Menuju konten utama

Pansel Kompolnas, Strategi Jokowi Redam Kritik kepada Polisi?

Seleksi Kompolnas harus menjadi momen mengembalikan kinerja kepolisian serta menjawab berbagai macam kebutuhan keadilan dari masyarakat.

Pansel Kompolnas, Strategi Jokowi Redam Kritik kepada Polisi?
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) RI Marsekal TNI (Purn.) Hadi Tjahjanto jumpa pers selepas mengumumkan sembilan nama anggota Panitia Seleksi Calon Anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) Periode 2024–2028 di Kantor Kemenko Polhukam RI, Jakarta, Jumat (21/6/2024). ANTARA/Genta Tenri Mawangi.

tirto.id - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunjuk sembilan nama anggota panitia (pansel) pemilihan calon anggota Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) periode 2024-2028. Para anggota pansel memiliki rekam jejak dalam dunia hukum dan kepolisian.

Peneliti senior Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Hermawan Sulistyo, terpilih menjadi ketua dan Inspektur Pengawasan Umum (Irwasum) Polri Komjen Pol Ahmad Dofiri ditunjuk menduduki wakil ketua.

Kemudian, Yenti Garnasih, selaku sekretaris. Ada juga Deputi Bidang Koordinasi Keamanan dan Ketertiban Masyarakat Kemenko Polhukam, Irjen Pol (Purn) Carlo Brix Tewu, sebagai anggota, Irjen Pol (Purn) Bekto Suprapto, sebagai anggota.

Lalu, Edi Saputra Hasibuan sebagai anggota, Nur Kholis, sebagai anggota, dan Alfito Deannova Ginting, sebagai anggota.

Pansel Kompolnas pun sudah mulai bekerja pada Jumat (21/6/2024). Mereka nantinya akan mengumumkan penerimaan dan melakukan pendaftaran calon anggota Kompolnas, mengumumkan kepada masyarakat untuk mendapat tanggapan, melakukan tahapan seleksi Kompolnas.

Mereka akan mencari 3 nama unsur kepolisian dan 3 orang unsur masyarakat dengan total dua kali dari jumlah atau sekitar 12 kandidat dan bertanggung jawab kepada Jokowi.

Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Hadi Tjahjanto, berharap mereka bisa mendapatkan anggota Kompolnas yang mampu mengawasi kepolisian agar dicintai rakyat. Dia berharap publik ikut mengawasi proses seleksi.

Rekam Jejak Sembilan Anggota Pansel Kompolnas

Pemilihan 9 nama pansel kompolnas ini berbeda dibanding pada 2020 lalu. Dalam catatan yang dihimpun Tirto, pansel pada 2020 dijalankan oleh 12 orang. Jika ditilik dari rekam jejak, sembilan nama tersebut memiliki rekam jejak dalam dunia hukum dan kepolisian.

Di bidang kepolisian, Ahmad Dofiri, pernah menduduki posisi strategis sebelum menjadi Inspektorat Pengawasan Umum. Dia pernah menjabat sebagai Kapolda Banten, Kapolda DIY, Kapolda Jawa Barat.

Selanjutnya pernah menjadi Asisten Logistik Kapolri di era Idham Azis, hingga Kabaintelkam. Alumni Akpol 1989 ini juga pernah menjadi Karobinkar SSDM Polri 2014.

Sementara itu, Irjen Carlo Brix Tewu, juga malang melintang di jabatan publik maupun kepolisian. Sebelum menjadi Deputi Bidang Hukum dan Perundang-undangan Kementerian BUMN, Carlo menjabat Pj Gubernur Sulawesi Barat 2016-2017.

Di kepolisian, Carlo yang lulusan Akpol 1985 ini pernah menjadi Kapolda Sulawesi Utara. Kemudian menduduki posisi Deputi V Bidang Koordinasi dan Keamanan Masyarakat Kemenko Polhukam. Carlo juga pernah bertugas di Timor Timur dan menjadi Dirnarkoba Polda Metro Jaya.

