Menuju konten utama

Pertempuran soal MCA di Twitter antara 'Panasbung' vs 'Cebongers'

Masing-masing akun dari dua kubu ini menjadikan Twitter sebagai medan laga, melanjutkan polarisasi sejak Pemilu 2014 dan Pilkada Jakarta 2017.

Pertempuran soal MCA di Twitter antara 'Panasbung' vs 'Cebongers'
Periksa Data Tirto, memakai platform analisis media sosial Drone Emprit, tentang arsip percakapan "MCA" di Twitter menggambarkan polarisasi para akun pro-MCA dan anti-MCA. tirto.id/Quita

tirto.id - Meski muncul sudah lama, terutama dari ekses kampanye politik polarisasi pasca-Pilkada Jakarta tahun lalu, Muslim Cyber Army atau MCA baru jadi topik berita serius pada pekan ini setelah Divisi Pidana Siber Mabes Polri menangkap 14 pelaku yang berafiliasi dengan grup tersebut. Tuduhan polisi: mereka telah menyebar hoaks dan ujaran kebencian.

Lebih dari sekadar grup penyebar hoaks, kehadiran MCA adalah fenomena politik global di era media sosial, yang melahirkan istilah post-truth, dari kubu manapun, baik kubu pemenang maupun yang kalah, atau di Indonesia: kubu pendukung Presiden Joko Widodo maupun kubu Prabowo Subianto.

Dalam bahasa propaganda di media sosial, lawan MCA disebut “cebongers”, sebaliknya grup seperti MCA disebut “Panasbung”.

Pembelahan dukungan suara politik ini bakal bertahan lama, menurut para peneliti media, setidaknya untuk tahun ini dan tahun depan saat masyarakat Indonesia menghadapi Pilkada 2018 dan Pilpres 2019.

Karena itulah, menggunakan platform analisis media sosial Drone Emprit, Tim Riset Tirto mengulas bagaimana arsip percakapan dengan kata kunci "MCA" di media sosial, khususnya di Twitter, digerakkan termasuk pula oleh masing-masing kubu. Percakapan ini dibatasi antara 22 Februari – 1 Maret 2018.

Sumber lain yang kami pakai adalah pemberitaan media online, yang mulai gencar menulis soal MCA setelah Polri menangkap para pelaku hoaks ini pada 26 Februari lalu.

Medium: Percakapan soal MCA di Twitter dan Media Online

“Twitter Mulai Ancam Jasa Buzzer”—demikian judul berita Detik yang diunggah akun @triwul82 pada 22 Februari 2018 pukul 12.05.

Akun dengan jumlah pengikut lebih dari 17 ribu akun ini memberitahu soal aturan-aturan baru Twitter yang lebih ketat untuk mencegah banjir kicauan oleh akun-akun berjenis “bot”.

Infografik periksa data Muslim Cyber Army

Cuitan ini dikomentari oleh akun @kemalarsjad (23 ribu pengikut) dengan menyematkan kata “MCA”. Ia menulis: “Abis dong MCA PKS”.

Tak jelas maksud komentar @kemalarsjad soal “MCA PKS”, tetapi kubu lawan bakal gampang menyebutnya sebagai “kecebong” bila melihat tendensi dari cuitan-cuitan dia yang lain mengenai topik politik, termasuk cuitan sematan dia pada 14 Oktober 2017: video Gubernur Jakarta Anies Baswedan saat berpose di sebuah kampung Jakarta yang kotor.

Infografik periksa data Muslim Cyber Army

Sebaliknya, dari arsip pemberitaan media daring, hanya ketika ada penangkapan dugaan pelaku dari grup MCA, media-media online merilis topik ini. Tercatat ada 219 artikel tentang MCA pada 27 Februari, 366 artikel pada esok harinya, lalu 290 artikel pada 1 Maret.

Pada periode yang sama, percakapan mengenai MCA di Twitter seketika melesat, sebagaimana ditunjukkan dalam grafik. Thus, total percakapan pada periode ini: Twitter menguasai 96 persen percakapan tentang MCA ketimbang media daring.

Infografik periksa data Muslim Cyber Army

Organik atauBuzzing”?

Toh, tak semua percakapan yang jadi tren topik di Twitter berlangsung secara organik, malahan biasanya memakai praktik buzzer.

Dari arsip percakapan Twitter yang memuat kata “MCA” periode tersebut, akun-akun dengan 101-500 pengikut justru yang paling dominan membahasnya. Artinya, akun-akun ini adalah warga biasa; bukan buzzer, bukan influencer, bukan pula para elite komentator.

Pendeknya, dalam rentang 22 Februari – 1 Maret 2018, percakapan soal MCA masih berjalan organik, di atas 20 ribu cuitan; sementara akun “ternak” atau akun “bot” (pengikut 1-25) mencuit dengan kata kunci "MCA" di atas 5 ribu.

Namun, ini cuma fakta di permukaan. Mari melongok akun-akun dengan jumlah interaksi terbanyak.

Infografik periksa data Muslim Cyber Army

5 Akun Kunci Percakapan 'MCA'

Dari komposisi motor percakapan dengan kata kunci "MCA", setidaknya ada lima akun utama dan lima status cuitan yang penting dalam wilayah kubu "Panasbung" vs "Cebongers".

