tirto.id - Safari politik yang dilakukan Puan Maharani membuat konstelasi politik jelang pemilihan umum serentak berubah. Hal ini tidak lepas dari posisi ketua DPR RI itu sebagai utusan resmi PDIP melakukan komunikasi politik. Apalagi PDIP merupakan partai pemenang Pemilu 2019 yang bisa maju sendiri tanpa harus berkoalisi.
Belum lagi nama Puan Maharani yang mulai dilirik partai lain sebagai salah satu bakal kandidat yang dijagokan pada Pemilu 2024. Misalnya, nama Puan masuk dalam sembilan nama yang direkomendasikan PAN dalam rakernas beberapa waktu lalu.
Silaturahmi Puan dengan Surya Paloh pun membuat publik semakin berspekulasi soal kemungkinan PDIP dan Partai Nasdem bekerja sama pada Pemilu 2024. Bahkan petinggi Nasdem menyebut soal peluang menduetkan Puan dan Anies Baswedan (salah satu kandidat capres hasil Rakernas Nasdem).
“Kami dalam rakernas kemarin, kan, sudah mencalonkan salah satu kader PDIP, Ganjar [Pranowo]. Bisa jadi ada kerja sama di situ. Bisa juga jadi hal lain, bisa jadi nanti Anies dengan Puan, Puan dengan Anies bisa juga jadi dengan yang lain-lain,” kata Wakil Ketua Umum Partai Nasdem, Ahmad Ali saat Puan mengunjungi Nasdem Tower pada Senin (22/8/2022).
Kala itu, Ahmad Ali menilai kedatangan Puan Maharani bisa saja membuat Nasdem berkoalisi dengan PDIP dan mengusung pasangan calon Anies-Puan di masa depan.
Hal ini juga diperkuat survei yang dirilis Indometer pada 29 Agustus 2022. Mereka sempat melakukan simulasi sejumlah paslon, termasuk kemungkinan pasangan Anies-Puan. Angka yang keluar pun tidak sedikit yakni 40,4 persen. Angka ini cukup tinggi dibandingkan simulasi Puan-Andika (28,8 persen) atau Ganjar-Erick Thohir (22,3 persen).
Direktur Eksekutif Poltracking Institute, Hanta Yudha menilai, kombinasi Anies-Puan bisa saja terjadi. Ia menilai, Puan layak dipadankan dengan kandidat kuat capres lain seperti Ganjar atau Prabowo di luar Anies.
“Itu juga bisa kombinasi. Kalau berdasarkan data survei ada 3 capres dua digit yang stabil tidak terlalu jauh, kompetitif yaitu Ganjar, Prabowo, Anies,” kata Hanta di Jakarta, Rabu (31/8/2022).
Hanta menambahkan, “Tiga orang ini kuat. Saya tidak menyimpulkan meskipun Ganjar unggul tipis, tapi kompetitif. Kompetitif sekali. Karena itu, orang seperti Puan, orang-orang memiliki tiket partai itu harus bergandengan dengan figur yang memiliki elektabilitas yang prospektif,” kata Hanta.
Hanta menilai, Puan punya kapasitas untuk menjadi kandidat capres saat ini. Ia beralasan, Puan sudah berpengalaman di eksekutif sebagai menteri maupun di legislatif sebagai ketua DPR perempuan pertama dalam sejarah. Kini, Puan dibuat “sejajar” dengan bertemu Surya Paloh, Prabowo Subianto maupun Airlangga Hartarto sebagai pemimpin parpol.
“Jadi bobot politik, kekuatan politiknya menguat, apalagi Mbak Puan satu-satunya kalau kita bicara beliau adalah figur kandidat capres itu yang memegang tiket paling eksklusif karena tanpa koalisi dia sudah bisa. Cuma tantangannya di publik tadi, elektabilitas,” kata Hanta.
Hanta menilai, Puan kini punya waktu sekitar 1,5 tahun untuk mendorong angka elektabilitas naik. Dengan demikian, Puan bisa menjadi bakal capres.
Akan tetapi, kata Hanta, Puan saat ini lebih cocok menjadi bakal cawapres dengan didampingi bakal capres kuat secara elektabilitas seperti Ganjar Pranowo, Anies Baswedan maupun Prabowo Subianto.
