tirto.id - Sejak awal, kubu Prabowo Subianto-Sandiaga Uno menyadari diri hampir tak memiliki akses dalam pemberitaan media arus utama. Joko Widodo, di sisi lain, diuntungkan oleh posisinya sebagai petahana. Mata kamera akan terus mengekor setiap agendanya. Kendati hal itu merupakan kunjungan kerja, tapi praktis bisa menjadi ajang kampanye gratis. Beberapa pemilik media pun mendukung Jokowi.
Maka, kubu Prabowo memakai senjata alternatif via serangan udara atau media sosial. Kendati berniat bermain maksimal di udara, tapi Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi tak membentuk direktorat khusus kampanye digital. Strateginya justru dengan membentuk divisi media sosial di tiap direktorat—totalnya 15 direktorat.
Misalnya saja di direktorat terbesar bernama Direktorat Relawan BPN, terdapat 1.300 kelompok relawan yang mengoordinasi jutaan relawan di seluruh provinsi, klaim Mustofa Naharwardya,
“Setiap relawan yang terdaftar resmi di BPN wajib memiliki akun media sosial dan membagikan konten-konten kampanye positif mengenai Prabowo-Sandi,” ujar pemilik akun Twitter @Akuntofa kepada saya pada Minggu malam usai mendarat dari Semarang.
Sementara itu, relawan bergerak sendiri membentuk Prabowo Sandi Digital Team (PRIDE), yang mendapuk Anthony Leong sebagai koordinator nasional. Leong, anggota BPN, pernah memegang tim pemenangan Anies Baswedan-Sandiaga pada Pilkada DKI 2017.
Kepada Tirto, Leong mengaku PRIDE digerakkan murni oleh relawan tanpa mendapat uang sepeser pun. “Kami organisasi pro bono,” katanya di sekretariat PRIDE di Kebayoran Baru, Jumat terakhir Februari lalu.
Didukung Lepasan Kelompok Muslim Cyber Army
Kendati tak memiliki tim media sosial yang terpusat, nyatanya pergerakan kubu Prabowo-Sandiaga di jagat media sosial menampakkan pola yang solid.
Hasil analisis Drone Emprit, mesin untuk menganalisis media sosial, menunjukkan kendati terkepung kubu Jokowi-Ma'ruf Amin, kubu Prabowo-Sandi terlihat ajek menjadi satu klaster besar dan terkonsentrasi di satu titik perbincangan.
Pada periode Desember 2018 saat tagar #JKWTakutPaparkanVisiMisi dan tagar #PrabowoTakutTesNgaji muncul, pengguna akun yang membicarakan Prabowo hanya mencapai 177 ribu pengguna tapi tingkat interaksinya menunjukkan angka 6,3. Artinya, menurut Ismail Fahmi, pendiri Drone Emprit, interaksi percakapan yang tinggi itu menandakan dioperasikan oleh akun organik, bukan bot.
“Pendukung 02 memang sangat militan di media sosial,” kata Fahmi.
Mustofa mengamini hal itu. Menurutnya, militansi itu tak hanya dibangun dari konsolidasi resmi di dalam tim kampanye. “Kami didukung kelompok lepasan MCA (Muslim Cyber Army). Walaupun sekarang tidak menggunakan nama itu, tapi orang-orangnya tetap sama. Ada sekitar 15 juta akun,” klaim Mustofa.
Muslim Cyber Army yang dimaksud Mustofa adalah kelompok yang sama yang bergerak masif di linimasa pada musim Pilkada DKI 2017 untuk memenangkan Anies-Sandi dan mengalahkan Basuki Tjahaja Purnama.
Kendati demikian, tetap ada koordinasi reguler setiap minggu. Mustofa enggan membeberkan lokasi dan waktu lantaran harus dirahasiakan dan selalu berbeda tiap pertemuan. Selain itu, ada pula pertemuan spontan untuk merespons isu di linimasa. Tagar yang dipakai pun tak lepas dari hasil konsolidasi tersebut.
Misalnya tagar #2019GantiPresiden, yang masih menduduki rangking satu sampai kini bagi kubu Prabowo untuk memenangkan persabungan narasi di udara. Disusul tagar #2019PrabowoPresidenRI.
Ada pula tagar yang dimainkan secara sadar untuk merespons isu atau pada momen tertentu. Misal tagar #PrabowoMenangDebat yang biasa muncul usai debat. Atau, tagar #AkalSehatPilihPrabowoSandi, mengambil jargon "akal sehat" yang dimainkan Rocky Gerung, salah satu pelaku politik menentukan bagi kubu Prabowo.
“Kami akan fokus menggunakan nama Prabowo-Sandi. Kami tidak akan pakai nama kubu sebelah walaupun itu untuk menjatuhkan. Nanti engagement mereka meningkat,” terang Mustofa.
Jubir BPN Prabowo-Sandiaga, Dahnil Anzar Simanjuntak, tak menampik ada koordinasi dan konsolidasi yang dimaksud Mustofa. Perihal pertemuan mingguan di rumah Djoko Santoso dan dipimpin Hashim yang pernah disinggung Mustofa, katanya, hanya pertemuan kecil. Langgam narasi yang sama hanya dikomando oleh beberapa influencer.
