tirto.id - [caption id="attachment_2113" align="alignnone" width="1200"]
Majelis Ulama Indonesia (MUI) mendorong pemidanaan aktivitas Lesbian, Gay, Biseksual, dan Transgender atau LGBT di Indonesia.
"Kami juga ingin adanya pidana untuk setiap orang yang melakukan ativitas LGBT dan seks menyimpang lainnya serta mengajak, mempromosikan, dan membiayainya," ucap Ketua Umum MUI KH Maruf Amin dalam konferensi pers di Kantor MUI Jakarta Rabu (17/2/2016).
MUI beralasan bahwa perilaku dan aktivitas seksual LGBT yang menyimpang sebagai bentuk kejahatan.
"Menegaskan pelarangan terhadap aktivitas LGBT dan aktivitas seksual menyimpang lainnya serta menegaskannya sebagai kejahatan," kata Maruf.
Selain mendorong pemidanaan bagi LGBT, MUI turut mendorong pemerintah untuk menolak masuknya dana asing yang mendukung kampanye dan sosialisasi LGBT di Indonesia.
"Kami dukung pemerintah untuk melarang masuknya dana asing oleh pihak mana pun, termasuk oleh organisasi serta perusahaan internasional," kata Maruf.
Di sisi lain Maruf menginginkan keharusan rehabilitasi bagi LGBT untuk dapat hidup normal kembali.
Sikap Pemerintah Terhadap LGBT
Sementara itu Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menilai menilai LGBT akan menjadi ancaman serius dalam sistem hukum perkawinan di Indonesia.
"(LGBT juga) menjadi ancaman potensial bagi sistem hukum perkawinan di Indonesia yang tidak membenarkan perkawinan sesama jenis," kata Menag di Gedung Nusantara II, Jakarta, Rabu (17/02/2016).
Selain itu Menag mengatakan bahwa masyarakat tidak boleh mendiskriminasi LGBT.
"Kita tidak boleh memusuhi dan membenci mereka sebagai warga negara, tapi bukan berarti kita membenarkan dan membiarkan gerakan LGBT menggeser nilai nilai agama dan kepribadian bangsa," ujarnya.
Sikap Budayawan Terhadap LGBT
Senada dengan Menag, budayawan Romo Frans Magnis Suseno berpendapat bahwa legalisasi perkawinan sejenis tidak bisa diterima. Bagi Frans Magnis orientasi seksual adalah urusan pribadi dan harus dipisahkan dengan urusan bernegara.
"Perkawinan antar sejenis tidak masuk akal. Perkawinan merupakan persatuan yang menghasilkan keturunan karena itu masyarakat berkepentingan untuk melindungi keluarga, mengadakan upacara pernikahan resmi," katanya.
Lebih lanjut budayawan Driyarkara ini mengatakan “Kepentingan itu tidak ada dalam hal persatuan antara dua laki-laki atau dua perempuan. Perkawinan homo seks itu tidak masuk akal sama sekali. Tetapi apa yang dilakukan dua orang atas kemauan sendiri dalam privasi bukan urusan negara dan orang lain."