tirto.id - Dirkrimsus Polda Metro Jaya, Kombes Pol Adi Deriyan menyatakan, tiga media pemberitaan yang dilaporkan oleh Direktur Penyidikan (Dirdik) KPK, Brigjen Pol Aris Budiman tidak akan diproses. Pihaknya akan menyerahkan masalah tersebut kepada Dewan Pers terlebih dahulu.
Adi menerangkan, penyelesaian masalah pemberitaan yang menjadikan media tersebut sebagai terlapor akan diproses sesuai kesepakatan antara Kepolisian dengan Dewan Pers. Adi berkata, penyelesaian akan didasarkan pada UU Pers dan nota kesepahaman antara Kepolisian dan Dewan Pers.
“Ya pasti kita akan arahkan (kepada Dewan Pers) kalau menyangkut kepada – terlapornya adalah media,” kata Adi, di Polda Metro Jaya, Kamis (7/9/2017).
Menurut Adi, pelaporan dari Aris Budiman terhadap tiga media, yakni: Kompas TV, Majalah Tempo, dan Inilah.com harus diperiksa lebih lanjut. Kalau misalnya menyangkut dengan pernyataan seseorang, Adi menilai, orang tersebut bisa dipidanakan. Namun, bukan media terkait yang akan dijadikan tersangka.
Hingga saat ini, pihaknya masih dalam tahap penyelidikan kasus. Adi mengaku, penyidik harus meminta keterangan saksi terlebih dahulu. Keterangan ahli inilah yang akan menentukan apakah perkara ini memenuhi unsur pidana terkait pernyataan seseorang atau pemberitaan media.
“Kalau ahli menyampaikan yang seperti mas sampaikan ini, kan sudah masuk dalam hasil kerja dari pers ya, kita akan mengedepankan dengan cara Dewan Pers, gitu aja. Gampang-gampang aja, bos,” kata Adi.
Dalam kasus ini, Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta mengecam langkah Dirdik KPK, Brigadir Jenderal Polisi Aris Budiman yang mengadukan Tempo, Kompas TV, dan portal berita Inilah.com ke Kepolisian Daerah Metro Jaya dengan tuduhan pencemaran nama baik.
“Tindakan Aris ini berpotensi mengancam kebebasan pers dan menghambat terpenuhinya hak masyarakat untuk memperoleh berita yang akurat. Jurnalis dan media yang mencari bahan berita hingga menerbitkan berita dilindungi oleh Undang-Undang Pers,” kata Ketua AJI Jakarta Ahmad Nurhasim, Rabu (6/9/2017) dalam siaran pers.
Aris Budiman merasa dicemarkan nama baiknya dengan berita dan opini di Majalah Tempo edisi 28 Agustus-3 September 2017 berjudul ‘Penyusup Dalam Selimut KPK.’
Pengaduan disampaikan oleh Aris pada Selasa, 5 September 2017. Dalam pengaduannya, Aris merujuk isi berita yang dimuat Tempo bahwa KPK memeriksa direktur penyidikan karena dugaan pelanggaran kode etik akibat membocorkan materi pemeriksaan sampai menghalangi penetapan tersangka Setya Novanto dalam kasus e-KTP.
Adapun Kompas TV diadukan terkait dengan wawancara eksklusif dalam program Aiman Kompas TV dengan narasumber Donald Faris, Koordinator Indonesia Corruption Watch, terkait pernyataan kasus e-KTP. Sedangkan Inilah.com diadukan karena memberitakan Aris diduga meminta uang Rp2 miliar untuk mengamankan kasus e-KTP.
Pengaduan Aris ke polisi, menurut AJI Jakarta, bertentangan dengan UU Pers. Sebab, salah satu fungsi pers adalah media informasi dan kontrol sosial terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kepentingan umum, termasuk mengawasi Komisi Pemberantasan Korupsi dan pejabat KPK. Pers juga berperan mengembangkan pendapat umum berdasarkan informasi yang tepat, akurat, dan benar.
Dalam melaksanakan profesinya jurnalis mendapat perlindungan hukum. “Jurnalis yang menjalankan tugasnya tidak bisa dipidanakan karena mereka bekerja untuk kepentingan umum,” ujarnya.
Jurnalis bekerja dengan panduan Kode Etik Jurnalistik. Pasal 4 UU Pers juga menyatakan kemerdekaan pers dijamin sebagai hak asasi warga negara.
”Kalau jurnalis dan karya jurnalistik media-media tersebut dikriminalkan dan diproses hukum oleh polisi, itu sama saja merampas hak asasi warga negara. Jurnalis adalah kepanjangan tangan warga negara untuk mendapat hak asasinya berupa kemerdekaan pers,” kata dia.
Pers bekerja memenuhi hak masyarakat untuk mengetahui. Nurhasim menurutkan, Aris mestinya menempuh mekanisme seperti yang diatur dalam UU Pers untuk menyelesaikan masalah pemberitaan melalui hak jawab dan hak koreksi.
“Bila merasa dirugikan oleh pemberitaan, silakan protes ke media yang mempublikasikan berita tersebut,” kata dia.
Bila mekanisme tersebut tidak menyelesaikan masalah, Aris bisa mengadukan ke Dewan Pers untuk dimediasi. Adapun media wajib melayani hak jawab dan hak koreksi.
“Prosesnya begitu di negara demokrasi Indonesia. Jadi, bertahap dan berjenjang,” ujarnya.
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Abdul Aziz