Menuju konten utama
Pelaksanaan Haji 2024

Polemik Pansus Hak Angket Haji 2024 yang Dinilai Hanya Gimik DPR

Mustolih menduga DPR seperti ingin memperbaiki citra politik mereka, mengingat ketidakjelasan Pansus dalam beberapa waktu belakangan ini.

Polemik Pansus Hak Angket Haji 2024 yang Dinilai Hanya Gimik DPR
Umat Islam memadati Jabal Rahmah jelang wukuf di Arafah, Makkah, Arab Saudi, Sabtu (15/6/2024). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/wpa.

tirto.id - Proses penyelenggaraan ibadah haji 2024 belum selesai, tapi di Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, para anggota dewan sudah kepanasan membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk mengevaluasi penyelenggaraan ibadah haji tahun ini. Acuannya ialah hasil kerja Tim Pengawas (Timwas) Haji DPR RI yang ikut memantau haji di Makkah, Arab Saudi, beberapa waktu lalu.

Pembentukan Pansus Hak Angket akhirnya disepakati anggota dewan dalam Sidang Paripurna DPR, Selasa, 9 Juli 2024. Sidang dipimpin Muhaimin Iskandar, Wakil Ketua DPR RI, yang memang sejak awal mengkritisi penyelenggaraan haji. Dalam siding Selasa siang itu, Cak Imin yang juga menjabat Ketua Tim Pengawas Haji DPR, sebelum mengetok palu bertanya kepada 132 peserta sidang apakah menyetujui Pansus.

“Setuju...!” peserta rapat menjawab serentak. Muhaimin lalu mengatakan, pembentukan panitia angket penyelenggaraan haji akan diproses dan ditindaklanjuti sesuai aturan.

Usai sidang, Cak Imin menerangkan kalau pembentukan pansus dalam rangka mencegah penyelewengan kebijakan yang merugikan jemaah haji di masa depan. Ia memastikan roadmap kerja Pansus Angket segera disusun dengan melibatkan nama-nama anggota dewan dari berbagai fraksi yang sudah disepakati.

Ia juga menggarisbawahi, Pansus segera bekerja cepat menyusun target-target agar kesalahan pelaksanaan haji tidak terulang di tahun-tahun mendatang. Masalah paling fatal, Muhaimin mencontohkan, adalah penggunaan visa haji reguler yang tidak diberikan kepada calon jemaah yang sudah antre selama belasan tahun, “tapi diberikan kepada haji khusus dengan biaya mahal,” tuturnya.

Juru Bicara Komisi VIII DPR dari Fraksi PDIP, Selly Andriany Gantina, lantas membacakan usulan pembentukan Pansus Hak Angket. Ia menerangkan, hak angket merupakan salah satu hak konstitusional dewan dalam rangka melakukan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah. Pembentukan Pansus sudah disetujui serta ditandatangani oleh 35 anggota.

Kepada Tirto, Selly berujar, setidaknya ada tiga poin yang menjadi catatan Hasil Pengawasan Penyelenggaraan Ibadah Haji 2024. Pertama, soal manajemen kuota haji: mulai dari isu pergeseran kuota reguler, kesempatan/momentum mengurangi masa tunggu, kuota tambahan haji.

Kedua, masalah manajemen pembiayaan haji: mulai dari isu pengaruh pergeseran kuota terhadap nilai manfaat, peningkatan biaya tak sejalan pelayanan, lalu soal komunikasi Kementerian Agama dengan DPR RI.

Ketiga, tentang penyelenggaraan perjalanan ibadah haji, salah satu isunya terkait ketegasan pemerintah terhadap layanan haji dari Pemerintah Arab Saudi, kemudian keterlibatan lembaga dan instansi dalam proses rekrutmen SDM petugas haji.

Dari beberapa poin tersebut, isu yang lagi gaduh saat ini soal pergeseran atau pembagian kuota haji 2024 sebanyak 241.000 orang (setelah ada tambahan kuota 20.000) jemaah untuk reguler dan khusus.

