Menuju konten utama

Tanggapan Rocky Gerung Usai Dilaporkan di Kasus Ujaran Kebencian

Rocky Gerung menegaskan tidak ada yang salah dalam pernyataannya tentang kitab suci adalah fiksi.

Tanggapan Rocky Gerung Usai Dilaporkan di Kasus Ujaran Kebencian
Profil Rocky Gerung. Foto/Istimewa.

tirto.id - Rocky Gerung memberikan tanggapan mengenai pelaporan dirinya ke Polda Metro Jaya dalam kasus dugaan ujaran kebencian. Peneliti Perhimpunan Pendidikan Demokrasi tersebut menegaskan tidak akan meminta maaf.

“Enggak akan saya minta maaf pada sesuatu yang saya bilang baik,” kata Rocky saat dihubungi Tirto, pada Jumat (13/4/2018).

Menurut Rocky, laporan itu mempermasalahkan ucapannya tentang penyematan kata “fiksi” pada kitab suci. Rocky menyatakan hal itu saat berbicara di acara Indonesia Lawyers Club (ILC) yang disiarkan stasiun televisi tvOne.

Dia berpendapat tidak ada yang salah dengan pernyataannya tersebut. Rocky menjelaskan penyematan kata “fiksi” pada kitab suci tidak bermakna jelek. Sebab kata “fiksi” berbeda maknanya dengan “fiktif”.

“Definisi fiksi itu baik, oleh karena itu saya mengartikan kitab suci sebagai fiksi. Artinya, di dalamnya ada imajinasi, itu poinnya. Kalau dibilang saya harus minta maaf, berarti saya minta maaf bahwa fiksi itu baik? Berarti fiksi itu buruk?” Kata Rocky.

Rocky sebenarnya sudah mengungkapkan penjelasan tersebut saat berbicara di acara ILC. Saat itu, dia menjelaskan kitab suci memiliki sifat fiksi sebab berfungsi mengaktifkan imajinasi. Dalam agama, menurut dia, imajinasi itu menumbuhkan keyakinan. Rocky menegaskan "fiksi" bermakna baik karena bukan berarti kebohongan. Definisi itu berbeda dengan "fiktif" yang memang bermakna kebohongan.

"Fiksi itu, energi untuk tiba ke Talos, yang di depan. Kitab suci selalu ingin tiba di talos, ujung dari kitab suci itu adalah harapan, janji," kata dia di acara ILC edisi 10 April 2018.

Rocky juga meyakini bahwa pernyataannya tersebut tidak melanggar Pasal 28 ayat (2) Undang-undang ITE. Dia mencatat pasal itu menyatakan bahwa "setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi, yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasar SARA, bisa dipidana."

Sementara menurut Rocky, dirinya tidak bermaksud dengan sengaja menyebarkan informasi yang menyinggung Suku, Agama, Ras dan Antargolongan (SARA).

“Narsum itu artinya, nara orangnya, sumber itu orang yang memberi informasi, pengetahuan. Kalau ditanya, saya jawab. Jadi saya diundang di situ [acara ILC]. Prinsipnya, bukan saya yang mengundang untuk mendengarkan pikiran saya tentang kitab suci. [acara] Itu bukan inisiatif saya,” kata Rocky.

Dia juga menolak solusi menyelesaikan masalah tuduhan ujaran kebencian itu dengan diskusi. Rocky memprediksi pelapornya tidak akan mengerti apa yang ia katakan.

Dia menambahkan penjelasannya di acara ILC sudah terang benderang. Definisi "fiksi" yang ia maksud juga sudah cukup jelas. Meskipun demikian, Rocky tidak berencana mempermasalahkan laporan tersebut.

“Saya enggak akan laporkan balik,” ujar Rocky.

Rocky dilaporkan oleh Ketua Cyber Indonesia, Heddy Setya Permadi alias Abu Janda. Laporan tersebut diterima oleh Polda Metro Jaya dengan nomor laporan LP/2001/IV/2018/PMJ/Dit.Reskrimsus pada hari Rabu (11/4/2018). Abu Janda menuduh Rocky Gerung menyatakan ujaran kebencian berbau SARA dan melanggar Pasal 28 ayat 2 UU ITE.

Selain itu, Rocky juga dilaporkan Ketua Cyber Indonesia Cabang Sulawesi Utara, Corry Chandra Prasetya, pada Kamis (12/4/2018). Laporan ini mengadukan Rocky dengan dugaan pelanggaran Pasal 156a KUHP atau delik penodaan agama.

Baca juga artikel terkait KASUS UJARAN KEBENCIAN atau tulisan lainnya dari Felix Nathaniel

tirto.id - Hukum
Reporter: Felix Nathaniel
Penulis: Felix Nathaniel
Editor: Addi M Idhom