tirto.id - Kepala Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO), Hasan Nasbi, menegaskan bahwa perencanaan anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) menerapkan sistem pelaporan actual cost, bukan tarif seragam di seluruh daerah. Harga menu disesuaikan dengan indeks kemahalan, sehingga biaya di satu daerah bisa lebih tinggi dibanding daerah lain.
"Perencanaan MBG tidak memukul rata budget per menu tiap-tiap daerah dan menggunakan mekanisme pelaporan actual cost. Ini artinya, dalam menentukan harga di masing-masing daerah, digunakan sebuah indeks yang disebut indeks kemahalan. Harga menu di Papua tentu lebih tinggi daripada di Jawa," ujar Hasan dalam siaran pers tertulis, Sabtu (8/3/2025).
Pernyataan ini disampaikan untuk membantah isu dugaan pemotongan anggaran MBG dari Rp10 ribu menjadi Rp8 ribu per porsi di tingkat Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) daerah.
Hasan mencontohkan, bila harga menu MBG di SPPG suatu daerah bernilai Rp8 ribu pada hari ini, maka di hari berikutnya bisa saja harganya melebihi Rp10 ribu. Namun demikian rerata pagu hariannya tetap bernilai Rp10 ribu.
"Poin terpenting adalah setiap menu harus memenuhi setidaknya sepertiga dari angka kecukupan gizi harian," jelas dia.
Lebih lanjut, Hasan menyampaikan, Badan Gizi Nasional (BGN) sudah menemui pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) guna meminta pendampingan terkait pelaksanaan MBG. Kedua instansi bertukar informasi mengenai hal-hal penting terkait tata kelola anggaran.
"Jadi pertemuan BGN dan KPK itu lebih kepada pencegahan, bukan bicara kasus hukum. BGN ingin pelaksanaan MBG bisa lebih transparan dan bisa dipertanggungjawabkan," tuturnya.
Hasan menambahkan, Presiden Prabowo sudah menginstruksikan setiap uang rakyat harus kembali dalam bentuk manfaat sebesar-besarnya untuk rakyat. "Untuk itu, BGN telah berkoordinasi dengan institusi lain seperti BPKP, KPK dan Kejaksaan Agung dalam memastikan tata kelola MBG yang bersih dan akuntabel," pungkas dia.
Penulis: Irfan Amin
Editor: Fahreza Rizky