Berdasar risalah hasil Rapat Panitia Kerja (Panja) dengan Kemenag terkait penetapan BPIH 1445 H/2024 M pada 27 November 2023, saat itu disepakati kuota haji reguler sebanyak 221.720 orang dan jemaah haji khusus 19.280 orang. Namun pada realisasinya hanya 213.320 jemaah haji reguler, dan sisanya 27.680 untuk jemaah haji khusus.

Pergeseran ini menurut Pengawas Haji DPR tidak memperhatikan undang-undang yang berlaku, di antaranya UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umroh (PHU) serta Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 6 Tahun 2024 tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji 1445 H/2024 M.

“Kementerian Agama, harus terbuka mengenai pembagian kuota, baik menyangkut tambahan maupun peralihan kuota reguler. Pasalnya, ada selisih 8.400 jemaah yang seharusnya masuk dalam kouta haji reguler. Kini dimasukan dalam haji khusus,” kata Selly lewat pesan WhatsApp.

Ia melanjutkan, “Jika memang memperhatikan regulasi yang ada, kemudian ada komunikasi dengan DPR, persoalan kuota haji tidak terjadi. Sebab itu, dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji, regulasi dan hasil rapat seharusnya menjadi pedoman oleh Kementerian Agama RI. Baik kebijakan anggaran, pelayanan, hingga kuota haji.”

Berikutnya, Pansus akan mulai bekerja setelah resmi dibentuk kemarin, meskipun proses penyelenggaraan ibadah haji sendiri baru akan selesai pada 23 Juli 2024. Pansus akan bekerja dengan memaksimalkan masa reses atas izin dari pimpinan DPR sampai selambat-selambatnya sebelum berakhir masa jabatan anggota dewan pada September mendatang.

“Semua akan dilakukan secara marathon dan terbuka untuk publik,” kata dia menambahkan.

DPR sepakat bentuk Pansus Haji 2024

Ketua Tim Pengawas Haji 2024 Abdul Muhaimin Iskandar (tengah) menyampaikan keterangan kepada wartawan usai rapat evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji 2024 di ruang sidang Komisi VIII, kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Senin (1/7/2024). ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/tom.

Bila mengacu pada UU Nomor 8 Tahun 2019, terutama pada Pasal 8, Pasal 9, dan Pasal 64, sebenarnya apa yang dilakukan oleh Kementerian Agama tidaklah salah. Dalam pasal tersebut, pembagian kuota haji normal atau pokok sebenarnya sudah dijalankan oleh kementerian. Termasuk pembagian tambahan kuota haji. Hal ini disampaikan Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta, Mustolih Siradj.

Kuota haji pokok awalnya sebanyak 221.000 jemaah. Sesuai Pasal 64, kuota itu dibagi menjadi dua, yakni untuk jemaah haji reguler sebanyak 203.320 orang setara 92 persen, sementara jemaah haji khusus sebanyak 17.680 atau setara 8 persen. Kemudian ada tambahan kuota sebanyak 20.000 jemaah dari Pemerintah Arab Saudi, sehingga totalnya menjadi 241.000 jemaah.

Lalu, Pasal 9 menjelaskan, untuk kuota haji tambahan selanjutnya diatur atau ditetapkan oleh menteri agama lewat Peraturan Menteri (Permen). Sehingga, ketika kuota haji tambahan sebesar 20.000 dibagi rata, sebanyak 10.000 untuk haji reguler (menjadi 213.320) dan 10.000 untuk haji khusus (menjadi 27.680), menurut Mustolih, tidak apa-apa.

“Secara regulasi Kemenag tidak menyalahi. Ngunci di situ. Dari aspek regulasi aman,” kata Mustolih.

Kemudian bila mengacu pada Undang-Undang MD3 (MPR, DPR, DPRD, DPD) bahwa ada persoalan mendesak, strategis, dan berdampak luas yang menyebabkan situasi sangat serius sehingga perlu ditangani secara komprehensif, pria yang akrab disapa Cak Must itu menegaskan kalau persoalan haji tidak cukup masuk kategori itu. Apalagi kemudian alasan Pansus dinarasikan gara-gara Kemenag mengabaikan kesepakatan dengan Panja DPR.

