tirto.id - Muhammad Mualimin, kuasa hukum korban perundungan dan pelecehan seksual terhadap pegawai MS, merespons hasil penyelidikan Komnas HAM perihal kliennya.
“Saya harap hasilnya memihak korban. Mengingat hasil pemeriksaan psikis terbaru MS dinyatakan post-traumatic stress disorder dan depresi, yang diduga akibat dari pelecehan seks dan perundungan pegawai KPI,” kata dia kepada Tirto, Senin (29/11/2021).
Mualimin juga berharap rekomendasi Komnas HAM dapat menekan pimpinan KPI agar segera menuntaskan pemulihan psikis korban dan KPI segera mengabulkan keinginan terbesar MS, yaitu memecat para terduga pelaku.
“Kami juga berharap hasil kesimpulan Komnas HAM dapat mempercepat proses hukum yang saat ini sedang ditangani Polres Jakarta Pusat. Sebab gara-gara proses hukum yang jalan di tempat, istri MS merasa tertekan dan pekan lalu mengalami pendarahan di RS PELNI yang berakibat pada gugurnya janin yang dikandung. Proses hukum yang lambat mempengaruhi emosi dan psikis MS beserta keluarganya,” imbuh Mualimin.
Komnas HAM memublikasikan hasil pemantauan dan penyelidikan kasus dugaan pelecehan seksual dan perundungan MS. Penyelidikan berlangsung pada 7 September hingga 1 November 2021, Komnas HAM juga mengikutsertakan ahli psikologi klinis untuk menganalisis perkara ini.
“Hingga laporan ini dibuat, Komnas HAM telah meminta keterangan 12 pegawai KPI, dua di antaranya dua kali dimintai keterangan untuk pendalaman. Kami juga meminta keterangan Polres Jakarta Pusat, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban, psikolog Puskesmas Taman Sari, psikiater Rumah Sakit Polri, dan diskusi bersama koalisi masyarakat sipil,” kata Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsara, Senin.
Berdasarkan serangkaian hasil penyelidikan, Komnas HAM merumuskan kesimpulan. Kesatu, kuat dugaan terjadi adanya peristiwa perundungan terhadap MS dalam bentuk candaan atau humor yang bersifat menyinggung dan meledek kondisi dan situasi kehidupan pribadi individu, kebiasaan dalam relasi antar pegawai di lingkungan KPI yang memuat kata-kata kasar dan seksis di lingkungan KPI. Adanya candaan atau humor yang bersifat serangan fisik seperti memaksa membuka baju, mendorong bangku atau memukul.
Kedua, kuat dugaan peristiwa perundungan juga terjadi pada pegawai KPI lainnya, namun hal ini dianggap sebagai bagian dari humor, candaan, lelucon yang menunjukkan kedekatan pertemanan rekan kerja.
Ketiga, KPI gagal secara lembaga menciptakan lingkungan kerja yang sehat, aman dan nyaman serta mengambil langkah-langkah yang mendukung pemulihan korban.
Hal ini ditunjukkan dengan tidak adanya regulasi internal dan perangkat-perangkat yang patut dalam pencegahan dan penanganan tindak pelecehan seksual dan perundungan di lingkungan kerja, serta belum ada pedoman panduan dalam merespons serta menangani kasus pelecehan seksual dan perundungan di lingkungan kerja.
Penulis: Adi Briantika
Editor: Nur Hidayah Perwitasari