Menuju konten utama

Pengakuan Korban Saat TNI vs Warga Ricuh Sengketa Rumah

Bentrok TNI vs warga, Jalan Sultan Iskandar Muda dalam sengketa rumah di Komplek KPAD menyebabkan beberapa warga korban luka.

Pengakuan Korban Saat TNI vs Warga Ricuh Sengketa Rumah
Warga membakar ban saat aksi penolakan pengosongan rumah dinas TNI di Komplek Asrama Kodam, Kebayoran Lama, Jakarta, Rabu (9/5/2018). ANTARA FOTO/Haris/RIV.

tirto.id - Aksi massa membakar ban di Jalan Sultan Iskandar Muda, Pondok Indah, Jakarta Selatan terjadi Rabu pagi (9/5/2018). Mereka menolak pengosongan 10 rumah di Komplek rumah dinas Komplek Perumahan AD (KPAD) Tanah Kusir Kebayoran Lama oleh Kodam Jaya.

Lokasi pembakaran ban ini terjadi di depan gang Jalan Cendrawasih Raya. Aksi ini sempat membuat akses jalan dari arah Pondok Indah menuju arteri ditutup total sejak pukul 05.30 WIB. Selain di depan Jalan Cendrawasih Raya, warga juga membakar ban di dua titik lainnya. Yaitu pertigaan Jalan Cendrawasih Raya dan Jalan Ciputat Raya, satu lagi di Jalan Cendrawasih depan TK Kartika X-15.

Kodam Jaya menurunkan 800 personel dan 23 truk pengangkut untuk melakukan pengosongan sejak pagi hari. Pasukan TNI dari Kodam Jaya awalnya hanya diam, saat kerumunan massa berteriak melakukan penolakan. Namun, pasukan TNI pun melangkah menuju Gang Cendrawasih Raya dan mendorong warga di Jalan Sultan Iskandar Muda. Massa di depan TK Kartika juga mengalami hal serupa. Akhirnya bentrok pun tak terhindari.

Sekitar pukul 07.00 pagi, bentrokan pun mulai berlangsung. Pasukan TNI Kodam Jaya mendorong warga, tapi warga tetap bertahan. TNI menembakkan gas air mata untuk memukul mundur massa.

Sekitar tujuh orang warga menjadi korban luka akibat kejadian ricuh. Salah satu ibu yang ikut berdemo bahkan dirujuk ke rumah sakit terdekat karena terluka saat didesak petugas. Asep, 40 tahun, warga RT 05 RW 08 Kompleks KPAD sedikit lebih beruntung. Ia sempat terkena ayunan tongkat petugas di kepala, meski tak sampai harus dibawa ke rumah sakit. "Sadar saya kena itu. Langsung muncrat darah saya," katanya pada Tirto sambil menunjuk ubun-ubun kepalanya di lokasi.

Asep menceritakan kejadian yang menimpanya saat melakukan perlawanan di depan TK Kartika. Ia dan warga lainnya didesak masuk ke Jalan Cendrawasih 1 oleh petugas. Ia mengaku sudah tak bisa menghindar dari tekanan pasukan Kodam Jaya. Asep melakukan aksi ini sebagai solidaritas dari warga yang menempati Komplek KPAD yang terkena pengosongan.

“Saya enggak bisa mundur lagi," kata Asep yang mengaku juga anak dari purnawirawan TNI.

"Katanya slogan TNI kuat bersama rakyat. Ini apa? Rakyat disikat," ujarnya sedikit berteriak.

Nasib sial datang dari Gisni, 21 tahun, cucu dari purnawirawan TNI AD ini ikut mengaku awalnya hanya mengamati aksi bakar ban dan saling dorong yang dilakukan para tetangganya di Komplek KPAD, tapi ia malah jadi korban.

"Saya enggak ikut bakar ban atau demo. Saya datang untuk melihat paman saya saja," katanya.

Pak Imi, paman Gisni, telah lama tinggal di Kompleks KPAD sudah puluhan tahun. Gisni hanya menjaga pamannya agar tidak terluka saat berada dalam bentrok. Gisni mencoba menghalangi petugas memukul keluarganya. Sial, bagian kepala sebelah kiri malah kena pukul petugas, hingga pelipis mata sebelah kirinya robek dan bengkak. Ia juga sempat merasakan kerasnya injakan sepatu petugas di punggung dan wajahnya.

Ia mendapat 4 jahitan di pelipisnya dan 5 jahitan di kepala. Lututnya yang masih mengeluarkan darah disiram dengan minyak kelapa dan dibalut dengan perban.