“Bobotnya kalau ditimbang ya jauh. Kemenag tidak menyalahi regulasi. Tapi kalau kemudian DPR membuat Pansus dengan alasan itu, ya boleh-boleh saja. Tapi kan tidak semua persoalan bisa dipansuskan. Harusnya cukup di Panja, dievaluasi di level-level itu,” kata dia.

Mustolih menjelaskan, secara substansial ada banyak isu lain yang lebih menggelisahkan publik dan lebih layak untuk di-Pansuskan oleh DPR. Ia mencontohkan kasus judi online, penipuan online, kemudian pencurian data pribadi, yang memang membuat gelisah publik secara masif akhir-akhir ini.

“Lha, isu haji ini tidak mencerminkan kegelisahan publik. Tidak masif, tidak terstruktur dan tidak meluas,” kata Mustolih menambahkan.

Kemudian secara teknis, kata dia, Pansus juga dipaksa dibuka pada akhir periode. Di sisi lain, masa operasional haji belum selesai karena masih menyisakan 14 hari lagi. Kemudian nanti terbentur masa reses anggota, lalu bulan berikutnya anggota dewan baru juga sudah mulai masuk.

“Masak penyelenggaraan haji belum selesai kok menterinya dipanggil. Jadi saya ragu ini (Pansus) akan tuntas. Pansus ini problematis. Ini akan menjadi pertaruhan reputasi DPR,” kata dia.

Dalam beberapa waktu belakangan ini, ada beberapa Pansus yang kemudian tidak jelas ending-nya. Contohnya, kata dia, Pansus soal tenaga kerja asing yang menguap begitu saja. Lalu, ada Pansus soal kecurangan pemilu yang tidak jelas terealisasi atau tidak.

Jadi, Mustholih menambahkan, dari segi teori boleh-boleh saja DPR membuat Pansus, tapi lebih baik dilihat dulu urgensinya, menyangkut hajat hidup orang banyak atau tidak. “Kalau memang pertimbangannya itu (urgensi), kasus judi online itu lebih urgen,” kata dia.

Sementara itu, Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas, mengaku menghormati pembentukan Pansus Hak Angket tersebut. Ia mengatakan, pembentukan hak angket dijamin konstitusi sehingga akan dihormati. “Ya kita ikuti saja. Itu kan proses yang dijamin oleh konstitusi kan. Itu kita ikuti,” kata Menag Yaqut, Selasa, 9 Juli 2024.

Yaqut memastikan Kementerian Agama akan menyampaikan semua proses haji dari persiapan hingga pelaksanaan ibadah kepada DPR. Ia menjamin laporan tersebut disampaikan secara faktual dan tanpa perubahan. “(Kami sampaikan) apa adanya,” kata mantan Ketua Umum GP Ansor itu menambahkan.

Menag Yaqut tinjau persiapan Armuzna

Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas selaku Amirul Hajj mengecek fasilitas layanan tempat wudhu bagi jamaah calon haji Indonesia 1445 H di Arafah, Makkah, Selasa (11/6/2024). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/YU

Pansus Hanya Gimik Politik

Mustolih Siradj yang juga Ketua Komnas Haji ini mensinyalir kalau Pansus Hak Angket haji tersebut tak ubahnya gimik politik. Ia menduga anggota dewan seperti ingin memperbaiki citra politik mereka, mengingat ketidakjelasan Pansus dalam beberapa waktu belakangan ini.

“Jadi ya, kalau mau disebut itu seperti gimik politik saja,” kata dia.

Apalagi dari 35 anggota dewan yang menyetujui, kemudian menandatangani pembentukannya, sebagian besar tidak lagi terpilih di periode selanjutnya alias tidak lagi duduk di parlemen. Pernak-pernik politik semacam itu patut dipertanyakan bila ingin melihat persoalan clear atau tidak.

