tirto.id - MS, pegawai Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang menjadi korban perundungan dan pelecehan seksual di kantornya masih trauma dan mengalami gangguan psikis. Kondisi MS sangat trauma akibat perbuatan yang dilakukan teman sekantornya itu selama bertahun-tahun.
"Dari keterangan klien kami pagi ini, kondisi beliau masih terganggu secara psikis. Istrinya sampai memberi perhatian khusus kepada MS," kata kuasa hukum MS, Rony E Hutahaean usai mendampingi korban menjalani pemeriksaan kesehatan psikis di RS Polri, Kramat Jati, Jakarta Timur, Senin (6/9/2021) dilansir dari Antara.
Gejala yang dialami korban, kata dia, berupa gangguan pencernaan dan tidak konsentrasi untuk melakukan sesuatu atau pekerjaan.
Menurut Rony, kondisi MS juga mengalami gangguan emosi yang tidak terkontrol setiap pagi.
MS didampingi dua kuasa hukumnya, yakni Rony E. Hutahaean dan Reinhard R. Silaban mendatangi RS Polri Kramat Jati sekitar pukul 09.00 WIB.
MS diperiksa di Sentra Visum dan Medikolegal pada pukul 10.30 WIB. Pemeriksaan dilakukan dengan wawancara dan pengisian dokumen oleh MS terkait yang dialami selama masa perundungan terjadi.
MS harus menjawab sekitar 10-12 pertanyaan saat menjalani pemeriksaan. Kuasa hukum belum dapat menyampaikan hasil pemeriksaan psikis MS.
"Kami belum dapat menginformasikan hasil karena dari pihak rumah sakit menyampaikan butuh 14 hari baru keluar hasilnya," kata Rony.
Pemeriksaan psikis yang dijalani MS merupakan bagian dari proses penyelidikan yang dilakukan Polres Metro Jakarta Pusat. Hasil pemeriksaan akan dijadikan sebagai "visum et repertum" dalam penyelesaian perkara MS.
Sebelumnya, MS melaporan ke Polres Metro Jakarta Pusat, lima pegawai KPI yang telah melecehkannya pada 22 Oktober 2015, yakni RM, FP, RT, EO, dan CL. Namun, KPI menyatakan, pihaknya telah memeriksa tujuh pegawai dari delapan orang yang diduga pelaku perundungan terhadap MS.
KPI menyatakan telah membebastugaskan delapan orang pegawai yang diduga menjadi pelaku perundungan, dan pelecehan seksual terhadap MS.
Komisioner KPI Pusat Nuning Rodiyah di Kota Batu, Jawa Timur, Minggu (5/9) malam mengatakan, pembebasan tugas bagi delapan orang terduga pelaku tersebut, bisa menjadi pemecatan apabila nantinya telah ada keputusan hukum tetap, dan terbukti melakukan kejahatan.
"Delapan orang itu telah dibebastugaskan. Untuk sanksi tegasnya, tentu disesuaikan dengan aturan kepegawaian yang ada. Sanksi terberat, diberhentikan," kata Nuning.