“Sisanya lebih banyak gerakan organik relawan. Relawan ini bergerak dengan sukarela. Kami tidak punya tim khusus. Misal seperti Pak Jokowi dulu pakai Jasmev, pakai bot gitu, ya. Relawan digital kami yang muncul organik. Gerakan menggelinding alami saja (snowball),” klaim Dahnil.
Militansi pendukung Prabowo, menurut Fahmi, hanya dapat dilawan oleh militansi pendukung BTP atau Ahok. Namun, sejak Jokowi memilih Ma’ruf Amin sebagai cawapres, banyak Ahokers, sebutan untuk pendukung Ahok, yang mundur dari medan tempur linimasa.
“Jadi sekarang mereka tidak ada lawan,” ujar Fahmi.
Manfaatkan Momen untuk Konten Viral
Dari segi konten, Ismail Fahmi melihat ada pola unik yang terjadi di kelompok pendukung Prabowo-Sandiaga. Jika konten pada kelompok pendukung Jokowi terlihat rapi, sistematis dan terencana, lain berbeda dengan kubu Prabowo.
Kelompok ini kerap memanfaatkan momen sebagai konten. Misalnya kampanye Prabowo yang dihadiri ribuan orang. “Mereka cukup potret lalu share dan menjadi viral. Karena konten seperti itu lebih genuine di mata netizen,” ungkap Fahmi.
Anomali pergerakan linimasa juga sempat terlihat saat ramai tagar #UninstallBukaLapak, yang oleh kubu Prabowo direspons dengan tagar tandingan #UninstallJokowi, yang anehnya eskalasinya meningkat bertepatan saat salat Jumat.
“Ini kan, enggak masuk akal. Setelah kami telusuri lebih lanjut, ternyata yang bergerak saat itu kelompok emak-emak,” kata Fahmi.
Namun, Arya Sinulingga, Direktur Informasi Publik dan Media Sosial TKN Jokowi-Ma’ruf, punya temuan lain. “Itu kelompok HTI. Kami punya database pengguna akun yang bermain di tagar itu,” klaim Arya.
Selain tagar, kubu Prabowo bermain cuit yang diproyeksikan akan viral. Misalnya saat Juru Bicara BPN Dahnil Anzar Simanjuntak mencuit soal panjang jalan yang dibangun Jokowi sebagai respons klaim petahana pada saat debat kedua capres. Menurut Dahnil, sebelum mengunggah cuit tersebut, pihaknya berdiskusi terlebih dahulu.
“Saya diskusi. Menggunakan satir, kan, harus hati-hati. Karena di sosmed semua bisa ditafsirkan berbeda-beda. Penggunaan satir itu untuk mengkritik,” jelas Dahnil. Dahnil menambahkan, hal lain yang didiskusikan sebelum diunggah biasanya yang terkait data.
Di sisi lain, Anthony Leong lewat akun twitternya @ThonyLeong pernah mengunggah cuit yang menuduh Jokowi memakai earpiece saat debat. Cuitan ini bohong belaka tetapi viral di media sosial.
Cuit soal tuduhan earpiece itu juga diunggah Mustofa Nahra dan mencolekakun Abdul Kadir Karding, Wakil Ketua TKN Jokowi-Ma’ruf.
“Itu hanya mempertanyakan. Lagi pula bedakan antara saya nge-tweet sebagai anggota (BPN) dengan saya sebagai personal,” kata Leong. Ia membantah jika ada konsolidasi sebelumnya mengenai cuit viral tersebut.
Leong menjelaskan, terkait konten secara umum, kubu Prabowo semula berfokus pada program dan visi misi. Namun, melihat perkembangannya, timnya kini lebih kerap merespons isu.
Sementara menurut Dahnil, itu terjadi sebagai ekses permintaan dari media pula. “Kami sering diminta merespons isu juga kan oleh media.”
Meski Ceriwis, Pasukan Siber Prabowo Masih Kalah
Dari data Drone Emprit, akun Dahnil Anzar (@Dahnilanzar) merupakan akun kedua yang paling banyak dicuit ulang saat membicarakan Prabowo. Di peringkat wahid, ada akun @Putrabanten80, pendukung Prabowo-Sandi yang kerap mencuit ulang unggahan akun @Rajapurwa (berada di peringkat keempat), akun @Ramlirizal dan akun @RockyGerung. Di peringkat tiga, ada akun @Fahrihamzah; dan di peringkat kelima ditempati akun @CakKhum.
Berbeda dengan Jokowi yang menjadi akun pertama yang paling banyak dicuit ulang di kubunya, akun Sandiaga Uno (@sandiuno) dan Prabowo Subianto (@prabowo) menempati peringkat 9 dan 10.
Kendati kubu 02 cukup ceriwis sehingga menghasilkan pola interaksi yang tinggi dan konsolidasi yang solid pada satu klaster, Jokowi masih menguasai perbincangan, menurut data Drone Emprit.
Hingga Februari 2019, data Drone Emprit menunjukkan kubu Prabowo diomongkan 120 ribu kali di media online, 134 ribu percakapan di Facebook, 73,8 ribu perbincangan di Instagram, 4,2 juta percakapan di Twitter, dan 14 ribu komentar di YouTube. Total di seluruh platform, Prabowo meraup 4,5 juta percakapan, sementara kubu Jokowi meraih 6,4 juta perbincangan.
“Kubu 01 diuntungkan dengan statusnya jadi petahana. Mereka sudah punya agenda yang rapi,” kata Fahmi.
Penulis: Restu Diantina Putri
Editor: Fahri Salam