tirto.id - “Saya tak pernah melamar. Justru UI yang meminta saya ngajar. Tak pernah UI beri surat berhenti. Saya yang menolak ngajar. Mengapa? Karena Filsafat UI dipimpin oleh prof yang tak paham secuil pun filsafat. Ajaib. Silakan cek. Dungu juga UI.”
Pernyataan itu dilemparkan Rocky Gerung di akun Twitter pribadinya, Kamis pagi (19/4/2018). Dalam unggahannya itu, Rocky menautkan berita dari Kumparan yang berjudul "Rocky Gerung Bukan Dosen UI”.
Pernyataan Rocky ini merupakan kelanjutan dari polemik pernyataannya di acara talkshow Indonesia Lawyer Club soal kitab suci adalah fiksi. Pernyataan Rocky di ILC itu berbuntut ‘kegaduhan’ laporan Jack Lapian ke polisi soal dugaan penodaan agama yang dilakukan Rocky, hingga masalah statusnya sebagai pengajar di Kampus UI.
Soal status pengajarnya ini tampaknya yang hendak diluruskan Rocky lantaran banyak warganet yang mulai ‘menyerang’ dia terkait jenjang pendidikan formalnya, sarjana dari Jurusan Filsafat UI. Terlebih, banyak orang menyebutnya sebagai profesor.
Saat dihubungi Tirto, Rocky menjelaskan cuitannya Kamis pagi merupakan respons atas berita yang diunggah Kumparan.com. Ia balik berkata jika ucapannya bisa dipertanggungjawabkan.
“Twit saya itu membantah berita kumparan. Karena itu saya katakan, bila tak percaya jawaban saya silakan cek ke Filsafat UI,” ucap Rocky, Jumat (20/4/2018)
Saya lantas menanyakan sejak kapan Rocky Gerung mulai dan berhenti mengajar di jurusan Filsafat UI, dan apa alasan mantan pembimbing skripsi Dian Sastrowardoyo itu berhenti mengajar di program studi S1 Filsafat?
Rocky enggan menjelaskan. Ia bilang, masalah itu sudah pernah dia jelaskan sejak lama. “Sudah pernah saya terangkan. Kalau saya ingat saya beritahu,” ucap Rocky yang lulus dari jurusan Filsafat pada 1990.
Tidak Melamar dan Diperpanjang UI
Tirto mencoba menghubungi Kepala Kantor Humas Universitas Indonesia dan KIP Rifelly Dewi Astuti terkait status Rocky sebagai pengajar di FIB UI. Rifelly mengatakan Rocky memang pernah tercatat sebagai dosen tidak tetap di program studi S1 Filsafat, tetapi sudah nonaktif sejak lama.
“Sudah beberapa tahun yang lalu,” ucap Rifelly kepada Tirto.
Rifelly menjelaskan UI memiliki dua jenis dosen yakni dosen tidak tetap dan dosen tetap. Dosen tidak tetap ini, kata dia, adalah dosen yang ditugaskan mengajar sementara waktu dan sesuai penugasan. Kontrak kerja dosen tidak tetap dibuat setiap semester dengan Surat Keputusan dari seorang dekan. Dalam kasus ini, Riffely mengatakan dosen tidak tetap tidak melamar pekerjaan ke UI, sebaliknya UI yang meminta mereka untuk mengajar dengan standar pengajar tersebut punya kapabilitas dalam bidang akademisnya.
Riffely mengafirmasi pernyataan Rocky soal dirinya tak pernah melamar pekerjaan ke UI, dan sebaliknya UI yang meminta dia mengajar.
“Pak Rocky benar karena memang kalau melalui cara melamar itu berlaku buat dosen tetap. Saat ini, [Rocky] sudah lama tidak ditugaskan kembali sehingga sudah tidak mengajar,” ucap Rifelly.
Disinggung soal kenapa UI tak memperpanjang penugasan untuk Rocky, Riffely mengaku tidak tahu. Dia menyebut, perpanjangan tugas untuk seorang dosen tidak tetap merupakan hak prerogatif dari Dekan FIB UI.
“Saya enggak tahu. Itu kan prerogatifnya dekan mau menugaskan lagi atau enggak,” ucap Riffely.
Bergelar Sarjana dan Sudah Nonaktif Sejak 2015
Dihubungi terpisah, Ketua Program Studi S1 Filsafat Fristian Hadinata membenarkan jika Rocky memang pernah mengajar di prodi Filsafat UI dengan status dosen tidak tetap.
