tirto.id - Lembaga riset IHS Markit mencatat Purchasing Managers’ Index™ (PMI™) Manufaktur Indonesia per Oktober 2020 mencapai 47,8 poin. Angka ini relatif membaik dari posisi September 2020 47,2 poin.
“Produsen barang Indonesia terus berjuang melawan permintaan yang lemah, biaya tambahan yang naik dan pembatasan terkait COVID-19 yang terus berlanjut,” ucap Kepala Ekonom IHS Markit Bernard Aw dalam keterangan tertulis, Senin (2/11/2020).
Meski membaik, IHS Markit menilai capaian ini menunjukkan tren pemburukan industri manufaktur Indonesia kembali berlanjut. Bahkan Indonesia belum mampu mengembalikannya ke titik di atas 50 poin sebagai indikator perusahaan manufaktur kembali berekspansi karena mengalami peningkatan penjualan yang berakibat pada peningkatan produksi.
IHS Markit menyatakan idealnya pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di RI dapat menyebabkan kenaikan PMI. Sayangnya, pelonggaran hanya menghasilkan dorongan yang kecil.
Volume produksi mengalami kontraksi dua bulan berturut-turut per Oktober 2020 meski dengan penurunan yang semakin landai. Di saat yang sama, arus masuk pesanan baru terus menurun. Permintaan eksternal terus melemah.
Kondisi ini menyebabkan jumlah pekerjaan yang menumpuk terus berkurang sehingga menyebabkan kapasitas berlebih. Sebagai respons atas kondisi ini, IHS Markit mencatat perusahaan terpaksa mengurangi jumlah karyawan pada Oktober 2020. IHS Markit juga menerima laporan secara besar-besaran mengenai pelepasan tenaga kerja yang meningkat.
Imbas penurunan produksi juga terasa pada kebutuhan barang input atau bahan baku. IHS Markit mencatat kebutuhan bahan baku menurun ke posisi terendah dalam periode 8 bulan terakhir. Sayangnya, di tengah penurunan penjualan, perusahaan semakin tertekan dengan kenaikan harga bahan baku seperti logam dasar, bahan kimia, plastik, dan beberapa bahan pangan.
“Mereka [pelaku usaha] harus mengurangi kapasitas dan investasi agar dapat terus bertahan. Jumlah karyawan, pembelian input, dan inventaris semuanya terus dikurangi pada Oktober,” ucap Bernard.
Faktor lainnya yang memberi tekanan pada pelaku usaha antara lain cuaca buruk, demo buruh dan COVID-19 yang masih belum selesai di penghujung tahun. Bernard menyatakan, “ketidakpastian berlangsungnya pandemi ini dan juga ketiadaan vaksin yang efektif, dapat menahan permintaan dan aktivitas ekonomi tetap lesu pada bulan-bulan ke depan.”
Penulis: Vincent Fabian Thomas
Editor: Maya Saputri