Menuju konten utama

Penjual Obat Terapi COVID Tanpa Izin Rugikan Warga & Rumah Sakit

Obat terapi COVID-19 yang dikuasai penjual obat tanpa izin telah merugikan warga yang membutuhkan dan rumah sakit.

Penjual Obat Terapi COVID Tanpa Izin Rugikan Warga & Rumah Sakit
Pedagang menata obat di salah satu toko di Pasar Pramuka, Jakarta, Kamis (8/7/2021). ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/wsj.

tirto.id - Obat untuk terapi pasien COVID-19 mulai langka imbas dari maraknya praktik penjualan obat tak berizin.

Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Kombes Pol Tubagus Ade Hidayat menyatakan berdasarkan penelusuran penjualan tanpa izin itu telah merugikan masyarakat sebab harga naik berlipat.

Terhadap pedagang obat tak berizin, kini polisi telah menetapkan dua tersangka. Mereka menjual Oseltamivir 75 miligram dengan harga empat kali lipat dari harga eceran tertinggi yang ditetapkan pemerintah.

"Orang-orang ini [tersangka] menjual obat keras tanpa keahliannya [tak berizin]. Mereka membeli dengan jumlah banyak untuk mencari keuntungan,” kata Tubagus di Polda Metro Jaya, Jumat (9/7/2021).

Secara resmi alur distribusi obat COVID-19 dari distributor ke pedagang besar, lalu dialirkan ke rumah sakit, apotek dan pedagang obat resmi.

"Orang seperti ini mengakibatkan ketersediaan yang harusnya ada di rumah sakit, di toko obat, tidak ada. Karena diborong oleh mereka. Akhirnya di pasaran tidak ada [obat COVID-19], sehingga harganya naik,” sambung dia.

Polisi telah menangkap dua pedagang obat ilegal berinisial M dan MPP. Kaitan di antara mereka adalah MPP menawarkan 10 kotak obat Oseltamivir 75 miligram dan dijual kepada M dengan harga dua kali lipat. Lantas M menjual kembali obat itu kepada masyarakat via media sosial. Harga satu kotak Rp260 ribu berdasarkan harga eceran tertinggi (HET). Kemudian bila membeli 10 kotak maka harus menebus Rp2.600.000

"Sampai ke masyarakat (dijual) yang membutuhkan harganya Rp8.400.000. Ada kenaikan keuntungan empat kali lipat, karena (penjual) tahu ini langka," jelas Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol Yusri Yunus.

Dia bilang polisi masih akan terus mengungkap kasus-kasus serupa, tak terkecuali distributor obat yang memainkan harga jual.

Kedua tersangka dijerat Pasal 107 UU 7/2014 juncto Pasal 29 UU 8/1999, dan UU 19/2016. Mereka terancam 5 tahun penjara dan maksimal 10 tahun kurungan.

Pekan lalu, polisi juga meringkus seorang pemilik toko obat di Pasar Pramuka, Jakarta Timur, lantaran menjual obat Ivermectin lebih tinggi dari HET yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan. Tersangka menjual obat itu Rp475 ribu per kotak. Sementara harga normal hanya Rp75 ribu.

Baca juga artikel terkait OBAT COVID-19 atau tulisan lainnya dari Adi Briantika

tirto.id - Hukum
Reporter: Adi Briantika
Penulis: Adi Briantika
Editor: Zakki Amali