“Saya curiga ini memang politis, patut dipertanyakan," kata dia menambahkan.

Wakil Ketua MPR RI, Yandri Susanto, sebelumnya juga melempar pernyataan serupa. Ia menilai Pansus Hak Angket Haji cenderung politis. Bahkan, ia menduga yang menggaungkan isu Pansus sebenarnya tidak mengerti clear tentang masalah perhajian.

Kata dia, evaluasi untuk perbaikan pelaksanaan ibadah haji seharusnya cukup dibahas di Rapat Kerja (Raker) Komisi VIII atau cukup dibawa ke Panitia Kerja (Panja) Haji di DPR RI saja. Sebab setelah ini, Kementerian Agama dan Komisi VIII juga harus menyiapkan penyelenggaraan ibadah haji tahun depan.

“Kalau kita ribut masalah politis, ini apa? Terus apa yang mau di-pansuskan?" kata Yandri, Juni lalu, saat berada di Makkah ikut memantau langsung pelaksanaan penyelenggaraan ibadah haji 2024.

Saat itu, Yandri bahkan mengaku heran dengan isu yang disoroti Tim Pengawas DPR terkait ukuran tenda 10 x 12 meter. Tenda tersebut disiapkan Pemerintah Arab Saudi bagi 160 orang jemaah. Artinya, jatah per orang di dalam tenda tersebut hanya 0,8 meter.

“Ya memang kasur itu semua tenda 0,8 ukurannya. Mau tenda haji khusus, mau Mesir, mau Sudan, mau Suria, mau Afghanistan, mau Afrika, mau Indonesia, ukuran kasurnya sama, ya 0,8 meter. Masak mau dipansuskan? Ngerti enggak itu yang ngomong masalah haji,” kata Yandri.

Selain isu kasur, Tim Pengawas DPR, Selly Andriany, juga sempat menyorot petugas haji lebih banyak belanja ketimbang bertugas. Penilaian ini kemudian dijawab oleh Wakil Ketua MUI, Anwar Abbas. Ia mengatakan tuduhan itu menunjukkan ketidaktahuan atau kurang literasi dari tim pengawas terhadap tahapan penyelenggaraan ibadah haji.

“Kesimpulan saya, mungkin dia tidak tahu. Dikira ada jemaah di sini, padahal jemaah belum ada,” kata Buya Anwar Abbas di Madinah, Minggu, 23 Juni 2024, merespons Selly yang mengeluhkan kerja petugas dua hari sebelumnya ketika pergeseran jemaah haji ke Madinah belum dimulai.

Anwar menuturkan, jemaah yang berangkat pada gelombang kedua belum ada yang ke Madinah. Mereka masih di Makkah usai menjalani puncak haji. “Jadi, siapa yang dilayani? Jadi, menurut saya tidak masalah [jika petugas belanja]. Jemaah yang dilayani memang tidak ada,” ucap Buya Anwar.

Menurut Anwar, petugas haji sudah bekerja dengan baik. Apalagi, ada jemaah juga mengapresiasi kinerja mereka. Ia bahkan mengaku telah berdiskusi dengan banyak pihak. Mereka umumnya menilai penyelenggaraan haji tahun ini jauh lebih baik dari tahun sebelumnya, baik dari segi prasarana maupun pelayanan.

“Saya melihat haji tahun ini jauh lebih baik dari tahun kemarin. Ini usai saya berdiskusi dan tanya ke beberapa pihak, dari segi prasarana dan pelayanan,” tutup Buya Anwar.

Jamaah Indonesia nafar awal meninggalkan Mina

Sejumlah bus yang membawa jamaah haji Indonesia melintas menuju Makkah di Mina, Makkah, Arab Saudi, Selasa (18/6/2024). ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/Spt.

Sorotan terhadap petugas haji bahkan sempat dilempar oleh sastrawan dan penulis, Aguk Irawan. Dalam tulisannya di salah satu media online, Aguk mengaku menemukan kasus pungutan liar (Pungli) dilakukan petugas haji di Terminal Syib Amir terhadap jemaah berkursi roda.