“Saya padahal enggak ikutan. Saya bahkan sempat bantu petugas yang kena lemparan batu. Saya sudah sendirian di belakang. Petugas suruh saya masuk got karena katanya aman, tahunya malah dipukuli lagi," katanya.

Asisten Logistik Kodam Jaya Kolonel Tri Hascaryo menanggapi insiden Rabu pagi (9/5). Ia menegaskan "tidak ada korban [luka dan meninggal]. Enggak ada korban. Korbannya itu aja, ban terbakar," katanya kepada Tirto.

Beda Klaim Warga dan Kodam Jaya

Sengketa antara warga di KPAD Tanah Kusir dan Kodam Jaya soal rumah dinas sudah berlangsung lama, kejadian Rabu pagi tadi hanya puncak dari sengketa. Sengketa ini kembali mencuat sekitar Maret 2017. Kolonel Tri Hascaryo mengatakan surat peringatan sudah diberikan agar warga mengosongkan rumah yang merupakan tanah milik negara, dalam hal ini Kodam Jaya.

"Itu tanah semua golongan II. Tidak bisa ditempati lagi kalau sudah tidak bertugas atau istri [dari suami yang anggota Kodam],” kata Tri.

"Itu rumah dinas,” tegas Tri.

Dandim 0506/JS Letkol Aji Prasetyo Nugroho menyampaikan, pelaksanaan penertiban sudah sesuai prosedur dan didasari dengan Surat Telegram Kasad Nomor: ST/508/2006 tanggal 20 April 2006 tentang Optimalisasi Penggunaan Rumah Dinas dan Pengamanan Aset Inventarisasi Kekayaan Negara.

Surat tersebut ditindaklanjuti Kodam Jaya dengan mengeluarkan Surat Telegram Pangdam Jaya/Jayakarta Nomor: STR/544/2018 tanggal 02 Mei 2018 tentang perintah untuk melaksanakan penertiban dan pengosongan rumdis (rumah dinas) KPAD Tanah Kusir. Namun, warga sendiri mengaku tak mendapat surat ini.

Menurut Aji, Surat Telegram Kasad Nomor ST/1555/2010 tanggal 30 Agustus 2010 sudah mengatur bahwa anggota keluarga keturunan TNI AD tak berhak menempati rumah dinas. Dengan dasar itu dan tidak adanya rumah bagi anggota Kodam Jaya, maka rumah dinas pun dikosongkan.

"Karena kami sudah berkali-kali melakukan negosiasi dan bahkan mengirimkan surat peringatan 1, 2 dan 3 kepada penghuni yang tidak berhak menempati, maka hari ini Kodam Jaya menertibkan dan mengosongkan Rumdis KPAD Tanah Kusir Kebayoran Lama Jaksel sebanyak 10 unit,” kata Aji.

Sejauh ini, Kodam Jaya rencananya akan menggusur lebih banyak karena masih ada 120 rumah lainnya yang merupakan rumah milik TNI AD. Warga yang diangkut barangnya dengan truk Kodam Jaya rencananya boleh memilih kontrakan yang mereka mau dan dibebaskan dari pembayaran selama satu bulan.

Sementara itu, Amir Syamsu yang menjadi pengacara warga mengaku, Kodam Jaya tidak sepatutnya menggusur hari ini. Ia menegaskan, warga telah mengajukan banding ke Pengadilan Negeri Jakarta Timur terkait gugatannya yang ditolak pada September 2017.

Pada gugatan 2017, sebanyak 13 rumah tangga di Kompleks Kodam Jaya menggugat TNI AD yang dianggap tak memiliki dasar hukum untuk mengosongkan rumah warga. Namun gugatan ini ditolak karena pengadilan merasa data yang diajukan warga tidak lengkap.

"Harusnya nunggu banding kami yang kami ajukan Maret [2018] itu selesai dulu dong. Kami 'kan belum kalah. Posisinya seri," kata Amir.

Amir menceritakan awalnya warga mendapat rumah sebagai timbal balik dari diusirnya orang tua mereka anggota TNI yang dulu tinggal di kawasan Hotel Borobudur, Jakarta pada sekitar tahun 1960-an. Amir mengklaim anggota Kodam Jaya dipindah dan ditawari rumah atau uang.

"Semuanya milih rumah. Tapi kok sekarang digusur?" tegasnya.

"Tolong dicatat ya, ini bukan rumah dinas ya. Ada juga kok rumah di sini yang sudah diperjualbelikan."

Baca juga artikel terkait KONFLIK AGRARIA atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Abdul Aziz