tirto.id - Titrasi merupakan metode penentuan kadar suatu larutan dengan larutan lain yang telah diketahui konsentrasinya. Dalam proses titrasi, larutan dengan volume terukur direaksikan secara bertahap dengan larutan lain yang telah diketahui kadarnya.
Berdasarkan jenis reaksi yang terjadi, titrasi dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu titrasi asam basa, titrasi pengendapan, dan titrasi redoks.
Titrasi asam basa adalah penentuan kadar larutan basa dengan larutan asam yang telah diketahui kadarnya, dan sebaliknya. Penentuan kadar asam atau basa ini didasarkan pada reaksi netralisasi.
Dalam ilmu kimia, mengutip Modul P4TK IPA terbitan Kemdikbudristek, titrasi asam basa termasuk metode analisis kimia secara kuantitatif yang biasa digunakan di laboratorium.
Titrasi Asam Basa melibatkan reaksi antara asam dengan basa sehingga akan terjadi perubahan pH larutan yang dititrasi. Metode ini disebut pula analisis volumetrik karena pengukuran volume berperan penting dalam proses titrasi.
Larutan yang akan ditentukan kadarnya dalam titrasi disebut sebagai analit. Sementara itu, larutan yang telah diketahui konsentrasinya disebut sebagai larutan sintesis atau titran.
Ada 3 reaksi kimia yang digunakan sebagai dasar titrasi asam basa, yakni sebagai berikut:
- Reaksi yang melibatkan asam kuat dan basa kuat;
- Reaksi yang melibatkan asam lemah dengan basa kuat;
- Reaksi yang melibatkan asam kuat dan basa lemah.
Metode Titrasi Asam Basa dan Prosedurnya
Metode titrasi asam basa mesti dijalankan hingga titik ekivalen tercapai. Maksud dari titik ekivalen adalah keadaan saat asam dan basa tepat habis bereaksi secara stoikiometri.
Menukil dari Modul Kimia Politanikoe, titik ekivalen dapat terlihat dari warna indikator. Titrasi perlu dihentikan saat indikator menunjukkan warna berubah. Kondisi itu disebut titik akhir titrasi.
Guna mendapatkan hasil titrasi yang akurat, selisih titik akhir titrasi dengan titik ekivalen harus diupayakan seminimal mungkin. Maka itu, indikator perubahan warna maupun trayek pH dalam proses titrasi harus dipilih secara tepat.
Proses titrasi asam basa perlu alat berupa buret dan labu Erlenmeyer, serta tiga bahan yaitu titran, analit, dan indikator asam basa.
Analit atau titrat merupakan sebutan untuk larutan yang tidak diketahui konsentrasinya. Adapun titran ialah larutan standar yang telah diketahui konsentrasinya. Sementara indikator asam basa adalah zat yang bisa mengalami perubahan warna saat mendekati titik ekivalen.
Contoh larutan yang dapat dicari kadarnya (konsentrasinya) dalam titrasi, salah satunya larutan asam berupa asam klorida (HCl).
Prosedur metode titrasi asam basa sebagai berikut:
- Masukkan titran ke dalam buret
- Masukkan analit ke labu Erlenmeyer
- Tambajkan beberapa tetes indikator asam basa ke dalam analit
- Teteskan titran sedikit demi sedikit ke dalam analit
- Hentikan titrasi ketika warna analit berubah
- Catat volume titran yang masuk ke dalam analit
- Warna analit yang berubah adalah efek penambahan indikator asam basa
- Warna yang berubah adalah tanda titrasi mencapai titik ekivalen.
Selain itu, ada dua cara untuk mengetahui titik akhir titrasi asam basa. Pertama, memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan. Grafik dibuat dengan cara menarik garis kurva dengan pH (sebagai ordinat) dan volume titran (sebagai absis). Kurva ini disebut kurva titrasi. Titik tengah kurva tersebut adalah titik ekivalen.
Kedua, memakai indikator asam basa yang ditambahkan tiga tetes (sesedikit mungkin) pada titran sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator akan mengalami perubahan warna ketika titik ekivalen terjadi, pada saat inilah titrasi dihentikan.
Berikut ini rumus perhitungan titasi asam basa:
V1 x K1 = V2 x K2
K2 = (V1 x K1) : V2
Keterangan:
V1 = volume analit atau zat yang dititrasi;
K1 = konsentrasi zat yang dititrasi;
V2 = volume titran terpakai;
K2 = konsentrasi titran.
Penulis: Robiatul Kamelia
Editor: Addi M Idhom