tirto.id - Pancasila sebagai sebuah ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun bersifat reformatif, dinamis, dan terbuka.
Hal ini bermaksud bahwa ideologi Pancasila bersifat aktual, dinamis, antisipatif, dan mampu mengikuti perkembangan zaman, pengetahuan, teknologi, dan aspirasi masyarakat.
Dalam ideologi terbuka terdapat cita-cita dan nilai-nilai mendasar yang bersifat tetap. Oleh sebab itu, Penjabaran ideologi dilakukan dengan interpretasi yang rasional dan kritis.
Sebagai contoh keterbukaan ideologi Pancasila yaitu dalam kaitannya dengan kebebasan berserikat dan berkumpul, seperti saat ini terdapat puluhan partai politik di Indonesia.
Contoh lainnya dalam kegiatan ekonomi kerakyatan, pendidikan, hukum, Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK), kebudayaan, Pertahanan Keamanan (HANKAM), dan bidang lainnya.
Berdasarkan pemahaman tentang ideologi terbuka di atas, nilai-nilai yang terkandung dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka antara lain Nilai Dasar, Nilai Instrumental, dan Nilai Praksis.
Menurut Kaelan dalam jurnal yang berjudul Pemikiran Ilmiah dan Pendidikan Administrasi Perkantoran (2016), Nilai Dasar Pancasila merupakan hakikat kelima sila pancasila yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
Nilai dasar tersebut merupakan suatu esensi dari sila-sila Pancasila yang sifatnya universal, sehingga dalam nilai dasar tersebut terkandung cita-cita, tujuan serta nilai-nilai yang baik dan benar.
Pembukaan UUD 1945 berisi nilai-nilai dasar ideologi Pancasila dan juga merupakan suatu norma dasar tertib hukum tertinggi.
Selain itu, Pembukaan UUD 1945 merupakan sebagai sumber hukum positif yang memiliki kedudukan sebagai “Staatsfundamentalnorm” atau pokok kaidah negara yang fundamental yang melekat pada kelangsungan hidup negara.
Kemudian, Nilai Instrumental merupakan arahan, kebijakan, strategi, sasaran serta lembaga pelaksananya.
Nilai Instumental merupakan eksplisitasi, penjabaran lebih lanjut dari nilai-nilai dasar dalam rangka penyesuaian dalam pelaksanan nilai-nilai dasar ideologi Pancasila.
Seperti Garis-garis Besar Haluan Negara (GHBN) yang dilakukan lima tahun sekali senantiasa disesuaikan dengan perkembangan zaman serta aspirasi masyarakat, undang-undang, departemen-departemen sebagai lembaga pelaksana dan lainnya.
Sedangkan, Nilai Praksis adalah realisasi dari nilai-nilai instrumental dalam pengalaman yang bersifat nyata dan berkaitan langsung dengan kedupan sehari-hari dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Dalam realisasi praksis ini penjabaran nilai-nilai Pancasila terus berkembang, dilakukan perubahan dan perbaikan (reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, teknologi, dan aspirasi masyarakat.
Selain memiliki aspek-aspek yang bersifat ideal yang berupa pemikiran-pemikiran, cita-cita dan nilai-nilai yang dianggap baik, ideologi juga harus memiliki norma yang jelas karena harus mampu direalisasikan dalam kehidupan praksis yang merupakan suatu aktualisasi secara konkret.
Oleh sebab itu, seperti yang dilansir dari buku Kewarganegaraan kelas VIII (2007), Pancasila sebagai ideologi terbuka secara struktural memiliki tiga dimensi antara lain:
1. Dimensi Idelistis, merupakan nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila yang bersifat rasional, sistematis, dan menyeluruh. Nilai-nilai tersebut meliputi ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan.
2. Dimensi Normatif, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila perlu dijabarkan dalam suatu sistem norma, sesuai dengan norma-norma kenegaraan.
3. Dimensi Realistis, yakni ideologi harus mampu mencerminkan realita kehidupan dan terus berkembang dalam masyarakat. Pancasila harus mampu dijabarkan dalam kehidupan masyarakat secara nyata, baik dalam kehidupan sehari-hari hingga dalam penyelenggara negara.
Penulis: Yunita Dewi
Editor: Yandri Daniel Damaledo