tirto.id - PDI Perjuangan meminta Komisi Yudisial (KY) memeriksa sejumlah hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan partai Prima dan menghukum KPU untuk menunda pelaksanaan Pemilu.
Permintaan tersebut dilayangkan Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, sesuai arahan Ketua Umum Megawati Soekarnoputri.
PDIP menilai amar putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Nomor 757/Pdt.G/2022/PN.Jkt.Pst menyimpang dan tidak sesuai dengan mekanisme demokrasi di Indonesia.
“Jadi sesuai arahan Ibu Ketua Umum, maka PDI Perjuangan demi menjaga konstitusi dan mekanisme demokrasi secara periodik melalui Pemilu 5 tahunan, menolak segala bentuk penundaan Pemilu atau perpanjangan masa jabatan,” kata Hasto dalam keterangan tertulis pada Kamis (2/3/2023).
Selain melanggar demokrasi, Hasto menyebut putusan PN Jakpus soal penundaan Pemilu melampaui kewenangannya. Dia menjelaskan bahwa Komisioner KPU merupakan pejabat Tata Usaha Negara (TUN), karena itulah keputusan KPU sebagai pejabat TUN hanya dapat dibatalkan oleh PTUN.
"Pengadilan Negeri Jakarta Pusat tidak memiliki kewenangan untuk mengadili sengketa penetapan Parpol peserta Pemilu," tegasnya.
Hasto menilai PN Jakpus tidak berpedoman pada putusan Mahkamah Konstitusi saat membuat putusan penundaan Pemilu yang sebelumnya menolak judicial review terkait perpanjangan masa jabatan Presiden.
“Di luar hal tersebut PDI Perjuangan juga menangkap keanehan putusan PN Jakarta Pusat, mengingat Pengadilan tersebut tidak memiliki kewenangan terkait sengketa yang diajukan Partai Prima. Sangat jelas berdasarkan UU Pemilu, hanya Bawaslu dan PTUN yang memiliki kewenangan," imbuhnya.
Sebelumnya, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat menolak eksepsi tergugat tentang gugatan penggugat. Selain itu, menyatakan penggugat adalah partai politik yang dirugikan dalam verifikasi administrasi oleh tergugat, yakni Partai Prima.
"Menyatakan tergugat (KPU) telah melakukan perbuatan melawan hukum," bunyi putusan hakim.
Lalu, menghukum KPU untuk membayar ganti rugi materiel sebesar Rp500 juta rupiah kepada Partai Prima.
"Menghukum tergugat untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang dua tahun empat bulan tujuh hari," demikian putusan majelis.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fahreza Rizky