Menuju konten utama

Pro Kontra Bulog Gandeng TNI/Polri dalam Distribusi Pangan

Melibatkan aparat penegak hukum dalam distribusi pangan dikhawatirkan akan memunculkan tindakan yang berlebihan kepada pelaku rantai pasok dari tingkat petani untuk sampai kepada konsumen.

Pro Kontra Bulog Gandeng TNI/Polri dalam Distribusi Pangan
Komisaris Jenderal (Purn) Budi Waseso berfoto bersama jajaran direksi BULOG di Perusahaan Umum Badan Usaha Logistik (Perum BULOG) pada Jumat (27/04/2018). FOTO/Humas Kementerian BUMN .

tirto.id - “Ini beras masalah perut masyarakat Indonesia. Jadi, harapan saya tidak ada yang mempermainkan perutnya masyarakat Indonesia. Ini kebutuhan pokok, suatu kebutuhan masyarakat Indonesia secara menyeluruh.”

Pernyataan itu dilontarkan Komjen (Purn) Polisi Budi Waseso usai dilantik sebagai Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Usaha Logistik (Perum Bulog), di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta, 27 April 2018. Pria yang akrab disapa Buwas itu berjanji akan memberantas mafia pangan.

Buwas berharap dirinya dapat bekerja optimal menstabilkan ketersediaan dan harga pangan dengan mencegah para spekulan yang mengganggu stabilitas pasar. “[...] Kalau ada yang tidak tertib, kami bersihkan, kalau memang harus disingkirkan, kita singkirkan,” kata dia.

Salah satu cara yang dilakukan Buwas untuk merealisasikan tekadnya itu adalah menggandeng TNI dan Polri. “Bulog akan ngedrop beras-beras itu di Polsek, di Koramil, di sentra-sentra masyarakat sehingga tidak ada pembicaraan [spekulasi] dengan harga,” kata Buwas, di kawasan Monas Jakarta, Jumat (4/5/2018).

Mantan Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) itu mengaku, pihaknya sudah membicarakan secara lisan dengan TNI dan Polri. Kerja sama ini akan dituangkan dalam nota kesepahaman (memorandum of understanding/MoU) antara Bulog dan dua institusi itu. Tujuannya agar stabilitas harga beras di masyarakat dapat terjaga.

Ketua Umum Serikat Petani Indonesia (SPI), Henry Saragih mengkritik rencana itu. Ia menyebut langkah pemerintah salah besar dalam menyikapi stabilitas harga dan keamanan pangan apabila melibatkan TNI dan Polri terlalu jauh, khususnya dalam distribusi rantai pasok pangan nasional.

Seharusnya, kata Henry, pelibatan aparat cukup dalam ranah penegakan hukum, seperti mengawasi, menindak, dan menyelidiki pelanggaran hukum. Salah satu contohnya adalah menjaga pelabuhan atau jalur pantai logistik yang rawan penyelundupan bahan pangan, kemudian melakukan penyidikan terkait penimbunan bahan pangan nasional.

“Pihak kepolisian diarahkan untuk mengawasi kalau ada penyimpangan-penyimpangan terhadap aturan yang berkaitan dengan pangan atau pertanian. Tapi, tidak menjadi aktor langsung dalam mengurus pertanian itu sendiri,” kata Henry kepada Tirto, Minggu (6/5/2018).

Hal senada diungkapkan Koordinator Koalisi Rakyat untuk Kedaulatan Pangan (KRKP), Said Abdullah. Menurut dia, jika Bulog menggandeng aparat kepolisian untuk menindak praktik pungli dalam distribusi pangan masih wajar. Akan tetapi, berlebihan bila pelibatan TNI dan Polri itu seperti yang diwacanakan Buwas.

“Bulog jaga harga dan cadangan pangan, pada prinsipnya. Kalau melibatkan hingga level TNI ini agak berbahaya, saya bayangkan begitu karena domainnya jadi beda, dan para aparat ini dalam rangka bukan penindakan,” kata dia.

Said khawatir dengan dilibatkannya para aparat negara tersebut akan muncul tindakan-tindakan berlebihan yang dikenakan kepada pelaku rantai pasok dari tingkat petani untuk sampai kepada konsumen.

“Nanti muncul tindakan-tindakan berlebihan tidak pada tempatnya. Menyamakan kasus distribusi pangan sama seperti kasus pidana biasa. Ini sangat rawan penyalahgunaan kewenangan. Ini perlu dicermati, takutnya yang jadi korban jatuhnya di teman-teman produsen juga,” kata dia.

Menurut Said, selama ini negara kurang hadir dalam tata kelola distribusi pangan nasional. Sehingga, masalah tata niaga pangan pun dikuasai oleh pasar, para tengkulak atau mafia pangan. Begitu pun petani justru bergantung dengan tengkulak.

“Hari ini karena negara kurang hadir, tengkulak itu menjadi bagian tidak terpisahkan dari rantai distribusi pangan. Bulog selama ini tidak bisa memberikan harga yang cukup bersaing,” kata Said mengkritik.

Jika keberadaan tengkulak atau mafia pangan ini diberhentikan, kata Said, tapi tanpa diimbangi dengan peningkatan kapasitas Bulog dalam tata niaga pangan dari hulu, seperti daya serap, daya tawar terhadap petani, maka yang ada semakin menjatuhkan kesejahteraan petani.