“Nah, Mbak Puan itu menjadi cawapres berpotensi, tapi harus mencari padanan, pasangan capres yang kuat. Supaya apa? Dapat kedua-duanya,” kata Hanta.
Berbeda dengan Hanta, Analis Politik dan Direktur IndoStrategi Research and Consulting, Arif Nurul Imam justru melihat duet Anies-Puan sulit terealisasikan meski situasi politik bisa saja terjadi. Ia beralasan dari sisi ideologis.
“Ya ini perbedaan yang terlalu mencolok. Kalau ngomong ideologi, kan, beda. Anies representasi kanan, PDIP cenderung kiri-tengah kalau secara ideologi,” kata Imam kepada reporter Tirto.
Imam mengingatkan, kalkulasi politik harus melihat dua hal. Pertama, kalkulasi politik electoral. Kedua, ideologi partai.
Dari segi ideologi, kata Imam, PDIP dan Anies bisa saja tidak sepaham. Ia beralasan pendukung PDIP dan Anies berada di dua kutub berbeda. PDIP lebih pada mendukung Puan dengan ideologi yang mereka pegang, sementara Anies didukung kelompok kanan seperti PA 212 yang sebelumnya berhadapan dengan PDIP.
Sementara dari segi elektoral, kata Imam, bisa saja ketika keduanya diduetkan malah tidak memberikan efek elektabilitas. Sebab, Anies-Puan sangat sulit untuk memenangkan pemilu meski bisa saja diusung, kata Imam.
Di saat yang sama, Imam mengingat bahwa sejumlah pemilih, terutama loyalis, akan mengingat sejarah politik. Hal itu dibuktikan dengan masih ada residu cebong dan kampret meski kedua faksi sudah mulai bersatu dalam pemerintahan. Hal itu membuat sulit Anies-Puan bisa terealisasi dan sulit untuk memenangkan pemilu.
“Angkatnya berat. Mending Prabowo-Puan lebih enak. Ini kalkulasi elektoral,” kata Imam.
Namun Imam sepakat bahwa Puan masih belum bisa menjadi kandidat capres, tapi lebih cocok maju sebagai bakal cawapres.
“Kalau secara modalitas elektabilitasnya, Puan ini cawapres. Kalau dipaksakan capres, agak berat,” kata Imam.
Respons PDIP
Terkait isu duet Anies-Puan, Sekjen DPP PDIP, Hasto Krisyanto memastikan bahwa partainya tidak akan memasangkan Anies dengan Puan. Ia beralasan, PDIP sulit bekerja sama dengan kelompok yang punya catatan pernah melakukan politik identitas.
“Bagi PDIP sebagai konsistensi terhadap ideologi, tentu saja tidak mudah untuk bekerja sama dengan mereka yang track record-nya punya catatan-catatan di dalam menggunakan politik identitas,” kata Hasto dalam acara rilis survei nasional lembaga riset dan survei politik Poltracking, Rabu (31/8/2022).
Hasto menegaskan bahwa pandangan ideologi dan histori bagi PDIP adalah hal yang esensial dan menjadi faktor pertama dalam menjaring nama kandidat capres dan bakal cawapres di Pemilu 2024.
“Itu sudah clear bagi PDI Perjuangan,” kata Hasto.
Adapun mengenai pertemuan perdana dengan Nasdem, kata Hasto, tidak memiliki sangkut paut proses perjodohan Anies dengan Puan. Walaupun kunjungan ke Kantor DPP Partai Nasdem menjadi kali pertama bagi Puan dalam safari politiknya.
“Saat itu sebenarnya kami akan datang ke Gerindra dan kemudian yang merespons awal adalah Nasdem. Karena merespons awal yang kemudian kita lakukan,” kata Hasto.
Hasto menambahkan, “Dan kebetulan kami tetangga dekat dengan Nasdem, jaraknya sangat dekat.”
Meski demikian, Hasto tidak ambil pusing dengan lembaga survei yang kerap menjodohkan antara Anies dengan Puan. Namun menurutnya para pemilih Anies dan Puan sulit untuk disatukan bila mereka menjadi satu pasangan di Pemilu 2024.
“Terhadap berbagai bentuk perjodohan secara elektoral, boleh-boleh saja. Tetapi PDIP melihat aspek historis, aspek ideologis, dan masa depan politik yang bisa dilakukan. Selain itu juga basis pemilih keduanya juga sulit untuk disatukan,” kata Hasto.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Abdul Aziz