tirto.id - Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan permohonan uji materi sejumlah pasal dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (Adminduk) mendapat respons beragam. Banyak yang mendukung, tapi tak sedikit yang merasa khawatir, seperti ormas Muhammadiyah.
Ketua Bidang Tarjih, Tajdid, dan Tabligh PP Muhammadiyah Yunahar Ilyas mengatakan, pihaknya mempertanyakan alasan MK mengabulkan gugatan pemohon terkait diperbolehkannya penghayat kepercayaan untuk mencantumkan alirannya dalam kolom agama di KTP.
Yunahar merasa khawatir akan ada dampak besar di masa depan menyusul putusan MK tersebut. Menurut Yunahar, Muhammadiyah menilai penghayat kepercayaan seharusnya tidak perlu dicantumkan pada kolom agama dalam kartu tanda kependudukan.
“Aliran kepercayaan bukan agama, bagaimana bisa ditulis di KTP menempati kolom agama? Seharusnya yang ditulis adalah salah satu di antara agama-agama yang diakui di Indonesia,” kata Yunahar saat dihubungi Tirto, Rabu (8/11/2017).
Pernyataan Yunahar ini merespons putusan MK pada Selasa (7/11/2017) yang mengabulkan permohonan uji materi para pemohon terkait Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU No 23 tahun 2006 yang dinilai diskriminatif terhadap penghayat kepercayaan.
Hakim MK yang dipimpin Ketua MK Arief Hidayat menilai, kata “agama” yang ada pada Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) UU Adminduk tersebut dinyatakan bertentangan dengan UUD 1945 sepanjang tidak dimaknai termasuk kepercayaan.
Selain itu, Hakim MK juga menyatakan Pasal 61 ayat (2) dan 64 ayat (5) bertentangan dengan UUD45 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Namun demikian, Yunahar enggan membahas polemik perdebatan apakah aliran kepercayaan termasuk agama atau bukan. Namun, Yunahar tetap berkeyakinan kalau penghayat kepercayaan tersebut bukanlah agama sehingga tidak perlu dicantumkan dalam KTP.
Pria yang juga guru besar di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta ini menyatakan khawatir akan ada penganut aliran lain yang akan menggugat lantaran MK memenangkan gugatan karena permasalahan diskriminasi.
“Kalau begitu pertimbangannya, berarti MK menganut paham HAM liberal. Tunggu saja nanti semua aliran, ideologi, paham akan menuntut hak yang sama dengan aliran kepercayaan,” kata Yunahar.
Pernyataan Yunahar tersebut senada dengan yang disampaikan mantan Ketua Umum PP Muhammadiyah, Din Syamsudin pada akhir Agustus 2017 lalu. Saat itu, Din menyatakan, penghayat kepercayaan seperti Sunda Wiwitan bukan agama sehingga tidak perlu dimasukkan ke kolom agama di KTP.
“Menurut saya itu bukan agama. Bukan dalam pengertian agama yang secara ilmiah. Berdasarkan wahyu atau berdasarkan semacam ilham. Kemudian membentuk kitab suci, ada pembawanya, ada sistem ritusnya,” kata Din.
Baca juga:
- Din Syamsudin Sebut Selam Sunda Wiwitan Bukan Agama
- UU Adminduk Diskriminatif Bagi Penganut Aliran Kepercayaan
Penghayat Kepercayaan Tercantum di KTP
Sementara itu, Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo mengatakan, pihaknya akan melaksanakan keputusan MK soal sejumlah pasal dalam UU Adminduk yang dinilai diskriminatif tersebut. Namun, Kemendagri butuh waktu untuk melakukan pendataan terlebih dahulu.
“Kemendagri melalui Ditjen Dukcapil akan memasukkan kepercayaan tersebut ke dalam sistem administrasi kependudukan,” kata Tjahjo dalam rilis yang diterima Tirto, Selasa kemarin.
Untuk mendapatkan data kepercayaan yang ada di Indonesia, Tjahjo menyatakan, Kemendagri akan berkoordinasi dengan Kementerian Agama (Kemenag) serta Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud).
“Setelah data kepercayaan kami peroleh, Kemendagri memperbaiki aplikasi SIAK dan database serta melakukan sosialisasi ke seluruh Indonesia atau 514 kabupaten/ kota,” kata Tjahjo.
Selain itu, Tjahjo juga akan mengajukan usulan perubahan kedua atas UU Administrasi Kependudukan untuk mengakomodasi putusan MK yang dimaksud.
Baca juga:
- Penghayat Kepercayaan Bakal Dapat Fasilitas Seperti Agama Lain
- Putusan MK Harus Dibarengi dengan Perbaikan Sistem Dukcapil
Namun, kata Mastuki, Kemenag akan berkoordinasi dengan pihak MK untuk memperjelas cakupan dari putusan itu. Apakah hanya terkait dengan pengisian kolom KTP atau lebih dari itu.
Kemenag, kata dia, tidak memiliki kewenangan secara langsung untuk melakukan pembinaan terhadap aliran kepercayaan. Meski demikian, Mastuki memastikan kalau hak-hak layanan para penganut aliran kepercayaan dalam menjalankan keyakinannya tetap dijamin negara.
Penulis: Abdul Aziz
Editor: Abdul Aziz