tirto.id - Juru Bicara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Stephane Dujarric di Markas Besar PBB, Senin, (11/4/2016) mengatakan bahwa angka kematian anak di Republik Afrika Tengah (CAR) berada di atas angka darurat dan pembunuh terbesar mereka bukanlah peluru, melainkan kekurangan gizi, malaria, infeksi saluran pernafasan dan diare.
"Angka kematian anak yang berusia di bawah lima tahun saat ini berada di atas angka darurat di 11 dari 16 prefektur di seluruh negeri tersebut dan di ibu kotanya, Bangui, sehingga menandai peningkatan yang signifikan sejak tingkat pra-krisis," kata Stephane, seperti dikutip kantor berita Antara, Selasa, (12/4/2016).
Kekurangan gizi serta muncul berbagai penyakit terkait kelaparan yang terus meningkat di negeri tersebut. PBB menyampaikan bahwa sekitar setengah dari jumlah keseluruhan penduduk CAR menderita kelaparan.
“Jumlah orang yang kelaparan juga mengalami peningkatan dari jumlahnya pada 2015, dan separuh dari mereka tak bisa memperoleh akses ke makanan yang memadai," kata Stephane.
Ia menambahkan, lembaga bantuan di Republik Afrika Tengah memerlukan 531 juta dolar Amerika Serikat tahun ini untuk membantu sekitar 1,9 juta orang guna memenuhi kebutuhan dasar mereka berupa air, tempat berteduh dan kebersihan.
Semenjak pecahnya konflik di negara tersebut, masyarakat Afrika Tengah takut bertani dan berternak. Keadaan diperparah dengan hasil panen yang memburuk dalam beberapa tahun terakhir.
Sebelumnya, kelompok bersenjata Seleka menggulingkan pemerintah lama Republik Afrika Tengah pada 2013. Pemimpinnya, Michel Djotodia, menjadi presiden pada Maret 2013 tapi mengundurkan diri pada Januari 2014.
Republik Afrika Tengah menyelenggarakan pemilihan presiden pada pertengahan Februari, dan mantan perdana menteri Faustin Archange Touadera menang dalam proses demokrasi itu. (ANT)