tirto.id - “Ndak ada menjegal, malah saya katakan kepada dia [Anies Baswedan], kamu harus usahakan agar koalisi yang mendukung Anies itu kompak. Agar Anies dapat tiket, agar tidak dijegal oleh internalnya sendiri.”
Pernyataan tersebut disampaikan Menkopolhukam Mahfud MD pada 1 Juni 2023 di Provinsi NTT. Pernyataan Mahfud mengemuka lantaran muncul tudingan bahwa pemerintah ingin menjegal bacapres Koalisi Perubahan untuk Persatuan, Anies Baswedan.
Empat bulan sebelum pendaftaran capres-cawapres pada Oktober 2023, isu pencapresan Anies “digoyang” mengemuka lagi. Hal ini tidak lepas dari pertemuan elite PDIP dan Partai Demokrat yang membuka peluang kerja sama politik. Ketua DPP PDIP, Puan Maharani dan Ketum Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono bahkan disebut akan menggelar pertemuan.
Pertemuan tersebut tentu 'spesial.' Dalam catatan sejarah, hubungan PDIP dan Demokrat sudah seperti air dan minyak. Hal itu diawali dengan persaingan antara Presiden RI ke-5 yang juga Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dengan Susilo Bambang Yudoyono (SBY) yang merupakan Menkopolhukam era Megawati.
Sejak SBY dan Demokrat berhasil memenangkan Pilpres 2004, PDIP memilih menjadi oposisi pemerintahan SBY selama dua periode. Sebaliknya, setelah PDIP berhasil memenangkan pemilu presiden pada 2014 dengan Jokowi sebagai presiden, Demokrat juga memilih berada di luar pemerintahan.
PDIP sendiri masih “dingin” dengan Demokrat dan SBY di era pemerintahan Jokowi. Hal itu dapat dilihat dari ketidakhadiran SBY dalam sejumlah kegiatan kenegaraan saat Megawati hadir. Momen yang masih menunjukkan nilai positif PDIP dan Jokowi adalah kehadiran Jokowi yang terekam sekali-kalinya pada Rapimnas Demokrat 2018, silaturahmi petinggi PDIP-Demorkat di Cikeas 2019 atau momen pemakaman istri SBY, Ani Yudhoyono.
Di luar itu, pertemuan antara Puan dan AHY pada 2023 adalah daftar baru minimnya pertemuan PDIP-Demokrat. Pertemuan tersebut akan membahas kerja sama kedua partai di masa depan, apalagi kedua sekjen partai, yakni Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan Sekjen Partai Demokrat Teuku Rifky Harsya sudah melakukan pertemuan awal.
“Pertemuan [Riefky dan Hasto] mengenai ajakan Mas Hasto untuk bekerja sama. Lebih tepatnya nanti akan dibahas lebih lanjut oleh Mba Puan dan Mas AHY [soal kerja sama politik]" ucap Juru Bicara Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra pada Minggu malam.
Hasto mengakui pertemuan tidak sebatas berbicara soal pencapresan. Ia mengatakan pertemuan juga membahas soal masa depan meski Partai Demokrat sudah merapat dengan Koalisi Perubahan untuk Persatuan.
“Meskipun kami tahu di dalam konstelasi pilpres, Partai Demokrat sudah bekerja sama dengan PKS dan Nasdem, tetapi komunikasi politik kan tetap dibangun, apalagi perubahan lingkungan eksternal mendorong seluruh anak bangsa bersama-sama berpikir tentang tanggung jawab Indonesia di dalam membangun kemajuan di dalam seluruh aspek kehidupan,” kata Hasto di kompleks Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin (12/6/2023).
Selain Demokrat, Partai Nasdem juga akan bertemu kembali dengan PDIP. Ketua DPP Partai Nasdem, Sugeng Suparwoto mengklaim partainya juga mendapat sinyal kemungkinan kedua partai bertemu usai kunjungan Puan di masa lalu ke Nasdem Tower.
“Saya kira memang belum, ya, tetapi bahwa ke arah sana sinyalnya sudah ada [Surya Paloh bertemu Puan]" kata Sugeng di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/6/2023).
Koalisi Anies Baswedan Digoyang Lagi?
Analis politik dari Universitas Esa Unggul, Jamaludin Ritonga memprediksikan, pertemuan Puan-AHY akan memicu potensi koalisi PDIP-Demokrat. Ia menilai masih ada potensi PDIP mengajak Demokrat merapat dan menjadikan AHY sebagai bakal cawapres Ganjar.
Ia mengatakan, peluang itu bisa terjadi karena PDIP berkepentingan untuk membendung laju elektabilitas Prabowo Subianto. Ganjar diperkirakan tak mampu membendung Prabowo dan Demokrat mendapat efek elektoral dengan memajukan AHY sebagai bakal cawapres.
Di sisi lain, koalisi perubahan mungkin bubar lantaran ketiga partai koalisi, yakni Nasdem, Demokrat dan PKS tidak sepakat dengan nama pendamping Anies. Ketiga partai punya nama wakil yang dijagokan masing-masing, yakni Khofifah Indar Parawansa (diusulkan Nasdem), Ahmad Heryawan (PKS) dan AHY (Demokrat).
Ketiga partai pun akan mendorong semaksimal mungkin karena memiliki jumlah suara yang tidak jauh berbeda. Namun posisi Demokrat memiliki daya tawar lebih tinggi karena elektabilitas AHY lebih baik daripada nama lain.
“Jadi, dilihat dari sisi itu, masuk akal kalau Demokrat menginginkan AHY menjadi pendamping Anies. Logika politik tentu membenarkan hal itu," kata Jamiluddin.