“Harusnya pemerintah menguatkan perannya tidak hanya menguatkan aparat. Tapi, bagaimana menguatkan peran dinas perdagangan, Bulog, dan sebagainya hingga level kecamatan. Itu yang harus dilakukan. Kalau bentar-bentar aparat, itu saya agak menyangsikan,” kata dia.

Sementara Kepala Satuan Tugas (Satgas) Pangan Mabes Polri, Irjen Pol Setyo Wasisto mengatakan, rencana Buwas melibatkan aparat dalam distribusi Bulog hingga Polsek masih sebatas wacana. Hingga saat ini, pihaknya belum menerima arahan dari Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian untuk memperluas pengawasan distribusi hingga tingkat kecamatan.

“Belum tanda tangan MoU, belum ada arahan Kapolri. Masih jauh itu dan beliau [Buwas], kan, juga enggak bisa perintah-perintah Polri karena sudah purnawirawan. Kami selama ini sifatnya koordinatif dengan Bulog, Kemendag, KPPU (Komisi Pengawas Persaingan Usaha). Jadi, enggak ada saling memerintah,” kata Setyo kepada Tirto, Minggu (6/5/2018).

Tahun lalu, kata Setyo, pendampingan pengamanan distribusi pangan yang dilakukan oleh Polri hanya sampai lingkup Polres yang setara tingkat Kabupaten/Kota. Masing-masing tingkatan, kata Setyo, terdapat Satgas Pangan.

Polisi Tidak Berjualan

Namun demikian, Setyo menegaskan bahwa keterlibatan Polri dalam tata kelola distribusi pangan selama ini bukan termasuk ikut berjualan bahan pokok pangan, seperti pihak Bulog.

“Tidak ikut jualan. Satuan tugas pangan itu untuk melakukan pengamanan distribusi kalau ada yang menyimpang-menyimpang kami tindak. Kami bertindak dari preventif hingga represif,” kata Setyo.

Misalnya, kata dia, saat Bulog melakukan operasi pasar, maka dari Satgas Pangan melakukan pendampingan. Sebab, sebelumnya seringkali operasi pasar yang dilakukan mendapat gangguan dari preman daerah setempat yang suka mengancam.

“Tugas pokok kami adalah pengamanan, bukan jualan beras. Yang kami lakukan seperti itu. Yang kami lakukan kemarin adalah kami mendampingi, melakukan pengamanan, membantu Bulog dan Kemendag melakukan operasi pasar ketika barang pangan mulai naik, sementara stok cadangan masih ada,” kata Setyo.

Ia menjelaskan, Satgas Pangan dibentuk atas arahan Kepala Polri, yang terdiri dari seluruh anggota aktif Polri dari tingkat pusat, Polda, hingga Polres. Awal dibentuk pada 2017, kata Setyo, Satgas ini memiliki nama lengkap Satuan Tugas Anti Mafia Pangan. Untuk mempersingkat ejaan dan memudahkan penyebutan, maka disingkat dan dikenal sebagai Satgas Pangan.

Namun, Setyo menekankan bahwa tugas pokok dari adanya Satgas Pangan tetap dalam rangka memberantas mafia pangan. Kalau ada pelanggaran dapat segera ditindak, tapi ketika masih dapat dibina, dilakukan pembinaan secara persuasif.

Setyo mencontohkan terkuaknya kasus PT Indo Beras Unggul (IBU) yang melakukan pemalsuan kualitas beras, serta PT Garam yang melakukan kecurangan dalam mengimpor. Kedua kasus itu, kata Setyo, tidak terlepas dari peran Satgas Pangan.

"Tahun lalu sudah ada yang kami tindak, ada 400 lebih. Seperti, PT IBU yang dirutnya kena hukuman 1 tahun lebih, dan PT Garam. Itu dari Satgas Pangan,” kata dia.

Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Bulog, Karyawan Gunarso menjelaskan bahwa keterlibatan Polri/TNI tidak lantas menggeser tugas Bulog dalam distribusi pangan.

“Distribusinya tetap kami bisa lakukan langsung ke pasar-pasar. Pokoknya wilayah langsung yang bisa ke konsumen, baik itu pasar atau pun kami kerja sama dengan para mitra sinergi BUMN atau para ritel yang melayani konsumen,” kata Karyawan kepada Tirto, Minggu (6/5/2018).

Peran Polri dan kemudian rencana melibatkan TNI, kata Karyawan, sebatas melakukan pengawalan, monitoring, dan evaluasi keamanan pelaksanaan distribusi hingga sampai kepada end user, yaitu masyarakat.

"Mungkin pengawasan secara bersama-sama, harga bisa di bawah harga yang ditetapkan pemerintah (Harga Eceran Tertinggi/HET)” kata Karyawan.

Karyawan mengklaim, kerja sama yang sudah dibangun Bulog dengan Polri dan menyusul dengan TNI adalah salah satu bentuk komitmen Bulog dalam menjaga stabilisasi harga pangan, sebagaimana yang dimandatkan Menteri Perdagangan, Enggartiasto Lukita pada 6 April 2018. Saat itu disebutkan bahwa tugas pelaksanaan operasi pasar Bulog diperpanjang hingga 31 Desember 2018. Semula terhitung hanya 1 Januari hingga 31 Maret 2018.

Baca juga artikel terkait BULOG atau tulisan lainnya dari Shintaloka Pradita Sicca

tirto.id - Ekonomi
Reporter: Shintaloka Pradita Sicca
Penulis: Shintaloka Pradita Sicca
Editor: Abdul Aziz