan hal lain.
“Saya kira yang demikian sangat mengganggu rasa hormat dan respek umat islam. Kita sebagai umat Islam ikut merasa tersinggung. Ketua MUI, PBNU dituduh-tuduh, apalagi tuduhannya didasarkan pada kemungkinan besar penyadapan yang illegal,” tuturnya.
Senada dengan Sukmanto, Wakil Ketua DPR RI, Agus Hermanto, juga menyesalkan apa yang terjadi dalam siding kemarin. “Kok ada sampai seseorang yang ada di pengadilan lebih banyak mengintervensi daripada saksi?” tutur dia di gedung DPR, Rabu (1/2).
Menurut dia, ketua MUI Ma’ruf Amin merupakan seseorang yang sangat dihormati oleh masyarakat Indonesia sehingga bisa menimbulkan perlawanan dari umat Islam yang membuat situasi tidak kondusif.
Tak hanya itu, dia juga mempertanyakan dari mana informasi tersebut berasal. “Dugaan kami bisa saja menyadap, ataupun dengan yang lain. Tetapi dia dapat memperoleh informasi yang seperti itu, tentunya tidak bisa diperkenankan karena dia bukan alat kelengkapan atau bukan aparat yang boleh melaksanakan penyadapan,” tutur dia.
Sementara itu, terkait persoalan ini Ahok telah meminta maaf atas perlakuannya yang terkesan memojokkan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin di persidangan kasus dugaan penistaan agama, Selasa kemarin.
“Saya meminta maaf kepada KH Ma’ruf Amin apabila terkesan memojokkan beliau,” kata Ahok melalui siaran pers yang disampaikan juru bicaranya Raja Juli Antoni, Rabu (01/02/2017).
Ahok juga mengklarifikasi komunikasi via telepon antara Susilo Bambang Yudhoyono dengan Ma’ruf Amin. Menurutnya hal tersebut menjadi ranah penasihat hukumnya. “Saya hanya disodorkan berita liputan6.com tanggal 7 Oktober, bahwa ada informasi telepon SBY ke Kiai Ma'ruf, selanjutnya terkait soal ini saya serahkan kepada Penasehat Hukum saya,” ujar Ahok.
Di kubu berseberangan,SBY meminta aparat penegak hukum segera memproses pernyataan pengacara Ahok yang mengklaim memiliki transkrip percakapan antara dirinya dengan Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Ma’ruf Amin. SBY merasa pernyataan tersebut merupakan bukti dirinya telah disadap secara ilegal.
“Hak saya diinjak-injak. Privasi saya yang dijamin undang-undang dibatalkan dengan cara disadap secara tidak legal,” kata SBY dalam konferensi pers di Wisma Proklamasi Jakarta, Rabu (01/02).
Dia menegaskan saat ini "bola" persoalan bukan ada pada dirinya atau Maruf Amin atau Ahok dan kuasa hukumnya. Menurut dia, "bola" persoalan kini berada di penegak hukum.
"Bola sekarang bukan ada pada saya, bukan di pak Maruf Amin, bukan di pak Ahok dan pengacaranya, tapi di Polri dan penegak hukum lain. Kalau ternyata yang menyadap adalah institusi negara, maka bola berada di pak Jokowi," jelas dia.
Penulis: Chusnul Chotimah
Editor: Agung DH