tirto.id - Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi PKS Hidayat Nurwahid meminta Mahkamah Konstitusi menyatakan permohonan uji materi UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU Pemilu) terkait usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) menjadi kebijakan hukum terbuka atau open legal policy. Sehingga dia meminta MK agar keputusan terkait usia capres dan cawapres diserahkan ke DPR.
“Agar Pemilu benar-benar terlaksana dengan prinsip Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil sesuai aturan Konstitusi (Pasal 23 ayat (1) UUD NRI 1945), sehingga hasilnya menghadirkan legitimasi yang tinggi dan manfaat yang luas bagi demokrasi, Rakyat, dan NKRI,” kata sosok yang akrab disapa HNW dalam keterangan tertulis, dikutip Jumat (4/8/2023).
Dirinya beralasan bahwa pembahasan soal usia capres dan cawapres harus diserahkan ke DPR karena ada sejumlah isu MK telah diintervensi banyak pihak.
Dia khawatir adanya kepentingan politik pragmatis, ingin meloloskan salah satu figur yang digadang-gadang akan dicalonkan sebagai calon wakil presiden yang kebetulan juga putra Presiden Joko Widodo yang usianya belum mencapai 40 tahun. Langkah ini dilakukan agar Gibran bisa menjadi cawapres pada Pemilu 2024 mendatang.
“Jangan sampai dugaan ini mendapatkan pembenaran, dengan ketidak konsistenan MK dalam memutus perkara ini," jelasnya.
HNW juga mengingatkan para hakim MK bahwa dalam setiap uji materi terkait Pemilu, para hakim selalu memutuskan dengan dalih open legal policy. Apabila dalam perkara ini, MK memiliki keputusan yang berbeda, HNW menyebut konsisten MK patut dipertanyakan.
“Sikap konsistensi MK ini kembali diuji, terkait syarat usia pimpinan negara, yang sebelumnya selalu dinyatakan MK sebagai open legal policy, harusnya kembali ditunjukkan oleh MK sebagai keputusan MK, untuk mengembalikan kepercayaan Rakyat Indonesia terhadap MK sebagai pengawal konstitusi yang independen, dan jauh dari kooptasi kekuatan dan kepentingan politik jangka pendek dari pihak manapun juga," ujarnya.
HNW juga mengingatkan bahwa sejak putusannya pada 2007, MK berulang kali menolak permohonan yang berkaitan dengan persyaratan usia calon pejabat negara, karena menilai soal batasan usia tersebut adalah kebijakan hukum yang terbuka yang menjadi kewenangan DPR dan Pemerintah, bukan kewenangan MK.
“Bahkan, pada 2021 lalu, MK juga menolak permohonan uji materi terkait usia calon kepala daerah yang diajukan oleh pemohon dari partai yang sekarang juga melakukan pengujian UU Pemilu ini. Dalam putusan tersebut, MK tegas konsisten merujuk kepada putusannya pada tahun 2007 bahwa masalah usia calon pejabat negara bukan masalah konstitusionalitas norma yang menjadi kewenangan MK,” tegasnya.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Reja Hidayat