Sementara itu, Irjen (purn) Bekto Suprapto, merupakan salah satu tokoh yang ikut aktif dalam Operasi Seroja. Dia aktif di dunia Densus 88 sebagai Wakadensus maupun Kadensus 88 AT langsung. Tidak hanya itu, dia juga pernah menjabat sebagai Kapolda Sulut dan Kapolda Papua sebelum menduduki jabatan Wakabareskrim Polri.

Hermawan Sulistyo

Profesor Riset Bidang Perkembangan Politik LIPI Hermawan Sulistyo di sela-sela aksi damai menolak reorganisasi di LIPI, Jakarta, Jumat (15/02/2019). (ANTARA News/Martha Herlinawati Simanjuntak)

Kemudian, terdapat lima nama dari warga sipil. Ketua Pansel, Hermawan Sulistyo, merupakan mantan Staf Ahli Mabes Polri di era Kapolri era Tito Karnavian. Dia juga aktif sebagai peneliti BRIN di bidang keamanan serta menjadi dosen di sejumlah kampus, salah satunya menjadi Guru Besar Universitas Bhayangkara Jaya. Tidak hanya itu, dia juga salah satu penasihat ahli era Kapolri Idham Azis.

Sementara itu, nama Yenti Ganarsih terkenal sebagai dosen ahli hukum pidana Universitas Trisakti. Dia dikenal ahli dalam bidang pencucian uang. Selain aktif sebagai dosen, Yenti juga menjabat sebagai Ketua Umum Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia. Dia juga pernah menjadi Ketua Pansel KPK 2019-2024 yang meloloskan Komjen Firli Bahuri sebagai Ketua KPK.

Nama Edi Hasibuan juga merupakan tokoh yang lama aktif di bidang kepolisian. Edi bahkan pernah menjabat sebagai Komisioner Kompolnas periode 2012-2016. Edi juga merupakan mantan jurnalis dan kini aktif dalam isu perpolisian. Terbaru, Edi merupakan salah satu tokoh yang mendorong revisi UU Polri demi kepentingan organisasi kepolisian.

Kemudian, Nur Kholis juga aktif di bidang HAM. Dia merupakan mantan Ketua Komnas HAM. Usai menjadi Ketua Komnas HAM, Nur Kholis juga masuk dalam jajaran penasihat ahli Kapolri era Idham Azis bersama Hermawan Sulistyo. Terakhir Alfito Deannova adalah jurnalis. Dia merupakan pemimpin redaksi Detik.com.

Kompolnas Baru Diduga Bakal Meredam Kritik untuk Kepolisian

Sembilan nama anggota pansel Kompolnas pilihan Jokowi mendapatkan kritikan keras dari masyarakat sipil. Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), M. Isnur, memandang pemerintah tidak serius dalam memilih anggota Kompolnas untuk memperbaiki citra polisi.

"Jadi kita tidak melihat kehendak serius dari presiden untuk memperbaiki institusi kepolisian dengan menunjuk pansel yang menurut kami tidak jelas indikatornya," kata Isnur.

Isnur menilai, pansel kali ini sangat kuat unsur kepentingan kepolisian. Dia menilai pansel yang diisi polisi tidak akan mampu mencari orang yang mampu mengawasi kepolisian.

"Jadi jelas ini ada indikasi bahwa bagian dari upaya memuluskan agar calon-calon yang terpilih adalah calon-calon yang sejak awal tidak punya keberanian, tidak punya integritas dan lain-lain yang serius terkait evaluasi kepolisian," kata Isnur.

Sementara itu, Isnur menyoroti anggota pansel Kompolnas yang pernah ikut terlibat dalam pemilihan pimpinan KPK periode 2019. Dia pun khawatir nantinya Kompolnas selanjutnya akan menghasilkan orang-orang yang bermasalah.

"Kami khawatir ini akan menghasilkan juga nanti calon-calon Kompolnas yang bermasalah seperti di KPK sebelumnya," kata Isnur.

Lebih lanjut, Isnur menuturkan pansel Kompolnas saat ini adalah bentuk pemerintahan Jokowi yang berusaha memuluskan agenda kekuasaan sehingga tidak ada kritik di publik dalam kinerja kepolisian.