Jika Nasdem dan PKS bersikukuh, Jamiludin menilai, maka Demokrat bisa saja meninggalkan Koalisi Perubahan untuk Perdamaian, apalagi bila Demokrat dirayu dengan iming-iming kursi bakal cawapres Ganjar.
“Jadi, bubar tidaknya KPP bolanya ada di Nasdem dan PKS. Kalau dua partai ini realistis dan mau menerima AHY menjadi cawapresnya Anies, maka KPP akan eksis dan berpeluang menang pada Pilpres 2024. Sebaliknya, KPP akan bubar dan Anies akan gagal menjadi capres," tutur Jamiluddin.
Sugeng juga mengatakan, pertemuan Demokrat-PDIP tidak akan mengarah pada penjegalan Anies. Pria yang juga anggota Tim 8 Anies itu menilai, PDIP tidak sampai mengganggu koalisi mereka dan menggagalkan pencapresan Anies.
“Kami percaya kok dalam titik-titik tertentu nggak sejahat itu, kok. Kalau sampai terjadi [Anies dijegal], yo kebangetan," kata Sugeng di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/6/2023).
Sugeng memastikan Nasdem tak cemas dan ragu dengan rencana pertemuan PDIP dan Demokrat. Ia menyakini setiap pertemuan pasti ada batasan dan ukurannya.
“Ndak ada istilah insecure ini itu. Semua itu ada takarannya kok. Benar-benar, oh katanya ini akan diambil alih dan sebagainya, ndak lah," ucap Sugeng.
Di sisi lain, ia menyakini tak ada upaya penjegalan terhadap Anies mengingat saat ini super solidnya Koalisi Perubahan. “Saya katakan super solid," tutur Sugeng.
Pernyataan Koalisi Perubahan akan tetap solid dan tetap mendukung Anies sebagai bakal capres juga disampaikan oleh Anggota Tim 8 perwakilan pihak Anies, Sudirman Said. Ia malah mengatakan bahwa Koalisi Perubahan memang mendorong komunikasi ke berbagai pihak.
“Kami di Koalisi Perubahan untuk Persatuan terus membangun trust satu sama lain. Setiap partai malah didorong untuk membuka komunikasi seluas mungkin,” kata Sudirman Said saat dihubungi Tirto pada Senin (12/6/2023).
Mantan Menteri ESDM ini menilai, partai-partai di dalam KPP sepakat untuk menghapus sekat-sekat perbedaan. Dirinya berharap masyarakat melihat partai-partai pendukung Anies bisa saling mengapresiasi dengan berbagai parpol.
“Dalam demokrasi, untuk menjaga persatuan, kita harus memperbanyak jembatan, bukan mempertebal sekat-sekat. Semakin banyak interaksi antar tokoh politik, meskipun berbeda pilihan, akan menyejukkan suasana bernegara. Rakyat juga akan mengapresiasi sikap terbuka dan saling menghormati itu,” kata Sudirman.
Hasto juga mengatakan pertemuan positif tidak serta-merta Demokrat merapat ke PDIP. Hasto mengatakan, kerja sama tidak serta merta AHY menjadi bakal cawapres Ganjar. Ia menegaskan ada sejumlah variabel dan mekanisme dalam penentuan kandidat pendamping Ganjar.
“Itu kan mekanismenya sudah sangat jelas, di mana kami melakukan kajian-kajian secara dinamis konstelasinya, elektoralnya, perpaduan kepemimpinannya, tanggung jawab bagi masa depan, perpaduan untuk menyelesaikan masalah rakyat saat ini, sehingga secara empiris sudah terbukti bahwa pada akhirnya akan muncul sosok pemimpin dwitunggal yang mendampingi Pak Ganjar,” kata Hasto.
Analis politik dari Universitas Padjajaran, Kunto Adi Wibowo menilai, Koalisi Perubahan tetap solid. Ia menilai partai yang tergabung dalam KPP tetap menyerahkan nama bakal cawapres kepada Anies Baswedan.
“Komitmennya tetap cawapres adalah urusannya, diserahkan ke capres Anies Baswedan sehingga kalau memang sudah ada komitmen itu, ya tinggal ditunggu saja gitu,” kata Kunto kepada reporter Tirto.
Kunto malah melihat aksi Demokrat bertemu dengan PDIP sebagai ajang menekan Koalisi Perubahan untuk Persatuan. Spekulasi ini mengacu pada pernyataan Ketua Bappilu Partai Demokrat, Andi Arief yang mengevaluasi pencapresan Anies lantaran lambat mengumumkan cawapres.
Aksi Demokrat cukup beralasan lantaran mereka khawatir Anies tidak memenangkan pemilu. Hal ini terlihat dari penurunan elektabilitas mantan Gubernur DKI Jakarta itu. Di sisi lain, kata dia, Demokrat yakin bahwa cawapres Anies yang paling ideal adalah AHY.
Lantas mengapa PDIP memilih Demokrat daripada partai lain di KPP, misal Nasdem yang merupakan koalisi di pemerintah saat ini? Kunto melihat faktor utama PDIP lebih memilih Demokrat karena ada kesamaan kepentingan. Ia mencontohkan, PDIP bisa mendapat nilai tambah karena berkomunikasi dengan partai yang dikenal sebagai 'musuh' mereka dalam berpolitik beberapa tahun terakhir.
Sementara itu, Demokrat mendapat opsi daya tawar baru untuk mendorong Koalisi Perubahan mengumumkan cawapres mereka, yakni AHY sebagai pendamping Anies. Kunto juga menilai tidak menutup peluang Demokrat bergeser dengan rayuan PDIP.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz