tirto.id - Setara Institute mencatat sekitar 180 peristiwa pelanggaran kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) selama tahun 2020 dengan 422 kasus.
Meski jumlah peristiwa menurun dibanding tahun 2019 yang hanya 200 peristiwa, jumlah penindakan naik signifikan dibandingkan 2019 yang mencapai 327 pelanggaran. Hal yang lebih buruk lagi, aktor negara mendominasi penindakan tersebut.
"Dari 422 tindakan yang terjadi, 238 di antara dilakukan oleh aktor negara sementara 184 di antaranya dilakukan oleh aktor non-negara," kata Direktur Riset Setara Institute Halili Hasan dalam keterangan, Selasa (6/4/2021).
Dari 238 aktor negara, pelaku dari unsur pemerintah daerah dan kepolisian dengan masing-masing 42 tindakan. Kemudian aktor non-negara dilakukan paling banyak oleh kelompok warga (67 tindakan) dan ormas keagamaan (42 tindakan).
Sementara itu, korban KKB 2020 terdiri atas warga (56 peristiwa), individu (47 peristiwa), agama lokal/penghayat (23 peristiwa), pelajar (19 peristiwa), umat Kristen (16 peristiwa), umat Kristiani (6 peristiwa), ASN (4 peristiwa), umat Konghucu, umat Katolik, umat Islam dan umat Hindu (masing-masing 3 peristiwa) dan umat Budha serta ormas keagamaan (masing-masing 2 peristiwa).
Setara juga mencatat 24 rumah ibadah mengalami gangguan selama 2020 yakni masjid (14 kasus), gereja (7 kasus), pura, wihara dan klenteng masing-masing 1 kasus. Kasus berkaitan penghentian bangunan, penyegelan hingga perusakan rumah ibadah.
Kemudian Setara juga mencatat 32 kasus pelaporan penodaan agama yang dilakukan aktor negara. Setidaknya 27 kasus berbasis daring. Dari semua kasus, 17 kasus berakhir penangkapan dan 10 dijatuhi sanksi.
"Dari total 180 peristiwa pelanggaran KBB yang terjadi tahun 2020 setidaknya 12 di antaranya menimpa perempuan sebagai korban," kata Halili.
Dalam catatan Setara, pelanggaran KBB tahun 2020 terjadi di 29 provinsi. Sepuluh provinsi tertinggi adalah Jawa Barat (39 kasus), Jawa Timur (23 kasus), Aceh (18 kasus), DKI Jakarta (13 kasus), Jawa Tengah (12 kasus), Sumatra Utara (9 kasus), Sulawesi Selatan (8 kasus), DIY (7 kasus), Banten (6 kasus), dan Sumatera Barat (5 kasus).
Jumlah kasus di 19 daerah lain, kata Halili, jika ditotal setara dengan jumlah kasus di Jawa Barat. Selain itu, 3 kasus tertinggi terjadi saat bulan Februari (32 kasus), Mei (22 kasus), dan Januari (21 kasus).
Berdasarkan temuan tersebut, Setara mendesak agar pemerintah daerah dan pusat menguatkan program kemasyarakatan yang memfokuskan interaksi antar-agama dan lingkungan sosial.
Pemerintah juga diharapkan mengintensifkan program solidaritas antar-umat beragama demi mencegah perpecahan di masyarakat, menangani hoaks dan menangani politisasi COVID-19 dengan berbasis doktrin agama. Setara juga mendorong moratorium pengubahan hukum pidana penodaan agama sebagai upaya progresif melindungi korban termasuk kelompok minoritas.
"Kami mendorong Pemerintahan Jokowi pada periode jabatan keduanya untuk mengarusutamakan keberagaman atau kebhinekaan dalam seluruh aspek tata kelola pemerintahan negara," kata Halili.
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Maya Saputri