Menuju konten utama

Pleidoi Penyerang Novel Baswedan Jadi Ajang Menyalahkan Korban

Sembari membela diri, terdakwa penyerangan juga menyalahkan Novel Baswedan bahwa mata kirinya yang buta adalah akibat kesalahan penanganan medis.

Pleidoi Penyerang Novel Baswedan Jadi Ajang Menyalahkan Korban
Terdakwa kasus penyiraman air keras kepada penyidik KPK Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulette (tengah) meninggalkan ruangan usai menjalani sidang dakwaan di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (19/3/2020). ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.

tirto.id - Sidang kasus Novel Baswedan berlanjut ke tahap pembelaan atau pleidoi. Dua terdakwa, Ronny Bugis dan Rahmat Kadir Mahulette yang membela diri kini masih sebagai polisi aktif dari kesatuan Brimob.

Keduanya dikawal 10 orang pengacara berasal dari Divisi Hukum Mabes Polri dipimpin oleh kepala divisi Irjen Rudy Heriyanto Adi Nugroho. Rudy membacakan pleidoi terdakwa secara tertulis.

Pembelaan keduanya berfokus pada beberapa hal. Di antaranya, Rudy menyebutkan, Rahmat bukan merencanakan penyerangan kepada Novel Baswedan, melainkan spontan. Malam hari sebelum penyerangan pada 11 April 2017, Rahmat tidak dapat tidur.

Terdakwa memikirkan tindakan terhadap Novel yang diklaim tidak bersikap ksatria dalam kasus tewasnya pencuri sarang burung walet di Bengkulu pada 2004.

Kasus burung walet menempatkan Novel sebagai kepala satuan reserse kriminal yang bertanggungjawab atas tewasnya pencuri. Namun, pihak Novel membantah keterlibatan dalam tewasnya pencuri. Kasusnya sempat ditangani kejaksaan, tapi dihentikan karena tak cukup bukti dan kedaluwarsa.

Keterlibatan Novel dalam kasus penganiayaan pencuri sarang burung walet dianggap sebagai motif penyerangan terdakwa Rahmat. Dan bukan berkaitan kinerja Novel di KPK.

“Jiwa korsa yang tinggi dalam diri terdakwa [Rahmat] menjadikannya sedikit gelap mata, sehingga terdakwa melakukan penyiraman tersebut sebagai bentuk untuk mengingatkan saksi korban agar [Novel] dapat bersikap ksatria dan tidak mengorbankan anak buah dan institusi yang membesarkannya,” kata Rudy dalam sidang pleidoi di PN Jakarta Timur melalui siaran Youtube, Senin (15/6/2020).

Rudy mengklaim, penyerangan dengan air aki yang dicampur air biasa kepada Novel justru tidak mengakibatkan luka berat. Kerusakan di kornea mata kiri akibat dari kesalahan penanganan medis usai penyerangan.

“Kerusakan penglihatan yang saat ini diderita saksi korban merupakan akibat penanganan [medis] yang tidak tepat. Bukan sebagai akibat langsung dari tindakan penyiraman oleh terdakwa,” ujar Rudy.

Padahal dalam proses pengobatan, Novel telah menjalani pengobatan di berbagai rumah sakit Singapura dan Indonesia. Gigi taring Novel Baswedan digunakan untuk membuat jaringan di mata kiri, tapi akhirnya tidak terselamatkan.

Kornea mata kiri novel saat ini divonis tak berfungsi 100 persen, sehingga mengalami kehilangan penglihatan permanen. Sedangkan mata kanan kemampuan penglihatannya berkurang 50 persen.

Hal ini berkaitan daya rusak air keras yang digunakan sebagaimana klaim Novel Baswedan soal pemeriksaan medis usai penyerangan. Bukan air aki seperti klaim pengacara terdakwa.

Dalam persidangan sebelumnya jaksa menyatakan kedua terdakwa terbukti dalam dakwaan subsider bersalah dengan tuntutan satu tahun penjara. Alasan jaksa di antaranya terdakwa ‘tidak sengaja’ menyiramkan air keras ke mata Novel, melainkan ke badan.

Rahmat Kadir Mahulette dan Ronny Bugis dituntut Pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Latar belakang penyiraman air keras adalah keinginan memberikan Novel Baswedan pelajaran atas tindakannya menghancurkan institusi Polri. Di antaranya berkaitan kasus burung walet di Bengkulu.