Saat itu, ia mengaku ke Makkah atas nama Komisi VIII dan mendampingi Cucun Ahmad Syamsurijal, anggota komisi dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Aguk mengaku harus menerjemahkan kemarahan Cucun saat berada di Shib Amir menjadi sebuah tulisan ditambah hasil observasinya.

“Perintahnya pada saya seperti itu. Dari ketum (Cak Imin), tolong pahami psikologis saya. Tugas saya investigasi, observasi terus menulisnya. Ya mau tidak mau ya harus berhadap-hadapan sama teman-teman Kemenag," kata Aguk menegaskan.

Tulisan Aguk saat itu sempat bikin para petugas haji “ngegas,” salah satunya Muhammad Yunus. Yunus menjelaskan proses penggunaan kursi roda bagi lansia di terminal. Menurut dia, uang jasa dari jemaah memang dititipkan dulu ke petugas haji. Lalu, petugas itulah yang akan membayarkan kepada pendorong kursi resmi di Masjidil Haram.

“Jemaah mempercayakan kepada petugas karena merasa nyaman. Selain tentunya ada keterbatasan bahasa komunikasi dengan jasa pendorong, juga demi keamaan. Sebab, pada beberapa kasus jasa pendorong menaikkan tarifnya semena-mena," kata Yunus sambil menegaskan kalau itu bukan uang pungli.

Belakangan, Aguk mengklarifikasi dan meminta maaf melalui video yang kemudian viral di grup-grup WhatSapp. Ia mengakui kalau observasinya kurang sahih karena tidak melanjutkan investigasinya sampai lokasi dalam Masjidil Haram. Ia juga mengaku tidak mengetahui detail soal skema pembayaran jasa dorong kursi roda.

Irjen Kemenag Faisal Ali Hasyim

Inspektur Jenderal Kementerian Agama Faisal Ali Hasyim memantau layanan fast track setibanya di King Abdul Aziz International Airport (KAAIA) di Jeddah, (5/6/2024). (Tirto.id/M Taufiq)

Walhasil, Direktur Center for Economic and Democracy Studies (Cedes), Zaenul Ula, memandang adanya kepentingan politik dari pembentukan Pansus Haji ini. Sebab, proses pelaksanaan ibadah haji 2024 secara resmi baru selesai pada 23 Juli mendatang.

“Evaluasi dan kritik terhadap pelaksanaan kebijakan publik yang dilakukan oleh pemerintah seperti pelaksanaan ibadah haji itu boleh-boleh saja, apalagi untuk perbaikan, sangat baik. Tapi tetap harus dengan cara yang baik dan benar juga prosesnya,” ujar Zaenul dalam keterangan tertulis, Rabu 10 Juli 2024.

Zaenul menilai, prosedur pembentukan pansus itu terkesan buru-buru. Padahal, proses pelaksanaan haji yang mau dievaluasi tersebut belum selesai. “Saya dengar proses pengusulan tidak memenuhi persyaratan perundang-undangan terkait jumlah pengusul dan tidak melalui Bamus (Badan Perumus), serta pandangan fraksi-fraksi,” ungkap dia.

Indikasi ada udang di balik batu, menurut dia, semakin terlihat karena adanya indikasi rivalitas kelompok yang mencoba memanfaatkan institusi DPR untuk melakukan pressure atau tekanan secara politik.

Dia berharap, kekuatan politik di parlemen tidak terpancing untuk ikut dalam tarik-menarik kepentingan politik antar-kelompok tersebut. Tentunya, hal itu tidak baik untuk pembelajaran politik bagi publik.

“Karena pembentukan Pansus Angket harusnya didasarkan kepada urgensi, bukan kepentingan politik sesaat," kata dia menegaskan.

Baca juga artikel terkait HAJI 2024 atau tulisan lainnya dari Muhammad Taufiq

tirto.id - Sosial budaya
Reporter: Muhammad Taufiq
Penulis: Muhammad Taufiq
Editor: Abdul Aziz