“Pak Rocky sudah tidak aktif sebagai dosen di prodi Ilmu Filsafat UI. Dulu memang pernah tetapi bukan sebagai dosen tetap, hanya sebagai dosen tidak tetap,” ucap Fristian kepada Tirto.
Menurut alumnus Filsafat UI angkatan 2005 ini, Rocky sudah tak mengajar sejak awal 2015 karena terganjal Undang-undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen. UU tersebut mewajibkan dosen harus bergelar minimal S2, sedangkan Rocky hanya bergelar Sarjana Sastra.
“Seingat saya sejak awal 2015, dia sudah tidak menjadi dosen tidak tetap di prodi kami,” kata Fristian yang sempat menjadi mahasiswa Rocky.
Fris, sapaan Fristian, menerangkan jika aturan tersebut tak hanya berlaku untuk pemilik kode mengajar RGX saja, tapi juga untuk dosen lain yang berjenjang pendidikan sama dengan Rocky, sarjana.
Ia mengatakan sejumlah kolega dosen dan mahasiswa sempat mendorong pengampu mata kuliah Seminar Teori Keadilan, Filsafat Politik, dan Metode Penelitian Filsafat itu untuk melanjutkan kuliahnya, tetapi Rocky menolak. Dukungan itu diberikan lantaran ada sejumlah dosen tidak tetap yang akhirnya melanjutkan jenjang pendidikannya ke S2 dan S3 supaya diperpanjang kontraknya.
“Soal studi adalah pilihan pribadi masing-masing. Tapi prodi pada dasarnya selalu mendorong anggotanya untuk melanjutkan studi,” ucap Fristian.
Pernyataan Frist diakui Wakil Dekan FIB Bidang Akademik Manneke Budiman. Menurut Manneke syarat bergelar master alias lulus S2 menjadi syarat wajib buat pengajar S1. Syarat ini, kata dia, yang menjadi kendala buat Rocky.
“Untuk mengajar S1 minimum harus S2. Ini aturan pemerintah. Yang tidak patuh ya terpaksa tidak diberi tugas mengajar,” kata Manneke kepada Tirto.
Provokator Mahasiswa
Di luar polemik gelar dan statusnya yang sudah tidak mengajar, Rocky punya kesan tersendiri buat mahasiswa yang pernah dibimbingnya. Muhammad Rifki misalnya, merasa Rocky seorang dosen provokatif yang menantang mahasiswanya untuk berpikir kritis.
Rifki yang pernah dibimbing Rocky saat menulis skripsi, selalu ingat bagaimana Rocky mengajar tanpa menyiapkan materi khusus. Rocky, kata Rifki, akan menanyakan isu aktual kepada mahasiswanya.
“Dari situ langsung improvisasi dengan logika. Dia langsung membahas topik kelas hari itu,” ucap Rifki.
Meski kerap memprovokasi, Rifki menilai ada kekurangan dari cara mengajar Rocky yang selalu mempermainkan kata-kata sehingga acapkali ucapannya bersifat multitafsir di pikiran orang lain.
“Makanya dia sering susah dipahami orang juga. Jadi multitafsir,” ucap pengajar filsafat di Universitas Indraprasta ini.
Hal serupa juga dikatakan Leo Panji Mahendra. Alumni Filsafat UI angkatan 2007 ini menilai jika Rocky Gerung memiliki ciri khas tersendiri saat mengajar. Tidak seperti dosen lainnya, Rocky tidak pernah membahas rencana pembelajaran atau silabus yang bakal dibahas selama 1 semester.
“Dia bilang kalau setiap hari selalu ada silabus yang baru. Kami selalu belajar hal-hal yang aktual setiap hari. Dari tulisan di pakaian saja itu bisa jadi topik pembicaraan di kelas,” ucapnya.
Dirinya juga menilai bahwa Rocky berhasil membalikkan pandangannya tentang kegiatan kuliah yang identik dengan kegiatan pembelajaran satu arah. Rocky adalah dosen sekaligus teman diskusi perkuliahan yang terus dilakukan.
“Dia benar-bener dosen yang membalik paradigma perkuliahan menjadi sebuah kegiatan perbincangan yang tidak pernah berakhir,” kata Leo yang saat ini menjadi manajer di perusahaan keluarganya.
Penulis: Naufal Mamduh
Editor: Mufti Sholih & Maulida Sri Handayani