"Ini adalah kontrol yang terus-menerus dilakukan dan kami khawatir tidak menjadi alat buat memperbaiki keadaan. Tidak ada ideologi atau nilai perbaikan di sana," kata Isnur.

Apel gelar pasukan Operasi Ketupat 2024

Personel Korps Brimob Mabes Polri memeriksa kelengkapan senjata saat apel gelar pasukan Operasi Kepolisian Terpusat Ketupat 2024 di Lapangan Silang Monas, Jakarta, Rabu (3/4/2024). ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/tom.

Tidak hanya YLBHI, Ketua Perhimpunan Bantuan Hukum dan HAM Indonesia (PBHI), Julius Ibrani, juga menyoroti nama-nama pansel Kompolnas. Dia menilai para anggota pansel minim representasi dari masyarakat sipil yang memiliki perspektif korban dan perspektif kebutuhan masyarakat.

"Dampaknya dalam pemilihan anggota Kompolnas, panitia seleksi bisa atau bahkan diduga menggunakan perspektif Esprit de Corps, mencari anggota anggota kompolnas yang bukan berani dan progresif untuk melakukan terobosan-terobosan untuk memperbaiki citra dan kinerja Polri," kata Julius.

Julius pun berharap ruang partisipasi publik dalam seleksi Kompolnas berjalan. Lalu, dia pun mengakui Kompolnas saat ini cukup berani dari berbagai hantaman kasus besar seperti dugaan rekayasa kasus Ferdy Sambo, Teddy Minahasa maupun yang saat ini sedang viral yaitu Kasus Vina Cirebon.

Pekerjaan Rumah untuk Kompolnas

Sementara itu, seleksi Kompolnas harus menjadi momen mengembalikan kinerja kepolisian serta menjawab berbagai macam kebutuhan keadilan dari masyarakat. Dia juga mengingatkan masih ada polemik internal Polri hingga dugaan politisasi instansi pada Pemilu 2024 lalu.

"Belum lagi persoalan lain, bahwa sepanjang Januari-April 2024, berdasarkan Laporan Komnas HAM hingga pemantauan PBHI, telah terjadi 198 peristiwa kekerasan yang melibatkan kepolisian," kata Julius.

Julius menjelaskan kategori pelanggaran yang tercatat terdiri atas penembakan, penganiayaan, penyiksaan (torture), penangkapan sewenang-wenang (arbitrary arrest), pembubaran paksa. Kemudian, tindakan tidak manusiawi, penculikan, pembunuhan, penembakan gas air mata.

Gelar pasukan operasi ketupat semeru

Personel kepolisian mengikuti Apel Gelar Pasukan Operasi Ketupat Semeru di Polda Jawa Timur, Surabaya, Jawa Timur, Rabu (3/4/2024).ANTARA FOTO/Rizal Hanafi/wpa.

Tidak hanya itu, masalah lain yaitu water cannon, salah tangkap, intimidasi, bentrokan, kejahatan seksual, kriminalitas, hingga extrajudicial killing, lalu dugaan rekayasa kasus seperti yang terjadi pada kasus Ferdy Sambo, Teddy Minahasa ataupun kasus Vina Cirebon.

Selain itu, berdasarkan Pemantauan PBHI, sepanjang tahun 2023 keterlibatan Polri di Papua. Mereka mencatat, masalah pelanggaran hak asasi manusia masih menjadi persoalan, terutama di Papua. Dia mengatakan, permasalahan pelanggaran hak asasi di bidang kebebasan berpendapat berada di peringkat pertama dengan 50 persen.

Kemudian disusul pelanggaran hak atas aman akibat tindakan represif seperti pemukulan, penangkapan dan penahanan sewenang-wenang hingga 47,1%. Dia mengatakan, aparat keamanan yang terlibat sebagai pelaku terdiri dari Polri sebanyak 87,9%.

Baca juga artikel terkait KOMPOLNAS atau tulisan lainnya dari Andrian Pratama Taher

tirto.id - Politik
Reporter: Andrian Pratama Taher
Penulis: Andrian Pratama Taher
Editor: Intan Umbari Prihatin