Menuju konten utama

Aguk Melihat Transaksi Jasa Kursi Roda, Tapi Tak Tahu Skemanya

Uang jasa kursi roda dari jemaah dititipkan dulu ke petugas haji. Lalu, petugas itulah yang akan membayarkan kepada pendorong kursi resmi di Masjidil Haram.

Aguk Melihat Transaksi Jasa Kursi Roda, Tapi Tak Tahu Skemanya
Jamaah calon haji lansia duduk di kursi roda saat layanan dokumen Makkah Route di Bandara Adi Soemarmo, Boyolali, Jawa Tengah. Antarafoto/Aloysius Jarot Nugroho

tirto.id - Penulis Aguk Irawan direkrut Komisi VIII DPR RI untuk melakukan investigasi dan pengawasan penyelenggaraan ibadah haji di Makkah. Ia menjelaskan terkait kritik-kritiknya yang dinilai fitnah oleh Kementerian Agama, terutama soal komersialisasi jasa kursi dorong jemaah lansia dan risti (resiko tinggi).

Dihubungi Tim Media Center Haji, ia mengaku melihat sendiri ada transaksi di terminal Shib Amir antara jemaah dan petugas haji. Menurutnya, jemaah menyerahkan uang kepada seorang petugas berseragam, rompi hitam, dan baju putih. Kemudian ia menegurnya, “kenapa harus bayar?”

"Petugas menjawab untuk jasa mendorong kursi roda memang bayar," kata Aguk, Jumat (14/06/2024). Namun Aguk tidak melihat apakah uang itu memang masuk ke kantong pribadi petugas atau tidak.

"Saya merasa benar. Karena saya melihat ada transaksi di depan mata saya. Tapi saya tidak tahu apakah kemudian uang itu diserahkan ke jasa pendorong resmi atau tidak," ujar Aguk menambahkan.

Ia melanjutkan, kalau prosesnya memang uang tersebut diserahkan petugas haji ke jasa pendorong kursi roda resmi di Masjidil Haram, Aguk meminta maaf kepada para petugas haji.

"Kalau prosesnya memang seperti itu saya minta maaf. Saya tidak tahu yang di dalam (Masjidil Haram), kelemahannya memang saya kurang observasi yang di dalam," ujar Aguk.

Sebelumnya, untuk jasa pendorong kursi roda memang para jemaah haji dikenai tarif oleh pengelolanya di Masjidil Haram. Biayanya sebesar 250 riyal dan bisa mencapai 400 riyal pada puncak haji. Jasa pendorong kursi roda ini bukanlah petugas haji, namun para mukimin setempat.

Pembayaran pada awalnya juga melalui mekanisme kupon. Uang jasa dititipkan kepada kepala rombongan, tapi kadang-kadang dititipkan kepada petugas. Para pengelola jasa akan mendapat kupon, kemudian mengerjakan tugasnya. Setelah semua selesai, kupon diserahkan kepada para pendorong kursi oleh kepala rombongan atau petugas haji plus uang pembayaran.

Aguk tidak mengetahui ada mekanisme seperti itu. Ia juga berdalih kalau petugas yang ditemui di Shib Amir tidak menjelaskan sedetail itu kepada dirinya.

"Yang pasti saya melihat ada transaksi. Petugas juga tidak menjelaskan mekanisme itu pada saya," katanya.

Aguk datang atas nama Komisi VIII dan mendampingi Cucun Ahmad Syamsurijal, anggota komisi dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa. Aguk saat itu mengaku Cucun marah saat di Shib Amir, maka kemudian menulis peristiwa tersebut.

"Perintahnya pada saya seperti itu. Tugas saya investigasi, observasi terus menulisnya. Ya mau tidak mau ya harus berhadap-hadapan sama temen-temen Kemenag," kata Aguk menegaskan.

Salah satu petugas haji yang pernah bertugas di Syib Amir, Muhammad Yunus, menjelaskan proses penggunaan kursi roda bagi lansia di terminal. Menurut Yunus, uang jasa dari jemaah memang dititipkan dulu ke petugas haji. Lalu, petugas itulah yang akan membayarkan kepada pendorong kursi resmi di Masjidil Haram.

"Jemaah mempercayakan kepada petugas karena merasa nyaman. Selain tentunya ada keterbatasan bahasa komunikasi dengan jasa pendorong, juga demi keamaan. Sebab, pada beberapa kasus jasa pendorong menaikkan tarifnya semena-mena," kata Yunus.

"Tulisan Mas Aguk jelas tanpa pengamatan lebih dalam. Ia hanya melihat sekilas tanpa mengonfirmasi kepada petugas atau jemaah. Tulisannya lebih pada tuduhan yang mengarah ke fitnah, dan tentu saja melukai perasaan ribuan petugas haji yang tulus membantu jemaah," kata Yunus.

Baca juga artikel terkait HAJI 2024 atau tulisan lainnya dari Muhammad Taufiq

tirto.id - Flash news
Reporter: Muhammad Taufiq
Penulis: Muhammad Taufiq
Editor: Irfan Teguh Pribadi