Pembacaan atas akun-akun utama dan cuitan paling strategis ini membantu kita menelusuri apakah isu dengan kata kunci “MCA” memang benar-benar organik.

Akun twitter bernama @kangdede78 (lebih dari 51 ribu pengikut) berhasil menjaring 1.979 engagements (tingkat interaksi intens). Pemilik akun yang telah terverifikasi oleh Twitter ini, Dede Budhyarto, adalah pendukung Basuki Tjahaja Purnama saat Pilkada Jakarta tahun lalu.

Di kubu sebelah—alias kubu 'Panasbung'—ada akun twitter bernama @RizieqSyihabFPI (dengan 2.054 engagements), akun @DPP_LPI (1.141 engagements), dan akun @NetizenTofa (3.180 engagements).

Akun-akun ini berada pada posisi influencer; mereka mampu memberikan pengaruh di media sosial. Masih sumir apakah akun @RizieqSyihabFPI (lebih dari 41 ribu pengikut) dikendalikan oleh sosok bernama Rizieq Shihab, sementara akun @DPP_LPI (lebih dari 33 ribu pengikut) agaknya merepresentasikan "Laskar Pembela Islam".

Kita hanya bisa memastikan pemilik akun @NetizenTofa. Mustofa B. Nahrawardaya, yang bergabung di Twitter sejak Oktober 2009, adalah calon anggota legislatif yang gagal ke Senayan pada pemilu 2014 lewat Partai Keadilan Sejahtera.

Satu akun lagi, @null (64 ribu pengikut), lebih pas diidentifikasi sebagai akun bot, hanya mencuit 4 kali sejak bergabung pada April 2007 tetapi interaksinya dengan kata kunci “MCA” terjaring hingga lebih dari 1,6 ribu engagements.

Infografik periksa data Muslim Cyber Army

Mengkritik Langkah Polisi Menangkap Pelaku dari Grup MCA

Kelima akun itu membelah rumusan soal tindakan polisi menangkap para pelaku yang diduga tergabung dalam grup Muslim Cyber Army.

Misalnya cuitan dari akun @RizieqSyihabFPI yang memberi dukungan moral kepada kelompok MCA. Sementara akun @NetizenTofa cenderung memakai pendekatan kritis untuk mendiskusikan tuduhan polisi. Ia mengajak pengikutnya, serta para warganet, mendiskusikan latar belakang kemunculan grup MCA, yang dituduh polisi sebagai penyebar hoaks dan ujaran kebencian.

Infografik periksa data Muslim Cyber Army

Polarisasi Kubu "Panasbung" vs "Cebongers"

Sekalipun masih menggunakan arsip data yang berdurasi pendek, pola yang muncul sebenarnya telah terlihat. Hasilnya adalah tampilan “dua kelompok besar dan padat yang memiliki sedikit hubungan di antara keduanya”.

Atau istilah ini biasa disebut “polarisasi”. Model polarisasi ini adalah salah satu dari enam tipe yang kita bisa temukan dalam Twitter. Pola ini muncul dengan menganalisis keterkaitan terutama pada interaksi retweet.

Infografik periksa data Muslim Cyber Army

Polarisasi ini menunjukkan apa yang semakin jadi tren dalam penyebaran informasi di media sosial: orang lebih cenderung percaya atas informasi yang ingin dia yakini.

Alhasil, media sosial bukanlah ruang diskusi yang sehat, melainkan interaksi percakapan yang saling mengabaikan, berlangsung panas, saling mengejek, saling mengancam.

Masing-masing akun mengambil sumber informasi yang mereka percayai, dan tersebar dalam bilik gema kelompok pengikutnya.

Sekalipun topik yang sedang dibahas seringkali sangat “memecah belah” dan memanaskan subjek politik, pada kasus ini, mereka mempertahankan propaganda pada lingkaran masing-masing.

Infografik periksa data Muslim Cyber Army

Pada satu kubu, tergambar barisan akun anti-MCA termasuk @BareskrimPolri (4,5 ribu pengikut); politisi Partai Solidaritas Indonesia @GunRomli (150 ribu pengikut), @kangdede78, dan sebagainya.

Pada kubu sebelah, barisan akun pro-MCA termasuk @NetizenTofa, @RizieqSyihabFPI, politisi PKS @Fahrihamzah (706 ribu pengikut), dan sebagainya.

Selain situasi polarisasi, ada akun media @republikaonline (969 ribu pengikut) yang berpotensi sebagai "jembatan". Posisinya disebut sebagai "dot", terletak di antara dua lingkaran kubu. Artinya, akun ini diterima secara baik oleh masing-masing kubu.

Meski begitu, secara keseluruhan, apa yang terjadi dalam percakapan dengan kata kunci "MCA" pada periode 22 Februari - 1 Maret 2018 ini kembali menegaskan bahwa masing-masing kubu menjadikan medium Twitter sebagai medan laga, melanjutkan polarisasi sejak Pemilu 2014 dan Pilkada Jakarta 2017.

Baca juga artikel terkait KASUS UJARAN KEBENCIAN atau tulisan lainnya dari Frendy Kurniawan

tirto.id - Politik
Reporter: Frendy Kurniawan
Penulis: Frendy Kurniawan
Editor: Fahri Salam