Menuju konten utama

Penghayat Kepercayaan Bakal Dapat Fasilitas Seperti Agama Lain

Selama ini, aliran kepercayaan tidak dianggap sebagai agama, melainkan bagian dari kebudayaan.

Penghayat Kepercayaan Bakal Dapat Fasilitas Seperti Agama Lain
Penganut kepercayaan Sunda Wiwitan menyaksikan sidang dengan agenda pembacaan putusan uji materi Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Selasa (7/11/2017). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A

tirto.id - Kementerian Agama siap memfasilitasi penghayat aliran kepercayaan. Langkah ini diambil setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan permohonan uji materi penghayat kepercayaan atas UU 23/2006 tentang Administrasi Penduduk (Adminduk), kemarin.

Kepala Biro Humas Kemenag Mastuki mengatakan, pihaknya kini sedang menggodok pengajuan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perlindungan Umat Beragama, dan memasukkan aliran kepercayaan di dalam RUU itu.

"Jadi penganut aliran kepercayaan bisa menjadi dilindungi dengan RUU itu," kata Mastuki kepada Tirto, Rabu (8/11/2017).

Matsuki menjelaskan, selama ini aliran kepercayaan tidak berada di bawah Kemenag, melainkan di bawah Ditjen Kebudayaan Kemendikbud. Untuk itu, Mastuki mengatakan, Kemenag akan berkoordinasi dengan Kementerian Dalam Negeri. Koordinasi ini bertujuan untuk memperjelas posisi aliran kepercayaan.

Baca juga: Putusan MK dan Diskriminasi terhadap Penghayat Kepercayaan

Matsuki berpendapat, ada dua hal yang harus diperjelas. Pertama, aliran kepercayaan, kata dia, tidak dianggap sebagai agama. Melainkan, bagian dari kebudayaan. Ini membuat penghayat aliran kepercayaan tidak mendapat fasilitas yang sebanding dengan penganut agama.

"Maka bisa dibahas juga pemenuhan fasilitas tempat ibadah, kebutuhan pemeluknya, dan ritual keagamaannya yang jadi hak mereka," kata Mastuki.

Kedua, kata dia, terkait dengan Pasal 58 Undang-undang Administrasi Kependudukan. Dalam Pasal 58 itu, aliran kepercayaan dan agama dipisahkan dengan garis miring dalam ketentuan penulisan di KTP. Sementara, pasal tersebut tidak termasuk dalam putusan MK.

"Pasal 61 ayat 1 kan hanya membahas soal agama saja. Bukan soal aliran kepercayaannya. Kalau di Pasal 58 masih dipisah," kata Mastuki.

Baca juga: Diskriminasi Penganut Kepercayaan

Meski begitu, Mastuki mengaku, Kemenag menyambut baik keputusan MK. Sebab selama ini, pihaknya juga sudah berkomunikasi dengan penghayat kepercayaan untuk merumuskan definisi agama yang pas untuk RUU Pelindungan agama, sesuai pendapat penghayat aliran kepercayaan.

"Makanya menunggu koordinasi dari Kemendagri untuk hal ini," kata Mastuki menegaskan.

Mendagri Tjahjo Kumolo sendiri telah memerintahkan seluruh Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil berkoordinasi dengan Kantor Wilayah Kementerian Agama untuk mendata ulang penghayat kepercayaan yang ada di Indonesia.

Pendataan dilakukan untuk memasukkan penghayat dalam sistem adminustrasi kependudukan.

"Kemdagri melalui Ditjen Dukcapil akan memasukkan kepercayaan tersebut ke dalam sistem administrasi kependudukan," ujar Tjahjo.

Kemarin, Hakim MK Arif Hidayat memutuskan kata "agama" dalam Pasal 61 ayat (1) dan Pasal 64 ayat (1) Undang-Undang Administrasi Kependudukan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap sepanjang tidak dimaknai termasuk "kepercayaan". Hal serupa juga berlaku untuk Pasal 61 ayat (2) dan Pasal 64 ayat (5) yang dinilai MK tak memiliki kekuatan hukum mengikat.

Putusan itu membuat aliran kepercayaan diakui pemerintah. Sebab selama ini, penghayat aliran kepercayaan tak dapat mengisi kolom agama dalam KTP. Tak hanya itu, penghayat mendapat diskriminasi atas fasilitas yang seharusnya didapat terkait administrasi kependudukan.

Baca juga artikel terkait ALIRAN KEPERCAYAAN atau tulisan lainnya dari M. Ahsan Ridhoi

tirto.id - Hukum
Reporter: M. Ahsan Ridhoi
Penulis: M. Ahsan Ridhoi
Editor: Mufti Sholih