tirto.id - Juniarti (46), pengacara yang juga merupakan mantan wartawan, telah resmi melayangkan gugatan kepada Presiden Joko Widodo, BPJS Kesehatan, Menteri Kesehatan, dan Dewan Pertimbangan Klinis. Adapun gugatan tersebut dilakukan terkait penghapusan obat kanker trastuzumab dari daftar obat yang ditanggung BPJS Kesehatan.
Dalam gugatannya, Juniarti menilai BPJS Kesehatan tidak secara serius memberikan jaminan kesehatan bagi dirinya yang divonis kanker payudara dengan HER2 positif. Sejumlah langkah mediasi yang telah dilakukan dalam dua minggu terakhir juga dirasa tidak membuahkan hasil.
“Dalam formularium nasional, [sesi pengobatan] trastuzumab yang ditanggung hanya sebanyak delapan kali. Sebenarnya kan setelah itu saya juga harus memikirkan lagi untuk pengobatan selanjutnya,” kata Juniarti di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, pada Jumat (27/7/2018).
Untuk bisa memperoleh hasil yang optimal, sesi pengobatan dengan trastuzumab harus dilakukan sebanyak 16 kali. Di setiap sesinya, biaya yang harus dikeluarkan bisa mencapai Rp25 juta. Mahalnya biaya pengobatan inilah yang lantas menjadi alasan bagi Juniarti untuk meminta keadilan. Juniarti sendiri mengaku telah menjadi salah satu peserta BPJS Kesehatan sejak 2016.
Berdasarkan keterangan yang diterima Juniarti dari BPJS Kesehatan, penghapusan trastuzumab itu dilakukan karena obat dinilai terlampau mahal. Sebagai solusinya, BPJS Kesehatan meminta Juniarti untuk melakukan pengobatan dengan 22 jenis obat lainnya.
Sikap semacam itulah yang lantas dinilai Juniarti dan tim kuasa hukumnya sebagai bentuk ketidakseriusan. “BPJS Kesehatan mencoba mencandai kami dengan nyawa. Coba obat sana, coba obat sini, kami ini bukan kelinci percobaan. Berikanlah yang terbaik, karena ini kaitannya dengan nyawa, bukan benda atau barang,” ujar Rusdianto Matulatuwa selaku kuasa hukum Juniarti.
Lebih lanjut, Rusdianto berpendapat tak seharusnya BPJS Kesehatan menjadikan harga obat yang mahal sebagai alasan. Ia mengatakan bahwa seharusnya di sinilah peran BPJS Kesehatan, yakni hadir untuk memberikan akses kesehatan terbaik bagi masyarakat di kelas menengah dan bawah.
Melalui gugatannya, setidaknya ada dua hal yang diminta oleh Juniarti dan tim kuasa hukumnya. Permintaan pertama yaitu memberikan kesempatan bagi Juniarti agar bisa kembali masuk ke akses pengobatan sebagaimana mestinya. Adapun permintaan tersebut diajukan sebagai permintaan provisi.
Sementara untuk permintaan kedua, Juniarti dan kuasa hukumnya memohon agar surat penghapusan trastuzumab sebagai obat yang ditanggung BPJS Kesehatan dapat dibatalkan. Surat pembatalan itu sendiri dikeluarkan oleh Dewan Pertimbangan Klinis.
“Setidaknya itu bisa membuka peluang kepada mereka yang bernasib sama dengan klien kami untuk bisa mendapatkan obat tersebut tanpa harus dirongrongi kata mahal,” ucap Rusdianto.
Penulis: Damianus Andreas
Editor: Alexander Haryanto